Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda
Dengan usia yang masih begitu muda, belum genap 22 tahun, tentu banyak yang mempertanyakan mampukah ia berperan sebagai figur yang dituakan? Bisakah ia menjalankan tugas-tugas sebagai “ibunya” orang Wonogiri? Mampukah ia menghadapi perubahan mendadak dari seorang mahasiswa yang identik dengan kebebasan menjadi istri seorang bupati yang sarat dengan kegiatan-kegiatan protokoler?
Dalam perbincangan dengan Espos, Senin (6/6) petang, Tabitha mengungkapkan betapa perubahan yang diibaratkannya naik 3-4 tangga sekaligus itu mempengaruhi pribadinya. Ia merasakan betul tuntutan untuk menjadi lebih dewasa melampaui umurnya.
Tabitha bahkan mengaku tak pernah bermimpi atau membayangkan menjadi istri seorang bupati atau pejabat tinggi. Apalagi di usia semuda itu. Namun ia memandang positif semua itu dan tak segan-segan untuk belajar.
“Tidak mudah memang menghadapi perubahan ini, harus menjadi figur yang dituakan dan memberikan teladan. Memang yang paling sulit adalah beradaptasi. Untungnya suami saya selalu mendukung, beliau adalah guru yang baik. Selain itu, orangtua, teman-teman dan orang-orang di lingkungan Pemkab juga selalu mendukung. Saya akan menjalankan amanah ini dengan sebaik-baiknya,” kata perempuan kelahiran Jatiroto, Wonogiri, 23 November 1989 ini.
Selain itu, kemandirian yang terbentuk sejak kecil sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Marjiyo (guru) dan Atik Mulyani (wiraswasta) ini sangat membantu Tabitha. Dia bahkan mengaku sudah bisa menghasilkan uang sendiri untuk membiayai pendidikan SMA-nya dari menyanyi.
“Saya menyanyi karena hobi. Saya senang ikut lomba menyanyi. Ketika memasuki SMA, saya ingin sekali merasakan punya uang dari hasil kerja sendiri, ya dengan menyanyi itu. Biasanya di acara hajatan. Tapi saya bisa membiayai sendiri pendidikan SMA saya,” katanya.
Sekarang, Tabitha mengatakan dengan kesibukan sebagai istri Bupati, juga tuntutan segera menyelesaikan kuliah di dua perguruan tinggi yaitu Universitas Negeri Yogyakarta dan AUB Solo sebelum dilantik menjadi Ketua PKK, ia tak lagi memiliki waktu untuk menyanyi seperti dulu lagi.
Waktunya sekarang banyak tersita untuk mendampingi suami ke berbagai acara, kuliah, belajar tentang PKK dan kegiatan-kegiatan lainnya.
Berkaitan dengan PKK, Tabitha mengaku sangat ingin menghidupkan kembali PKK Wonogiri yang selama 10 tahun terakhir seolah mati suri. Hampir tak ada prestasi.
“Di situlah saya berharap berkarya, mendorong perempuan-perempuan di Wonogiri agar lebih maju lagi. Saya memang masih muda, tapi saya yakin bisa,” ujar perempuan yang pernah bercita-cita menjadi dokter ini.
(Suharsih)