Soloraya
Senin, 20 Mei 2024 - 18:22 WIB

IRT Joglo Jadi Kader Posyandu Terbaik di Solo, Punya Program Atasi Stunting

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sih Dwi Rahayu, 45, ibu rumah tangga asal Joglo, Banjarsari, Solo yang menjadi Juara 1 dalam Lomba Kader Posyandu Se-Solo 2024 dan mewakili Solo di lomba tingkat provinsi. Lantaran mampu menciptakan sejumlah program inovatif untuk mengatasi stunting. (Solopos.com/Candra Septian Bantara)

Solopos.com, SOLO––Belum genap 5 tahun, Sih Dwi Rahayu, mengamban amanah sebagai kader posyandu Ngadi Asih, Joglo, Solo. Meski demikian, ibu rumah tangga (IRT) ini telah menorehkan prestasi membanggakan berkat sejumlah program inovatifnya untuk mengatasi stunting.

Selain, mampu memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitarnya terutama dalam hal pengentasan stunting, program tersebut juga mengantarkannya sebagai Juara 1 dalam Lomba Kader Posyandu se-Solo 2024 dan berhak atas hadiah senilai Rp5.000.000.

Advertisement

Saat ini dia telah masuk 3 besar Lomba Kader Posyandu se-Jawa Tengah dan tinggal menunggu hasil penilaian untuk melenggang ke tingkat nasional.

Saat berbincang bersama Solopos.com, Senin (20/5/2024) di rumahnya, Dwi, sapaannya, bercerita bahwa awal mulanya dia menjadi kader posyandu di kampungnya, Ngadisono, Joglo karena sering bantu-bantu kegiatan posyandu.

Seiring berjalannya waktu, dia mulai resah karena tidak ada regenerasi kader posyandu selepas pemekaran Kelurahan Banjarsari menjadi dua, yaitu Banjarsari dan Joglo, sekitar 2019.

Advertisement

Baru akan menjalankan posyandu secara rutin sebagai kader posyandu baru di wilayahnya, pandemi Covid-19 melanda. Hal tersebut membuat sejumlah program yang dia susun buyar karena seluruh kegiatan posyandu dihentikan untuk sementara waktu dan baru mulai normal berjalan sekitar 2023.

Setelah mulai rutin berjalan, posyandunya didapuk oleh Puskesmas Gambirsari, Joglo, sebagai Posyandu Integrasi Layanan Primer (ILP) pada September 2023.

Status baru tersebut membuat tanggung jawab posyandu yang dia pimpin makin berat karena harus memberikan pelayanan kesehatan tidak hanya kepada bayi atau balita saja, melainkan ibu hamil, ibu menyusui, remaja, usia produktif, hingga lansia.

Diantara banyak isu kesehatan yang ditemui di lapangan selama menjalankan posyandu, stunting menjadi hal yang dia sorot. Mengingat Solo menurutnya punya jumlah anak yang berisiko stunting cukup tinggi.

Advertisement

Diketahui, pada 2024, angka stunting di Solo terjadi sebanyak 923 kasus. Angka ini turun dibandingkan tahun sebelumnya mencapai 1.050 kasus. Meski begitu, jumlah anak yang berisiko stunting cukup tinggi, yakni 3.000 kasus.

Oleh karenanya, dirinya membuat tiga program penanganan stunting di Posyandu Ngadi Asih. Yakni Neli Tingting (Nenek-nenek Peduli Stunting), Gunting Asih Baru Warnanya (Guna Cegah Stunting Ngadi Asih Bagi Sayuran ke Warganya), dan Nasi Masuk Cething (Ngadi Asih Masak Sayur untuk Cegah Stunting).

Neli Tingting (Nenek-nenek Peduli Stunting) merupakan program penanganan stunting yang difokuskan untuk nenek-nenek. Alasannya, di wilayahnya banyak orang tua bayi atau balita yang bekerja dan menitipkan anaknya ke orang tuanya.

“Di sini itu cukup banyak orang tua bayi atau balita yang bekerja. Jadi yang momong mbahnya atau neneknya. Padahal nenek-nenek tersebut belum tentu mengerti tentang stunting,” kata dia.

Advertisement

Kondisi tersebut membuatnya tergerak untuk memberikan edukasi untuk menumbuhkan kepedulian nenek-nenek tersebut agar punya bekal dalam mengasuh cucunya. Sehingga risiko terkena stunting pada cucunya bisa ditekan.

Dwi, melibatkan nenek-nenek ini tiap sebulan sekali pada Sabtu pekan kedua. Di sela-sela membawa cucu-cucunya untuk ditimbang dan dicek kesehatannya, nenek-nenek tersebut diberikan pemahaman terkait pola asuh anak kecil untuk menekan stunting.

“Saat ini ada sekitar 12 nenek-nenek yang ikut program ini. Beruntungnya mereka antusias. Mereka kami beri tahu terkait bagaimana memberikan nutrisi yang baik pada anak, cara mengasuhnya seperti apa, dan sebagainya,”

Agar nenek-nenek tersebut terus semangat, dia juga selalu memberikan hadiah atau doorprize saat kegiatan posyandu.

Advertisement

Sedangkan program Gunting Asih Baru Warnanya merupakan kegiatan memberikan sayuran hasil panen Kelompok Wanita Tani (Ngadi Asih) kepada warga untuk mencukupi gizi warga sehingga bisa mencegah stunting.

Lalu Nasi Masuk Cething merupakan program memasak sayur atau makanan lain yang nantinya diberikan kepada warga agar terhindar dari stunting.

Dalam perjalannya, Dwi, juga menemukan sejumlah tantangan yang tidak mudah. Terutama terkait masih rendahnya kesadaran para orang tua untuk datang ke posyandu.

“Rata-rata mereka itu enggan datang ke posyandu karena males antre atau tidak ada waktu. Bahkan ada juga yang menganggap “remeh” peran posyandu karena lebih percaya ke klinik atau rumah sakit terkait tumbuh kembang anaknya,” ujar dia.

Menghadapi kondisi tersebut dirinya terus memberikan pemahaman secara perlahan kepada warga terkait. Dia juga memaksimalkan grup Whatsapp bapak-bapak di wilayahnya untuk menginformasikan terkait segala kegiatan posyandu yang bisa diikuti oleh istri beserta anaknya.

“Kendala lain paling di administrasi posyandu ILP yang cukup rumit dan butuh ketelitian ekstra. Tapi saya tidak pernah merasa patah semangat lantaran selalu dibantu 22 kader pembantu posyandu yang militan,” tambah dia.

Advertisement

Sebagai kader posyandu yang tidak dibayar atau sukarela, dirinya bersama kader lainnya tidak mempermasalahkan hal tersebut. Lantaran selama berkegiatan pihaknya selalu didasari keikhlasnya, rasa senang, dan semangat untuk membantu sesama

“Pokoknya kuncinya itu ikhlas dan senang membantu. Kalau sudah demikian walau capeknya seperti apa ya tetap enjoy saja menjalaninya,” tegasnya.

Dwi berharap program-program yang sudah ia canangkan di posyandu bisa terus konsisten berjalan dan minat warga datang ke posyandu juga meningkat. Dan terkait proses lomba yang sedang dia jalani, dia punya mimpi untuk maju ke tingkat nasional mewakili Jawa Tengah.

Dalam menjalankan program-programnya Posyandu Ngadi Asih mengumpulkan permodalan secara mandiri. Mulai dari bekerja sama dengan perusahaan di sekitar dalam hal pemanfaatan CSR dan penggalangan dana lewat kotak di beberapa tempat kuliner yang ramai.

“Sebetulnya kami ada dana hibah dari pemerintah, tapi ya kalau dibuat kegiatan tidak menutup. Maka kami harus mandiri menghidupi,” pungkasnya.

Sementara itu, Pemerintah Kelurahan Joglo juga punya fokus yang sama dengan Posyandu Ngadi Asih dalam hal pengentasan stunting yaitu dengan program Miting Sri (Mijit Stunting Banjarsari). Program tersebut merupakan layanan pijit, spa, dan renang bagi anak-anak secara gratis.

“Isu stunting ini memang perlu terobosan baru untuk menekan angkanya, jadi tidak bisa hanya dengan mengandalkan petugas tenaga kesehatan, dan sejumlah program pemerintah lainnya. Maka dari itu, kami mencoba turut mengambil peran dengan membuat program spa dan renang bagi anak-anak kecil di Joglo,” ungkap Lurah Joglo, Aliek Budiarta, saat ditemui Solopos.com beberapa waktu lalu.

Menurut dia, setelah beberapa kali program ini berjalan, 5 dari 7 anak yang ikut program tersebut bobot dan ketinggiannya mulai ada peningkatan. Dia berharap program ini bisa terus berjalan bersamaan dengan program lain dari petugas kesehatan maupun pemerintah kota.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif