Kolom
Jumat, 10 Mei 2024 - 12:55 WIB

Merayakan Keberagaman

Redaksi Solopos.com  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Anik Sulistyawati (Istimewa/Solopos)

Solopos.com, SOLO – Dalam keseharian kita mungkin sering menilai sesuatu atau seseorang dengan persepsi atau subjektivitas kita masing-masing.

Saat bertemu dengan lelaki berpakaian necis, rapi, sepatu klincong, naik mobil mewah, secara otomatis kita akan menilai orang tersebut berasal dari kalangan berduit, pejabat, atau pengusaha kaya raya.

Advertisement

Ketika  bertemu dengan perempuan mengenakan gaun indah, menenteng tas berjenama ternama, sepatu berkilau maka orang akan menilai perempuan itu sebagai perempuan kalangan atas dengan duit tak terbatas.

Sebaliknya, ketika bertemu dengan lelaki yang berpakaian biasa, misalnya berkaus dan bercelana pendek atau perempuan  berdaster, kemungkinan besar kita akan langsung memberikan stempel mereka ordinary people, orang biasa atau orang rata-rata.

Penilaian kita akan berlanjut saat berinteraksi dan berkomunikasi. Orang yang berbicara lugas, tegas, percaya diri sering dinilai sebagai orang pintar. Sebaliknya, orang yang cenderung pendiam, kurang percaya diri, sering masuk kategori orang yang kurang pandai.

Advertisement

Di ranah profesional juga tak lepas dari penilaian atau judgment, yang terukur maupun subjektif. Bukan rahasia lagi, ketika mencari pekerjaan bagi para fresh graduate di negeri ini seperti mencari jarum di tumpukan gunung jerami.

Sebagai salah satu negeri dengan populasi terbesar di dunia, ketatnya persaingan para pencari kerja memang sebuah keniscayaan. Para pencari pekerja di lembaga pemerintah atau swasta biasanya akan mencari kandidat terbaik versi mereka.

Biasanya paling utama mereka akan menyaring berkas-berkas administrasi dari para pelamar kerja yang terbaik atau punya skor tingggi, mulai dari indeks prestasi kumulatif atau IPK, nilai hasil tes, kemampuan bahasa asing, hingga penampilan menarik.

Hanya yang memenuhi standar akan dilirik untuk masuk daftar tim atau skuat mereka. Sah-sah saja mereka menetapkan standar tinggi untuk kepentingan dan kemajuan institusi atau perusahaan mereka karena memang itu adalah hak.

Advertisement

Kebiasaan mencari nilai atau standar tertentu pada sesuatu atau seseorang berdasarkan subjektivitas itulah yang bisa memunculkan unconscious bias atau bias bawah sadar.

Pakar gender dan media yang juga Communication Manager World Association of News Publishers Women in News (WAN-IFRA WIN), Myra Abdallah, di Kuala Lumpur, Malaysia, belum lama ini mengatakan unconscious bias atau bias bawah sadar adalah fungsi kognitif normal untuk mengatur dan memilah data.

Bias bawah sadar juga dikenal sebagai bias implisit. Ini adalah asumsi, keyakinan, atau sikap yang ada di alam bawah sadar. Dia mengatakan dengan mengenali kecenderungan manusiawi tersebut dan menata kembali respons yang diterima, seseorang akan bisa mengubah cara pandang dan menerima keberagaman seperti gender, usia, bahasa, agama, etnis, kemampuan, dan lain-lain.

Penilaian yang bias memang berpotensi memengaruhi cara kita mempersepsikan informasi, orang, dan situasi yang kemudian dapat memengaruhi keputusan yang kita buat.

Advertisement

Untuk menghindari kesalahan yang mungkin timbul akibat bias bawah sadar yang kurang tepat ada beberapa hal yang mesti diperbaiki. Menyadari dan memahami benar bahwa kita semua rentan terhadap bias bawah sadar adalah langkah awal yang penting.

Bias-bias seperti konfirmasi, kesesuaian, dan stereotipe sering kali bekerja tanpa disadari. Dengan menyadari keberadaan bias bawah sadar tersebut, kita dapat lebih waspada terhadap pengaruhnya.

Sering kali kita mencari informasi yang mendukung pandangan atau keyakinan kita yang dapat memperkuat bias. Untuk menghindari hal ini, penting mendiversifikasi sumber informasi  yang kita dapatkan.

Melibatkan diri dengan pandangan dan perspektif yang berbeda dapat membantu kita melihat gambaran yang lebih komprehensif dan mengurangi kemungkinan terjadi bias.

Advertisement

Sebelum membuat keputusan, penting mengajukan pertanyaan kritis kepada diri sendiri, seperti apakah ada bukti yang mendukung  atau apakah kita sudah mempertimbangkan semua opsi dengan cermat dan lain sebagainya.

Bertanya kepada diri sendiri juga bisa membantu kita agar tidak terjebak dalam bias dan mendorong pemikiran yang lebih rasional dan kritis. Mempertimbangkan masukan dari orang-orang dengan pandangan yang berbeda juga dapat membantu kita melihat sudut pandang yang mungkin tidak pernah kita pikirkan sebelumnya.

Diskusi dengan orang lain juga dapat membantu mengidentifikasi dan mengatasi bias tak sadar yang mungkin kita miliki. Berpikir kritis adalah kemampuan yang dapat diasah melalui latihan dan praktik terus-menerus.

Berpikir kritis sering kali melibatkan penggunaan sistem pemikiran reflektif untuk menggali lebih dalam informasi, mengevaluasi bukti, dan membuat keputusan yang lebih baik.

Membiasakan diri mempertanyakan asumsi, mengevaluasi bukti, dan mempertimbangkan berbagai sudut pandang akan membantu kita menjadi lebih waspada terhadap bias bawah sadar dan membuat keputusan yang lebih baik.

Menghindari bias bawah sadar dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis merupakan langkah-langkah penting dalam membuat keputusan yang rasional dan tepat.

Advertisement

Dengan menyadari keberadaan bias bawah sadar tersebut, mendiversifikasi sumber informasi, bertanya kepada diri sendiri, mencari masukan dari orang lain, dan berlatih berpikir kritis secara konsisten, kita dapat mengurangi pengaruh bias bawah sadar dan membuat keputusan yang lebih baik dalam langkah sehari-hari dalam kehidupan profesional maupun sosial.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 8 Mei 2024. Penulis adalah Manajer Konten Solopos)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif