SOLOPOS.COM - Seorang petani asal Desa Slogo, Kecamatan Tanon, Kabupaten Sragen, Paidi, 67, menyiangi rumput di sela-sela tanaman padi miliknya, Sabtu (8/9). (Eni Widiastuti/Espos)

Seorang petani asal Desa Slogo, Kecamatan Tanon, Kabupaten Sragen, Paidi, 67, menyiangi rumput di sela-sela tanaman padi miliknya, Sabtu (8/9). (Eni Widiastuti/Espos)

Hamparan tanaman padi yang menghijau, terlihat di sisi kanan dan kiri jalan dari arah Brumbung, Kecamatan Tanon menuju Desa Karangwaru, Kecamatan Plupuh, Kabupaten Sragen, Sabtu (8/9/2012).

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Di beberapa titik, terdengar deru mesin pompa air yang digunakan para petani untuk mengambil air dari sumur pantek. Air dari permukaan tanah itulah yang digunakan petani untuk mengairi tanaman padi. Ratusan meter selang plastik, menjadi jalan air dari sumur pantek, menuju ratusan hektare tanah pertanian. Musim kemarau yang berkepanjangan, seolah tidak menyurutkan langkah para petani di Desa Slogo, Kecamatan Tanon dan Desa Karangwaru, Kecamatan Plupuh, untuk tetap menanam padi. Padahal menanam padi di musim kemarau, butuh tenaga dan biaya lebih banyak dibandingkan menanam padi di musim penghujan.

Salah seorang petani yang juga Sekretaris Desa Karangwaru, Bambang Kusmanto, mengungkapkan menanam padi di musim kemarau, tidaklah gampang. Terkadang, nyawa menjadi taruhannya.

Ia menceritakan agar bisa mengairi tanaman padi, petani harus rutin menyalakan mesin pompa air untuk mengambil air tanah. Karena musim kemarau, air permukaan tanah pun semakin dalam. Jika sumur pantek di sawah sudah tidak menghasilkan air, beberapa petani membuat sumur pantek di sungai.

Bahkan demi mendekatkan mesin pompa air dengan permukaan air tanah, beberapa petani masih harus menggali sungai hingga 3 meter. Selanjutnya, membuat sumur pantek dari tanah sungai yang digali itu.

“Kalau pompa air terlalu jauh dari permukaan air tanah, tidak bisa memompa air,” jelasnya saat ditemui Solopos.com di kantor Desa Karangwaru, Sabtu (8/9).

Ketika bahan bakar pompa air yang kebanyakan menggunakan bensin, habis, petani harus mengisinya. Saat mengisi bahan bakar itulah, menjadi tantangan para petani. Pasalnya petani harus beradu dengan gas buang dari mesin pompa air. “Pernah ada petani yang mati lemas karena ketika mengisi bahan bakar, tak kuat menahan bau gas buang mesin pompa yang beracun,” ujarnya.

Namun demikian, ungkapnya, hasil panen tanaman padi yang ditanam ketika musim kemarau biasanya lebih baik, dibandingkan saat musim penghujan. Jika dirata-rata, biaya menanam padi untuk tanah seluas 2.500m2 sekitar Rp2 juta. Jika hasil panen dijual bisa mencapai Rp 5 juta. “Biayanya tinggi, tapi hasilnya banyak. Jadi petani semangat menanam padi, meski butuh perjuangan,” ujarnya.

Salah seorang petani asal Desa Karangwaru, Sahir, mengatakan pada musim kemarau kali ini, ia menanam padi di lahan seluas 5.000m2. Jika ditotal, biayanya mencapai Rp5 juta.

“Tapi biasanya ketika panen, hasilnya bisa dua kali lipat. Jadi untung,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya