SOLOPOS.COM - Menristekdikti Muhammad Nasir bersama pejabat di lingkungan UNS Solo dan Pemkab Ngawi secara simbolis melakukan kegiatan Panen Raya Padi Organik di Desa Duyung, Kecamatan Gerih, Ngawi, Sabtu (31/10/2015). (Irawan Sapto Adhi/JIBI/Madiunpos.com)

Swasembada beras yang digaungkan pemerintah akhirnya tertutup oleh kebijakan impor beras. Padahal musim panen belum berakhir.

Solopos.com, BANDUNG — Kalangan petani mengaku kecewa dengan impor beras oleh pemerintah dengan alasan stok beras dalam negeri tak cukup hingga akhir tahun. Padahal, musim panen di tingkat petani masih berlangsung hingga akhir tahun ini.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Ketua Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Jabar, Rali Sukari, mengaku sudah bersepakat dengan Kementerian Pertanian beberapa waktu lalu. Kementan menyatakan pemerintah belum akan mengimpor beras sebab petani masih dalam tahap panen hingga akhir tahun mendatang. Akan tetapi, kenyataannya pemerintah sudah mulai melakukan impor beras.

Menurutnya, impor beras terjadi karena kurang sinerginya antara satu instansi dengan instansi lainnya. Bahkan, sinergi pemerintah dengan kalangan petani mun mengalami hal serupa. “Bahkan menurut keterangan Badan Pusat Statistik jika produksi beras dalam negeri meningkat dari 70 juta ton per tahun menjadi 74 juta ton per tahun,” ujarnya kepada Bisnis/JIBI, Kamis (12/11/2015).

Ekspedisi Mudik 2024

Dia melanjutkan, hingga akhir Desember diprediksi produksi beras yang masih dipanen mencapai 1,5 juta ha dengan hasil diperkirakan 4 ton per ha. “Jadi sebenarnya impor beras ini belum harus dilakukan karena dikhawatirkan mengganggu penyerapan beras di tingkat petani,” katanya.

Dia menambahkan, jika impor beras tersebut untuk menutupi target penyerapan Bulog maka sampai kapan pun tidak akan menyelesaikan masalah. Rali beralasan selama ini Bulog selalu membeli beras di tingkat petani di bawah harga pembelian pemerintah (HPP). Alhasil, banyak petani lebih baik menjual beras mereka langsung ke pasaran.

“Pemerintah kalau dasarnya mengimpor itu karena Bulog tidak dapat menyerap beras di tingkat petani salah. Karena jika mengacu pada HPP sampai kapan pun ya tidak akan tercapai,” katanya.

Oleh karena itu, dia meminta Bulog bersinergi bersama petani untuk membicarakan persoalan penyerapan beras agar sesuai dengan target. “Salah satunya HPP harus ditingkatkan, karena harganya masih cenderung rendah dibandingkan dijual ke pasaran secara langsung.”

Sementara itu, Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Barat menilai impor beras yang dilakukan oleh pemerintah jangan dijadikan komoditas politik. Ketua Harian HKTI Jabar Entang Sastraatmadja menyatakan impor beras tersebut dilakukan harus sebagai cadangan pangan dalam negeri.

Untuk produksi Indonesia sudah terpenuhi. “Kalau untuk cadangan boleh saja, tapi kalau untuk pemenuhan produksi kurang etis dilakukan,” katanya, Kamis.

Menurutnya, Indonesia memang perlu mengimpor beras saat ini mengingat cadangan pangan yang cukup kritis. Dia menjelaskan, cadangan pangan tersebut sebaiknya baru digunakan apabila terjadi bencana maupun yang lainnya. “Jangan sampai impor beras ini dijual ke masyarakat karena bisa membuat harga komoditas ini anjlok sehingga merugikan petani,” ujarnya.

Di lain pihak, Bulog Jawa Barat berharap musim penghujan yang mulai terjadi di sejumlah daerah di Jawa Barat tidak banyak menyebabkan terjadinya gagal panen alias puso. Dengan begitu, penyerapan beras di tingkat petani bisa lebih maksimal.

Kepala Divisi Regional Bulog Jabar Alip Afandi mengatakan, saat ini persediaan beras di sejumlah gudang milik Divisi Regional Jabar mencapai 150.000 ton. Jumlah beras sebanyak itu mencukupi kebutuhan pangan masyarakat Jabar hingga Maret 2016 mendatang.

“Secara keseluruhan persediaan beras kami itu tidak ada masalah. Jumlah yang ada saat ini masih akan terus bertambah karena beberapa daerah pun sedang panen,” katanya.

Saat disinggung mengenai terganggunya persediaan beras di sejumlah gudang Bulog akibat pemerintah menyalurkan beras keluarga sejahtera (rastra) sebanyak 14 kali, menurutnya, hal itu sama sekali tidak menjadi masalah. Karena kekurangan stok di sebuah gudang akan ditutupi dari gudang lainnya.

Dengan begitu, cadangan bahan pangan masih mencukupi. Bahkan, diprediksi tak akan terjadi krisis pangan akibat dampak El Nino. Sebab, di sejumlah wilayah sentra beras seperti Pantura, saat ini sudah banyak petani yang tanam padi. “Stok beras terbanyak kami ada di Pantura atau sekitar 70% berasal dari sana,” ujarnya.

Sedangkan mengenai keputusan pemerintah yang melakukan impor, Alip enggan berkomentar. Dirinya justru menegaskan bahwa Bulog merupakan lembaga yang diberi mandat untuk mengelola dan mendistribusikan kebutuhan pangan masyarakat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya