Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) angkat bicara terkait marak isu yang muncul di medsos terkait kemunculan Selat Muria sebagai pemicu banjir di Demak dan Kudus, Jawa Tengah (Jateng).
Sejarah keberadaan Selat Muria yang memisahkan Pulau Jawa dengan Gunung Muria pada masa lampau kerap dikaitkan dengan peristiwa banjir di wilayah Demak, Kudus, maupun Jepara.
Desa Jono, Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan menghasilkan garam langka bersumber dari air sumur yang konon asin karena berasal dari air laut Selat Muria yang terperangkap.
Selain Semarang, Demak menjadi salah satu daerah pesisir Jawa yang terendam banjir rob sejak awal pekan ini, dimana daerah yang dahulunya kota pelabuhan terkaya di jalur sutra tersebut konon sangat terkenal karena menjadi simpul penting dalam lalu lintas perdagangan di jalur rempah.
Aliansi sembilan organisasi masyarakat sipil merekomendasikan empat hal yang harus dilakukan untuk memastikan penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 berjalan sesuai ketentuan undang-undang.
Selat Muria adalah sebuah selat yang dahulu pernah ada dan menghubungkan antara Pulau Jawa dan Pulau Muria. Selat ini pernah menjadi kawasan perdagangan yang ramai, dengan kota-kota dagang seperti Demak, Jepara, Pati, dan Juwana.
Fenomena gunungapi lumpur Bledug Kuwu Grobogan disebut sudah terjadi jauh sebelum zaman Kerajaan Mataram Kuno (732M – 928M). Bledug Kuwu secara geologi terletak dalam zona kendeng yang dinterpretasikan sebagai garis pantai purba dari Selat Muria.
Keberadaan Selat Muria menjadi salah satu faktor pendorong kerajaan memasuki masa kejayaannya karena banyaknya kapal dagang dari berbagai negara berdatangan
Selat Muria dulunya merupakan jalur transportasi dan perdagangan yang ramai dilalui karena merupakan penghubung masyarakat Jawa kuno dengan warga dari pulau-pulau lain.
Dengan tenggelamnya Kabupaten Demak beserta daerah lainnya , memungkinkan selat muria yang dulu pernah ada, pemisah antara Pulau Jawa dan Gunung Muria akan muncul kembali.