News
Rabu, 8 Mei 2024 - 14:16 WIB

Menelisik Isu Kabinet Gemoy Prabowo-Gibran, Jumlah Kementerian Jadi 40 dari 34

Redaksi Solopos.com  /  Mariyana Ricky P.D  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pedagang menjajakan foto pasangan Prabowo-Gibran sebagai Presiden dan Wakil Presiden 2024-2029 di kawasan Pasar Baru, Jakarta, Selasa (23/4/2024). Pasca Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan sengketa pilpres yang diajukan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Md, KPU akan menetapkan paslon presiden dan wakil presiden terpilih pemilu 2024 di gedung KPU Pusat, Jakarta Rabu (24/4/2024). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/foc.

Solopos.com, JAKARTA – Isu tentang penambahan jumlah kementerian dari 34 menjadi 40 pada pemerintahan presiden terpilih 2024-2029, Prabowo Subianto menuai polemik. Rencana itu dianggap tidak urgent dan hanya jadi dalih untuk mengakomodasi kepentingan politik.   

Pada Senin (6/5/2024), Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman menganggap wajar apabila memperbanyak jumlah kementerian karena Indonesia merupakan negara yang besar sehingga butuh bantuan dari banyak pihak.

Advertisement

Menurut Habiburokhman, makin banyak jumlah kementerian, justru baik bagi pemerintahan dan pelayanan publik karena Indonesia memiliki target sekaligus tantangan yang besar untuk diraih.

“Dalam konteks negara jumlah yang banyak itu artinya besar, buat saya bagus, negara kita ‘kan negara besar. Tantangan kita besar, target-target kita besar,” kata Habiburokhman.

Habiburokhman pun tidak membantah ketika ditanya soal kabar yang menyebut Calon Presiden RI terpilih Prabowo Subianto akan membentuk sebanyak 40 kementerian.

Advertisement

Meski begitu, dia mengeklaim ide itu muncul bukan hanya untuk mengakomodasi kepentingan partai politik pendukung Prabowo. Wakil Ketua Komisi III DPR ini menekankan bahwa jumlah kementerian yang banyak semestinya tidak lantas sebagai ajang mengakomodasi kepentingan politik.

Respons Ma’ruf Amin

Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin, menyarankan supaya hal tersebut perlu dikaji lebih lanjut mengenai urgensi dari penambahan kementerian tersebut.

Advertisement

Dia menekankan supaya pemerintahan era Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka tetap harus diisi oleh profesional.

“Sebab, dalam menjalankan tugas, menteri-menteri itu harus profesional,” terangnya dalam keterangan pers usai menghadiri Halalbihalal Idulfitri 1445 H Majelis Ulama Indonesia (MUI), di Hotel Grand Sahid Jaya, Jl. Jendral Sudirman No. 86, Jakarta Pusat, Selasa (7/5/2024), dilansir Bisnis.com.

Ma’ruf Amin menjelaskan, tokoh profesional tersebut dapat berasal dari kalangan partai politik ataupun nonpolitisi, baik tokoh profesional murni maupun tokoh organisasi masyarakat (ormas).

“Cuma profesionalnya bisa dia merepresentasikan partai-partai politik, bisa juga yang lainnya. Nanti tergantung tentu negosiasinya,” sebutnya.

Adapun soal jumlah kementerian yang akan dibentuk sebagai kelengkapan pemerintahan mendatang, orang nomor dua di Indonesia itu tidak memungkiri adanya kemungkinan perubahan atau penambahan menteri.

Kendati demikian, dia menilai, pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin saat ini dengan 34 kementerian, sudah lebih dari cukup untuk menjalankan tugas-tugas pemerintah.

“Kajian waktu itu sudah cukup, tapi bisa saja lebih daripada itu kalau [dalam] bahasa kiainya lil hajah, ada keperluan, mungkin bisa lebih dari itu,” pungkas Ma’ruf.

Pendapat Jusuf Kalla

Dalam agenda senada, Wapres Ke-10 dan Ke-12 Jusuf Kalla (JK) menilai usulan kubu Prabowo Subianto untuk menambah nomenklatur kabinet menjadi 40 kementerian terlalu mengarah terhadap sikap politis.

Padahal, kata JK jumlah ideal pejabat menteri di Indonesia berada di angka 34 dan telah sesuai dengan amanat Pasal 15 Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.

“Itu artinya bukan lagi kabinet kerja itu namanya, tetapi kabinet yang lebih politis,” katanya.

Lebih lanjut, dia menekankan bahwa komposisi kursi menteri seharusnya terus mengacu pada kepentingan publik dan tidak condong mengakomodir kepentingan dan intervensi partai politik (parpol).

Bahkan, alokasi kursi menteri harus lebih banyak diduduki oleh sosok teknokrat atau profesional. Dia pun menyarankan agar penambahan kementerian perlu dikaji secara matang, karena tentunya akan mengubah ketentuan di UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.

“Lihat apa yang mau dikerjakan baru disusun organisasinya. Kalau organisasinya membutuhkan 40 kementerian, silakan. Namun 34—35 cukup, bisa digabung sebenarnya,” pungkas JK.

Versi Jokowi

Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun angkat bicara mengenai kabar kabinet dari presiden terpilih di periode 2024—2029 Prabowo Subianto memiliki 40 kementerian.

Menurutnya, kabar tersebut ada baiknya ditanyakan secara langsung kepada pihak yang bersangkutan.

Hal ini disampaikannya usai meresmikan Indonesia Digital Test House (IDTH) bersama dengan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi di Balai Besar Pengujian Perangkat Telekomunikasi, Depok, Jawa Barat, Selasa (7/5/2024).

“Ah, kabinet yang akan datang ditanyakan dong kepada Presiden terpilih. tanyakan kepada Presiden terpilih. Tanyakan kepada Presiden terpilih,” katanya kepada wartawan.

Jokowi pun melanjutkan tak akan mengintervensi atau memberikan masukan terkait dengan pembentukan dari kabinet pemerintahan selanjutnya yang dipimpin oleh Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

“Oh enggak ada, enggak ada,” pungkas Jokowi.

Didukung Relawan

Di sisi lain, Ketua Umum Relawan Pro-Jokowi (Projo) Budi Arie Setiadi justru menyambut positif rencana penambahan jumlah kursi kabinet pada Pemerintahan Prabowo.

Menurutnya, keputusan perubahan nomenklatur kementerian merupakan hak khusus bagi presiden terpilih. “Itu hak prerogatif Pak Presiden, kami pokoknya yang terbaik untuk bangsa, negara, buat negara kami dukung,” katanya seusai meresmikan Indonesia Digital Test House (IDTH) bersama dengan Presiden di Balai Besar Pengujian Perangkat Telekomunikasi, Depok, Jawa Barat, Selasa (7/5/2024).

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) itu juga mengatakan, penambahan kementerian  diperlukan karena sejumlah lembaga yang ada saat ini dianggap belum mengakomodasikan kebijakan prioritas Prabowo-Gibran.

Misalnya, dia menjelaskan bahwa salah satu program seperti makan siang dan susu gratis perlu diurus oleh lembaga yang kredibel untuk mengurus soal gizi masyarakat.

Sehingga, kata Budi, setiap presiden tentunya memiliki skala keperluan prioritas yang berbeda.

“Selalu setiap perkembangan jaman ada keperluan-keperluan baru yang memerlukan adanya penambahan. Nanti secara resmi akan diumumkan oleh Pak Prabowo,” kata Budi Arie.

 

Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul “Pro Kontra Isu ‘Kabinet Tambun’ Prabowo-Gibran, Urgen atau Politis?”

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif