Jateng
Senin, 29 April 2024 - 20:47 WIB

Jateng Tak Lagi Punya Bandara Internasional, Kadin bakal Layangkan Protes

Redaksi Solopos.com  /  Imam Yuda Saputra  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi penumpan pesawat di terminal Bandara Internasional Jenderal Ahmad Yani Semarang. (Solopos.com-Humas PT AP I Bandara Ahmad Yani)

Solopos.com, SEMARANG – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Tengah (Jateng) mengaku kecewa dengan keputusan Menteri Perhubungan (Menhub) yang menurunkan status dua bandara besar di Jawa Tengah (Jateng) dari internasional menjadi domestik.

Ketua Kadin Jateng, Harry Nuryanto, mengaku akan melayangkan protes dan permohonan agar status dua bandara besar di Jateng, yakni Bandara Ahmad Yani Semarang dan Adi Soemarmo Boyolali, kembali menjadi bandara internasional.

Advertisement

“Sangat menyayangkan dengan penurunan level itu [Internasional ke domestik]. Padahal di Jateng sektor industri pariwisatanya pasca-Covid-19 sudah kembali bergeliat, ditambah dukungan investasi di sektor industri. Belum lagi yang sudah melirik [investasi di Jateng], maka seharusnya perlu didukung akses, salah satunya bandara Internasional,” kata Harry kepada Solopos.com, Senin (29/4/2024).

Oleh karena itu, Harry menilai beralihnya status Internasional ke domestik dua bandara di wilayahnya tersebut akan membuat Jateng sulit berkembang secara cepat. Hal ini nantinya bakal berpengaruh pada perputaran uang atau ekonomi di Jateng.

“Setidaknya ada satu [bandara Internasional] di Jateng, seperti di Jawa Barat ada, Jawa Timur ada, Yogyakarta juga ada. Tapi Jateng malah tidak ada. Padahal orang asing dan investor yang datang ke Jateng juga besar untuk berwisata dan lainya. Makanya kita akan bersurat dan mengusulkan ke pemerintah dan sejumlah asosiasi,” pungkasnya.

Advertisement

Sementara itu, Direktur Utama InJourney Airports, Faik Fahmi, mengatakan keputusan Menteri Perhubungan itu sejalan dengan program tranformasi InJourney Airports, yakni mengenai proses penataan bandara Indonesia yang memiliki tujuan untuk membangun konektivitas udara yang lebih efisien dan efektif untuk mendorong pertumbuhan pariwisata dan ekonomi melalui pengelolaan ekosistem aviasi yang lebih baik, termasuk bandara.

“Faktanya, banyak sekali bandara berstatus internasional namun sudah lama tidak ada penerbangan internasional, atau ada penerbangan internasional tapi hanya 2-3 kali sepekan. Ini menjadi tidak efisien, serta banyak fasilitas di terminal internasional yang dimanfaatkan secara terbatas, bahkan menganggur. Oleh karena itu, ini perlu ditata ulang,” ujar Faik.

Oleh karena itu, melalui proses transformasi bandara yang tengah berlangsung, yang diawali dengan penggabungan PT Angkasa Pura I dan PT Angkasa Pura II, InJourney Airports akan menerapkan pola regionalisasi di 37 bandara yang dikelola. Pola tersebut berkonsep regionalisasi di mana bandara ada yang diposisikan sebagai HUB dan ada yang sebagai SPOKE.

Advertisement

Lebih jelasnya, bandara yang sudah tidak berstatus internasional bukan berarti akan sulit terakses oleh penumpang atau turis internasional. Namun dengan pola HUB dan SPOKE itu, dapat membangun konektivitas yang baik dari bandara hub ke seluruh wilayah Indonesia.

“Pola seperti ini best practice di industri aviasi global dan sudah berlaku umum di banyak negara yang terbukti lebih efektif,” tutupnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif