SOLOPOS.COM - Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono X (JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)

Gubernur DIY Sri Sultan HB X mengkritisi pemerintah dan Pertamina yang selama 10 tahun terakhir dinilai tidak serius mengawal dan melaksanakan pengembangan energi baru dan terbarukan
Harianjogja.com, JOGJA– PT Pertamina sebagai perusahaan migas nasional diminta fokus mengembangkan energi berbasis teknologi dengan memanfaatkan potensi sumber daya energi baru dan terbarukan.

Gubernur DIY Sri Sultan HB X mengkritisi pemerintah dan Pertamina yang selama 10 tahun terakhir dinilai tidak serius mengawal dan melaksanakan pengembangan energi baru dan terbarukan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dia menyebutkan, kebijakan menyediakan 5 juta kiloliter bahan bakar nabati menggantikan BBM pada 2010 lalu. Menurutnya, kebijakan tersebut awalnya disambut antusias oleh masyarakat dan swasta. Namun akhirnya mandeg di tengah jalan.

Sultan mencontohkan, kebijakan penanaman jutaan pohon jarak sebagai bahan baku biodiesel.

“Awalnya masyarakat sangat senang karena lahan marginal bisa ditanami pohon jarak. Tapi mereka terpaksa harus kecewa karena produknya tidak bisa terjual, dengan alasan biaya produksi jarak kurang ekonomis dibanding harga solar subsidi saat itu,” ujarnya saat menghadiri talkshow ‘Kemandirian Energi untuk Negeri’ di Grha Sabha Pramana Universitas Gadjah Mada, Kamis (16/4/2015).

Sultan juga mengkritisi ketidakberanian pemerintah melarang ekspor molasses (tetes tebu). Padahal, katanya, molasses digunakan sebagai bahan baku bioetanol paling ekonomis. Akhirnya, produsen gula memilih ekspor molasses karena sebagai hasil sampingan yang menguntungkan.

“Padahal 600.000 ton molasses per tahun yang diekspor diubah 150.000 kiloliter bioetanol cukup banyak BBM yang bisa disubsitusi,” terangnya

Terkait hal itu, Sultan pun mendorong pengembangan energi baru dan terbarukan. Menurutnya, Indonesia bisa meniru langkah yang dilakukan oleh negara Brasil.

Brasil, lanjut Sultan, berhasil mengembangkan bioetanol sebagai bahan bakar dengan efisiensi biaya produksi 17,5 dollar per barrel dengan total produksi 16 miliar liter per tahun.

“Biofuel massal ini tentu dengan dukungan regulasi, finansial serta pengembangan riset dan teknologi agrobisnis,” katanya.

Menanggapi hal itu, Dirut Pertamina Dwi Sucipto mengatakan, Pertamina berkomitmen untuk memanfaatkan teknologi dalam pengembangan energi baru dan terbarukan.

Pertamina saat ini, memiliki Direktur Bidang Energi Baru dan Terbarukan. Sayangnya, bidang baru tersebut masih mengurusi lingkup bisnis gas. Dia yakin dalam waktu dekat akan fokus pada pengembangan energi baru dan terbarukan apalagi Pemerintah sudah meminta agar Pertamina memanfaatkan biomassa untuk dicampur dalam BBM.
“Pemerintah telah menetapkan menggunakan 15% biomassa untuk dicampurkan dalam BBM,” katanya.

Dia menilai, jatuhnya harga minyak dunia saat ini juga disebabkan adanya keberhasilan Amerika dalam pengembangan produksi energi baru dan terbarukan yang dinamakan shale gas dan shale oil.

“Sebenarnya ini tidak baru juga, karena sudah berpuluh-puluh tahun dikembangkan di sana. Saya kira penting mendorong ini,” katanya.

Menurut Dwi, Pertamina akan meningkatkan kapasitas kilang. Soalnya angka produksi minyak yang dikelola Pertamina mencapai 800.000 barrel per hari dengan kebutuhan konsumen mencapai 1,3 juta barrel per hari. Untuk mencukupi produksi 1,3 juta barrel tersebut, kata Dwi, Pertamina seharusnya memiliki kapasitas produksi sebesar 1,6 juta barrel per hari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya