Kolom
Jumat, 19 April 2024 - 12:55 WIB

Perempuan di Pentas Politik

Redaksi Solopos.com  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Marieti Debyora Gardiana (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Opini saya dengan judul yang sama terbit di Koran Solopos edisi Sabtu 2 Juli 2022. Saat itu saya menyoroti kemungkinan Puan Maharani menjadi calon presiden yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Akhirnya PDIP tidak menjadikan Puan sebagai calon presiden, namun berdasarkan penetapan hasil rekapitulasi suara Pemilu 2024 oleh KPU pada 20 Maret 2024, Puan yang saat ini menjabat Ketua DPP PDIP masuk 10 besar calon anggota DPR dengan perolehan suara 297.366 yang merupakan suara terbanyak di Dapil Jateng V.

Advertisement

Bersama Puan terdapat dua perempuan lain yang juga masuk 10 besar perolehan suara calon anggota DPR hasil Pemilu 2024. Hillary Brigitta Lasut yang berasal dari Partai Demokrat meraih suara terbanyak di Dapil Sulut, yaitu 310.780 suara.

Airin Rachmi dari Partai Golongan Karya (Golkar) meraih 302.878 suara, terbanyak di Dapil Banten III. Tiga perempuan tersebut bukan wajah baru di dunia politik negeri ini. Hillary adalah putri Bupati Kepulauan Talaud sekaligus Ketua DPD Partai Demokrat Sulawesi Utara  Elly Engelbert Lasut.

Ketika kali pertama menduduki kursi DPR pada 2019, Hillary berusia 22 tahun, merupakan anggota DPR termuda. Airin adalah adik ipar Gubernur Banten periode 2007–2015 Ratu Atut Chosiyah. Ia menjadi Wali Kota Tangerang Selatan pada 2011 dalam usia 34 tahun dan menjabat selama dua periode sampai 2021.

Advertisement

Privilese sebagai keluarga politikus menjadi faktor yang mewarnai dinamika perjalanan politik tiga perempuan itu. Faktor utama tingginya elektabilitas adalah pengakuan masyarakat pada kontribusi dan kepedulian mereka terhadap pemenuhan kebutuhan rakyat banyak sehingga dipercaya untuk mengemban amanat selanjutnya.

Selepas ingar bingar Pemilu 2024, kita dihadapkan pada pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada 27 November 2024. Interaksi yang lebih intensif dan kebijakan lokal yang dampaknya lebih kuat dirasakan masyarakat menjadikan rakyat memiliki kepentingan besar terhadap pilkada dibandingkan pemilu legislatif.

Berdasarkan hasil survei Solopos Institute pada 16-20 Maret 2024, 49,33% peserta polling menyatakan Kota Solo membutuhkan pemimpin yang memiliki karakter dekat dengan masyarakat. Survei tersebut menempatkan Astrid Widayani dan Sekar Tandjung dalam 10 besar bursa pilkada Kota Solo.

Astrid yang saat ini menjabat Rektor Universitas Surakarta (Unsa) dan Sekar yang merupakan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Kota Solo secara konsisten selalu masuk dalam berbagai versi hasil polling.

Advertisement

Kemunculan dua perempuan ini tentu menjadi catatan sejarah yang menarik karena selama ini belum pernah ada perempuan yang diusung dalam pilkada Kota Solo. Bupati perempuan pertama di Sukoharjo Etik Suryani menyatakan siap mencalonkan diri lagi sebagai bupati kali kedua jika mendapat rekomendasi partai.

Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati  dan Bupati Klaten Sri Mulyani tidak dapat mencalonkan diri lagi karena sudah menjabat dua periode. Data Kementerian Dalam Negeri pada September 2022 menunjukkan ada 15,6% perempuan dari total 548 kepala daerah di Indonesia.

Mereka terdiri atas satu gubernur, tiga wakil gubernur, 36 bupati definitif, dua penjabat bupati, 24 wakil bupati, delapan wali kota, dan enam wakil wali kota. Jumlah ini tentu masih jauh dari ideal.

Berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statitstik (BPS) 2023, rasio jenis kelamin penduduk Indonesia relatif seimbang, yaitu terdiri atas 49,92% perempuan dan 50,08% laki-laki. Perempuan memang kerap kali menghadapi tantangan karena identitas gender, baik yang berasal dari sudut pandang agama maupun budaya.

Advertisement

Tantangan itu pula yang pada akhir abad ke-18 berusaha ditaklukkan Raden Ajeng Kartini yang merupakan anak ke-5 Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat. Kartini lahir dan tumbuh di lingkungan keluarga bangsawan Jawa yang menjunjung tinggi tradisi.

Perempuan adalah kaum termarginalkan dengan akses pendidikan formal yang sangat terbatas sehingga menjadi bodoh. Privilese sebagai anak Bupati Jepara tidak menjadikan Kartini jemawa dan berjarak dengan rakyat jelata, tetapi justru menumbuhkan tekad kuat menyejahterakan kaum pribumi serta membuka pintu kesetaraan antara perempuan dengan laki-laki.

Kartini memanfaatkan akses terhadap buku-buku dan pendidikan informal yang diberikan ayahnya untuk belajar. Kartini tahu dan sadar bahwa pendidikan adalah kunci kesuksesan untuk membebaskan perempuan dari keterbelakangan sehingga memiliki kemampuan menentukan masa depannya sendiri.

Selain rajin belajar, Kartini juga rajin menuliskan pemikiran-pemikiran dalam wujud surat untuk sahabat pena di Eropa. Dari surat-surat itu tampak bahwa Kartini tidak hanya menginginkan terpenuhinya hak akses pendidikan bagi kaum perempuan, tetapi juga pembukaan kesempatan bagi perempuan untuk berperan aktif dalam pembangunan bangsa.

Advertisement

Kartini meyakini bahwa perempuan yang cakap, cerdas, dan baik merupakan faktor penting dalam kemajuan peradaban. Peran perempuan seutuhnya tetap dapat dijalani beriringan dengan kesempatan menjadi manusia sepenuhnya.

Keberadaan perempuan yang berbudi tinggi dan terpelajar tidak akan menjatuhkan, tetapi justru menolong dan mendukung peran laki-laki. Kartini juga mendorong kaumnya bangkit dan bekerja mengeluarkan segala kemampuan dan kekuatan sehingga bisa memperoleh kemerdekaan, hak, dan penghargaan atas kehidupan.

Perempuan harus memiliki semangat tinggi untuk terus belajar dan mengasah ketrampilan sehingga mampu menjadi pribadi yang mandiri dan tidak bergantung pada orang lain. Beberapa hari lagi kita akan memperingati Hari Kartini. Biasanya anak-anak sekolah (beserta orang tua) akan disibukkan dengan aktivitas mencari baju adat untuk mengikuti lomba keluwesan, fashion show, dan semacamnya.

Instansi pemerintah atau komunitas masyarakat juga ikut memeriahkan dengan lomba memasak bagi bapak-bapak atau lomba merias wajah bagi ibu-ibu. Segala kemeriahan maupun kegembiraan memperingati Hari Kartini tentu bukan hal yang salah, tetapi bukan yang dilombakan itu yang menjadi fokus perjuangan Kartini.

Kartini berjuang agar semua perempuan memiliki kesempatan seluas-luasnya untuk belajar sehingga memiliki kemampuan berkontribusi lebih bagi bangsa dan negara. Perjuangan Kartini itulah yang seharusnya diteladani dan diterapkan oleh semua perempuan Indonesia, lebih dari sekadar berias, bersanggul, atau berkebaya pada 21 April.

Posisi kuat Puan Maharani, Hillary Brigitta Lasut, dan Airin Rachmi dalam pentas politik memberikan kesempatan besar bagi mereka untuk melanjutkan perjuangan Kartini, yaitu memenuhi kebutuhan perempuan serta kaum termarginalkan lainnya.

Advertisement

Jika pada masa lalu Kartini menyuarakan pemikiran-pemikirannya melalui surat, Kartini-Kartini masa kini dapat mengoptimalkan fungsi media digital, bukan sekadar untuk membentuk citra diri, tetapi juga sebagai alat untuk mengedukasi dan memotivasi perempuan lainnya.

Demikian juga jika nanti Astrid Widayani, Sekar Tandjung, atau Etik Suryani memperoleh kepercayaan masyarakat untuk menjadi kepala daerah, tentu kita berharap mereka menjadi pemimpin yang mampu meneladani Kartini.

Perempuan yang cerdas, memiliki semangat untuk terus mengasah kemampuan diri, peduli dan mau berjuang keras untuk pemenuhan kebutuhan kaum marginal. Selamat menyongsong Hari Kartini, dan selamat meneladani perjuangannya.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 15 April 2024. Penulis adalah Pranata Humas di Universitas Sebelas Maret)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif