Soloraya
Sabtu, 27 April 2024 - 15:36 WIB

Angka Pengguna Kontrasepsi Metode IUD, MOP dan MOW Rendah, Ini Penyebabnya

Redaksi Solopos.com  /  Astrid Prihatini WD  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi kontrasepsi IUD. (Freepik)

Solopos.com, SOLO–Angka pengguna metode kontrasepsi intraurinate device (IUD) dan metode steril, baik metode operasi pria (MOP) atau vasektomi maupun metode operasi wanita (MOW) atau tubektomi, ternyata ada penyebabnya. Padahal ketiga metode ini dinilai lebih kelebihan terhadap kesehatan tubuh.

Berdasarkan data Kota Surakarta Dalam Angka Tahun 2024 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Solo, metode IUD digunakan oleh pasangan usia subur sebanyak 7.068 orang. Sementara, MOW sebanyak 3.290 orang dan MOP 153 orang.

Advertisement

Angka-angka tersebut bila dijumlahkan tetap berada jauh di bawah angka pengguna kontrasepsi metode suntik, yaitu 38.261 orang.

Mengutip laman yankes.kemkes.go.id yang diakses pada Jumat (26/4/2024) menyebutkan IUD merupakan alat kontrasepsi berbentuk seperti huruf T yang dipasang pada rahim untuk menghalangi sperma dari proses pembuahan. Sementara vasektomi merupakan metode kontrasepsi dengan pembedahan pada saluran mani yang menyebabkan orang tidak akan memperoleh keturunan lagi. Vasektomi operasi kecil. Dan tubektomi merupakan pembedahan untuk menghentikan kesuburan perempuan dengan cara mengikat atau memotong saluran tuba falopi sehingga ovum tidak bertemu dengan sperma.

Meski sepi peminat, tapi sebenarnya metode IUD, MOP dan MOW memiliki kelebihan dari segi kesehatan dibandingkan dengan metode kontrasepsi lainnya. Hal itu disampaikan oleh Dokter Spesialis Kandungan RS Kasih Ibu Solo, dr. Ira Syahriarti E., Sp. OG, saat dihubungi Solopos.com beberapa waktu lalu.

Advertisement

Sebabnya, menurut dr. Ira, karena ketiga metode tersebut tidak mengandung hormon yang membawa efek samping jangka panjang.

“Ada sih IUD yang mengandung hormon, hormon levonorgestrel [berfungsi mencegah kehamilan], tetapi lebih untuk pengobatan daripada dipilih untuk kontrasepsi, karena harganya mahal dan untuk terapi perdarahan yang memanjang, penebalan dinding rahim, miom [benjolan yang tumbuh di dinding rahim] yang kecil, atau adenomiosis [adanya endometriosis pada rahim disertai nyeri haid],” jelas dia.

Seperti metode kontrasepsi lainnya, IUD juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihannya:

1. Sekali pasang, IUD bisa bertahan untuk jangka waktu 4-5 tahun dan 6-8 tahun (tergantung jenisnya).

Advertisement

2. Kontrol IUD tiap 3-6 bulan sekali.

3. Tidak menyebabkan kenaikan berat badan.

4. Tidak menimbulkan jerawat dan flek atau noda pada wajah.

5. Aman untuk pasien dengan penyakit hipertensi, diabetes melitus, maupun penyakit ginjal.

Advertisement

Sementara kekurangannya:

1. Menstruasi terkadang nyeri, banyak jumlah darah, ada spotting sebelum dan sesudah menstruasi sehingga durasi menstruasi lebih panjang.

2. Terkadang muncul keputihan.

3. Pemasangan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan (nakes) yang terlatih.

Advertisement

4. Harga lebih mahal untuk IUD nonsubsidi.

Adapun penyebab rendahnya angka pemakai kontrasepsi metode IUD, menurut dr. Ira, karena beberapa hal, yaitu biaya yang relatif mahal dan anggapan pemasangan IUD yang menyakitkan.

“Pemasangan IUD tergantung lokasi konsultasi akseptor. Namun alasan tidak memilih IUD karena harga dan pemasangannya sekitar Rp1 juta. Selain itu, rumor sakit yang beredar saat pemasangan,” kata dia.

Sementara, perihal kemangkusan IUD dalam mencegah kehamilan, dr. Ira menyampaikan IUD memiliki tingkat kegagalan sekitar 5%. Sementara untuk kontrasepsi hormonal seperti suntik dan pil, terjadi kegagalan bisa akseptor melakukan kontrol melebihi jadwal yang ditentukan.

“Bisa jadi posisi IUD bergeser dari yang semestinya,” kata dia.

Saat ditanyai penyebab rendahnya angka pengguna MOW dan MOP, dr. Ira menjawab untuk MOW kemungkinan sebabnya karena banyak syarat yang harus dipenuhi calon akseptor.

Advertisement

Syarat-syarat bagi calon akseptor MOW itu meliputi:

1. Harus sudah memiliki anak minimal 3.

2. Usia sama dengan atau lebih dari 35 tahun.

3. Bagi yang berusia di bawah 35 tahun namun pernah operasi Sectio Caesaria sebanyak 3 kali.

4. Memiliki penyakit yang membahayakan kesehatan ibu.

“Jadi kalau belum memenuhi syarat itu, belum tentu disetujui oleh dokter [spesialis] kandungan. Sedangkan untuk MOP lebih karena ego si suami. Mereka jarang yang mau melakukan MOP atau Vasektomi,” ungkap dia.

Hal yang hampir sama juga disampaikan oleh Kepala Dinas (Kadis) Pemberdayaan Perempuan dan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Solo, Purwanti, saat dihubungi Solopos.com, Jumat (26/4/2024).

Purwanti menyampaikan bahwa kontrasepsi memiliki dua jenis, yakni yang mengandung hormon dan tidak mengandung hormon. Kontrasepsi yang tidak mengandung hormon dinilainya lebih aman dibandingkan dengan yang mengandung hormon.

“Yang mengandung hormon itu tentu akan diserap tubuh melalui darah. Dan dalam jangka panjang memiliki efek samping, seperti peningkatan berat badan, tekanan darah, dan sebagainya yang bisa dilihat dari bentuk fisik akseptor. Ada beberapa yang berdampak pada siklus menstruasi dan reproduksinya,” jelas dia.

Saat ditanya, apa penyebab dari tinggi angka perempuan dalam hal kontrasepsi serta kecilnya angka akseptor MOP, ia menjelaskan, “Harus kita akui bahwa Indonesia secara umum masih patriarki. Selain itu, masih ada mitos-mitos lama yang dipercaya hingga sekarang, seperti laki-laki akan berkurang kejantanannya jika melakukan vasektomi, misalnya.”

Purwanti juga menjelaskan bahwa pihaknya di Solo telah menggelar beberapa program guna edukasi kontrasepsi bagi laki-laki.

“Kami sudah menggelar semacam sosialisasi yang ditujukan ke petugas linmas, rt dan rw, serta lainnya di tingkat kecamatan. Sasarannya laki-laki dan itu telah berlangsung beberapa tahun belakangan ini. Bahkan, kami beri reward uang senilai Rp1 juta bagi laki-laki yang bersedia di vasektomi,” ungkap dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif