Kolom
Selasa, 30 April 2024 - 12:55 WIB

Phubbing dan Stunting

Redaksi Solopos.com  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Irawan Januari Putra (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Menurut hasil survei Google, Think Tech, Rise of Foldables: The Next Big Thing in Smartphone, jumlah smartphone (telepon seluler atau ponsel pintar) aktif di Indonesia mencapai 354 juta unit.

Data tersebut dihitung berdasarkan jumlah smartphone yang terkoneksi denga Internet (cellular mobile connections) yang dipublikasikan Data Reportal pada Januari 2023. Banyaknya jumlah smartphone aktif melampaui jumlah penduduk Indonesia yang menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada pertengahan 2023 mencapai 278,69 juta jiwa.

Advertisement

Berdasarkan data tersebut dapat diasumsikan setiap penduduk Indonesia di semua rentang usia menggunakan smartphone atau setiap penduduk menggunakan lebih dari satu smartphone.

Besarnya jumlah smartphone aktif ini menandakan smartphone tidak sekadar menjadi kebutuhan. Penggunaan smartphone telah menjadi kebiasaan yang tidak jarang menimbulkan dampak negatif jika digunakan secara berlebihan.

Salah satu dampak negatif tersebut adalah phubbing. Phubbing adalah singkatan dari phonesnubbing yang artinya penghinaan melalui ponsel. Phubbing merupakan bentuk gangguan kepribadian antisosial yang ditandai perilaku acuh terhadap lingkungan sosial akibat penggunaan gadget secara berlebihan sehingga mengganggu interaksi dan relasi sosial.

Advertisement

Phubbing juga dapat memengaruhi pola hidup sehari-hari, yaitu pola makan tidak teratur dan perubahan pola tidur. Pola makan tidak teratur akibat phubbing dapat mengakibatkan gangguan kesehatan dan gangguan tumbuh kembang anak, salah satunya stunting.

Phubbing berpotensi menjadi penyebab tidak langsung stunting jika phubbing dialami ibu hamil, orang tua anak berusia di bawah lima tahun atau balita, dan anak balita.

Pada ibu hamil, phubbing menyebabkan pola makan ibu hamil menjadi tidak teratur sehingga kebutuhan gizi bayi dalam kandungan tidak terpenuhi, akibatnya ketika bayi tersebut lahir, bayi mengalami stunting.

Pada orang tua anak balita, phubbing dapat menurunkan kualitas pola asuh (parenting). Orang tua menjadi kurang peka dan kurang peduli terhadap kebutuhan anak balita, salah satunya kebutuhan makan dan gizi.

Advertisement

Sedangkan pada anak balita, phubbing dapat menyebabkan mereka menjadi tidak peduli dengan rasa lapar yang dirasakan dan acuh terhadap makanan yang diberikan kepadanya. Akibatnya kebutuhan gizi anak balita menjadi kurang terpenuhi.

Selain perubahan pola makan menjadi tidak teratur, phubbing juga dapat menyebabkan kurang tidur. Akibat phubbing, waktu tidur ibu hamil dan anak balita menjadi berkurang sehingga mengganggu kesehatan dan tumbuh kembang janin dan anak balita.

Phubbing juga menyebabkan waktu istrirahat orang tua anak balita tersita sehingga menurunkan kualitas kesehatan, produktivitas, serta pola asuh. Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), angka stunting di Indonesia turun dari 24,4% pada 2021 menjadi 21,6% di tahun 2022.

Pada 2023, pemerintah menargetkan penurunan angka stunting menjadi 17%. Pada 2024 angka stunting ditargetkan turun menjadi 14% sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.

Advertisement

Meskipun pada tahun 2022 angka stunting mengalami penurunan, besarnya jumlah smartphone aktif dan potensi phubbing menjadi tantangan tersendiri dalam upaya penanggulangan stunting. Untuk mewujudkan target penurunan angka stunting, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah membentuk perilaku sosial yang sehat.

Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, sehat bukan sekadar keadaan bebas dari penyakit fisik dan mental, tetapi juga sehat secara sosial. Sehat secara sosial ditandai dengan tingginya kualitas perilaku sosial.

Intervensi Sensitif

Untuk membentuk perilaku sosial yang sehat guna mempercepat penurunan stunting diperlukan intervensi sensitif berupa pencegahan dan penanggulangan phubbing.

Upaya pencegahan phubbing pada ibu hamil, orang tua anak balita, dan anak balita dilakukan melalui edukasi tentang bahaya phubbing oleh lembaga-lembaga terkait, khususnya lembaga kesehatan dan lembaga pendidikan.

Advertisement

Edukasi pencegahan phubbing oleh lembaga kesehatan dapat dilakukan di pondok bersalin desa (polindes), bidan praktik swasta (BPS), dokter praktik, pos pelayanan terpadu (posyandu), pusat kesehatan masyarakat (puskesmas), dan rumah sakit.

Edukasi pencegahan phubbing pada orang tua anak balita dan anak balita juga perlu dilakukan oleh lembaga pendidikan, khususnya di pendidikan prasekolah dan pendidikan anak usia dini (PAUD).

Sedangkan upaya penanggulangan phubbing pada ibu hamil, orang tua anak balita, dan anak balita dilakukan dengan pemberlakuan peraturan penggunaan smartphone.

Peraturan tersebut dapat berupa zona terlarang smartphone, pembatasan usia pengguna smartphone, pembatasan waktu pengunaan smartphone, ruang khusus untuk pengguna smartphone, serta pembatasan akses wireless fidelity (WiFi).

Upaya pencegahan dan penanggulangan phubbing juga perlu dilakukan oleh keluarga dan masyarakat. Pencegahan phubbing di lingkungan keluarga dilakukan melalui edukasi oleh orang tua terhadap anak balita.

Upaya tersebut dilakukan dengan mencegah anak balita mengenal smartphone pada usia yang terlalu dini. Menurut World Health Organization (WHO) dan American Academy of Pediatrics (AAP), orang tua sebaiknya tidak mengenalkan gadget kepada anak berusia di bawah dua tahun.

Advertisement

Penanggulangan phubbing di lingkungan keluarga dapat dilakukan melalui pemberlakuan peraturan mengenai pembatasan penggunaan smartphone anggota keluarga. Sedangkan upaya pencegahan phubbing di lingkungan masyarakat dilakukan melalui edukasi oleh tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh adat.

Upaya tersebut dapat berupa sosialisasi bahaya phubbing serta pembentukan cara (usage) dan kebiasaan (folkways) penggunaan smartphone dalam interaksi dan relasi sosial sehari-hari.

Melalui upaya pencegahan dan penanggulangan phubbing oleh lembaga kesehatan, lembaga pendidikan, keluarga, dan masyarakat diharapkan terbentuk perilaku sosial yang sehat.

Terbentuknya perilaku sosial yang sehat, khususnya ibu hamil dan orang tua anak balita, dapat meningkatkan kualitas pola asuh sehingga dapat mengoptimalkan tumbuh kembang bayi dalam kandungan dan anak balita.

Dengan demikian melalui intervensi sensitif berupa penanggulangan phubbing, diharapkan target penurunan angka stunting sebesar 14% pada 2024 dapat terwujud.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 29 April 2024. Penulis adalah perangkat Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif