Kolom
Kamis, 18 April 2024 - 09:55 WIB

Penguatan Ekosistem Kebudayaan Sangiran

Redaksi Solopos.com  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Replika gajah purba yang terbuat dari jerami diikutkan dalam karnaval budaya Sangiran, Kalijambe, Sragen, Sabtu (4/11/2023). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Jumlah wisatawan di Museum Manusia Purba Sangiran meningkat signifikan pada libur Lebaran pekan lalu. Menurut data Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Sragen, Museum Sangiran menjadi salah satu tempat tujuan wisata favorit saat libur Lebaran dibandingkan tempat wisata lain di Kabupaten Sragen.

Ini bukti kawasan situs manusia purba Sangiran memang mengandung daya tarik bagi wisatawan, bahkan bisa disebut punya daya tarik kelas dunia. Sangat disayangkan sejauh ini upaya pemberdayaan potensi di situs manusia purba Sangiran belum optimal.

Advertisement

Kawasan wisata yang memiliki nilai sejarah tinggi itu masih dikenal sekadar sebagai lokasi Museum Manusia Purba Sangiran, padahal jika diberdayakan lebih optimal berbasis masyarakat setempat akan memiliki nilai lebih.

Butuh penguatan ekosistem kebudayaan di kawasan situs manusia purba Sangiran yang berlokasi di sejumlah desa dengan memosisikan warga sebagai subjek atau pelaku sekaligus pemilik. Jangan sampai warga setempat hanya menjadi penonton dan pasif dalam pengembangan kawasan situs tersebut.

Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi harus menjalankan program penguatan ekosistem kebudayaan di desa-desa kawasan warisan dunia itu bekerja sama dengan lembaga dan orang-orang yang kompeten dalam pemberdayaan sosial.

Advertisement

Kawasan situs manusia purba Sangiran mencakup wilayah Kabupaten Sregan dan Kabupaten Karanganyar. Program yang telah terwujud adalah realisasi rencana aksi tindak lanjut penetapan situs-situs warisan budaya dunia yang akan melibatkan 40 desa di lima kawasan warisan dunia, yaitu Ombilin, Sawahlunto, Sumatra Barat; Borobudur, Magelang, Jawa Tengah; Prambanan, Klaten-Sleman, Jawa Tengah-DIY; Sangiran, Sragen-Karanganyar, Jawa Tengah; dan Subak, Bali.

Program ini harus fokus menyasar desa-desa di wilayah kawasan situs manusia purba Sangiran yang telah ditetapkan UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia Nomor 593 pada 1996 tersebut. Wilayah berada di ruang geografis atau administratif yang sama dengan lokasi warisan dunia, tetapi secara ruang bisa terbentang pada ukuran yang berbeda.

Antara warisan dunia dan desa-desa kawasan dihubungkan dengan konsep nilai yang terkandung dalam warisan dunia yang telah diejawantahkan dalam ekspresi kultural komunal desa yang telah dilakukan (secara rutin) dalam kurun waktu tertentu.

Advertisement

Banyak potensi budaya di beberapa desa yang berlokasi di kawasan situs manusia purba Sangiran yang telah dioptimalkan masyarakat, seperti mata air atau sendang. Nilai religiositas dan kearifan lokal yang terkandung di dalamnya sejajar dengan nilai warisan dunia kawasan sebagai lanskap perairan pada masa lalu.

Potensi ini layak untuk diberdayakan sehingga menjadi daya tarik kawasan yang berpadu dengan museum manusia purba. Kekayaan ekosistem budaya ini harus diidentifikasi dan diinventarisasi di desa-desa kawasan situs manusia purba Sangiran untuk menyusun kawasan perwujudan nilai-nilai warisan budaya dunia.

Reaktualisasi adalah revitalisasi dan preservasi kultural sebagai basis program pemberdayaan yang bisa berupa workshop/pelatihan, pameran, festival, pasar budaya, maupun bentuk lain yang memosisikan warga desa sebagai subjek, juru bicara, dan pemilik kekayaan budaya serta menjadi pelaku aneka kekayaan budaya itu.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif