SOLOPOS.COM - Ilustrasi persawahan (Sumber: Freepik.com)

Solopos.com, SUKOHARJO — Pemkab Sukoharjo sejauh ini mampu melindungi dan mempertahankan lahan pertanian produktif atau sawah lestari seluas 23.742 hektare di 12 kecamatan.

Upaya itu salah satunya disokong instrumen hukum berupa Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2011-2031 yang mengatur kawasan pertanian pangan berkelanjutan (KP2B).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sukoharjo merupakan salah satu daerah penyangga ketahanan pangan dan lumbung padi di Jawa Tengah. Pasokan air ke lahan pertanian nyaris tak ada kendala lantaran air Dam Colo mengalir ke saluran irigasi di sebagian wilayah Sukoharjo.

Baca Juga: 2 SPAM Dibangun, Krisis Air Bersih di Sukoharjo Segera Teratasi

Ekspedisi Mudik 2024

Hanya organisme pengganggu tanaman (OPT) seperti tikus dan wereng yang hingga sekarang masih menjadi persoalan di bidang pertanian. Selama ini, para petani Sukoharjo mampu menjaga surplus padi di atas 125.000 ton setiap tahun dari sawah lestari itu.

Target itu bisa terealisasi lantaran pemerintah, petani, dan lembaga pertanian bersinergi setiap masa tanam (MT) padi. Pemerintah wajib menjaga lahan pertanian produktif seluas 23.742 hektare yang berkontribusi memasok beras di wilayah Jawa Tengah.

Konversi Lahan

“Sawah produktif tidak boleh dialihfungsikan sesuai UU No 41/2009 Tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan [LP2B],” ujar Kepala Bidang (Kabid) Prasarana dan Sarana Dinas Pertanian dan Perikanan Sukoharjo, Heri Budi Prihananto, saat ditemui Solopos.com di kantornya, Jumat (1/10/2021).

Baca Juga: Pertama Sejak Pandemi, Jemaat Lansia Ikut Kebaktian di GKI Kartasura

Heri menyebut KP2B atau sawah lestari Sukoharjo terdiri dari lahan pertanian basah seluas 20.814 hektare dan lahan pertanian kering seluas 2.928 hektare yang tersebar di 167 desa/kelurahan.

Heri tak memungkiri lahan pertanian menyusut karena beralih fungsi menjadi pabrik, rumah toko (ruko) maupun permukiman. Konversi lahan pertanian untuk permukiman, pembangunan infrastruktur, dan industri terjadi di kawasan satelit atau daerah penyangga Kota Solo seperti Kartasura, Baki, dan Mojolaban.

“Hal ini terjadi sebelum diterbitkannya payung hukum berupa Perda RTRW. Mungkin puluhan tahun lalu. Saya ambil contoh wilayah Desa Gentan dan Desa Purbayan, Kecamatan Baki. Dahulu, lahan pertanian di kedua desa itu sangat luas. Kini tergerus aktivitas ekonomi seperti permukiman dan industri,” ujarnya.

Baca Juga: Ini Kronologi Pemuda Sawit Meninggal Tabrak Pohon di Kartasura

Menjaga Surplus Padi

Lebih jauh, Heri menambahkan masifnya alih fungsi lahan pertanian dan sawah lestari berimplikasi pada produktivitas padi di Kabupaten Sukoharjo. Kemampuan produksi padi lokal merosot dan tak mampu memenuhi permintaan padi yang cukup tinggi

Pemerintah lantas melakukan kajian di sektor pertanian saat membahas draf rancangan peraturan daerah (Raperda) RTRW pada beberapa tahun lalu.

Setelah disahkan, Perda RTRW menjadi payung hukum dalam melindungi lahan pertanian produktif agar tak beralih fungsi pada masa mendatang. “Sudah ada regulasi dan payung hukumnya. Ini bagian dari upaya menjaga lahan pertanian produktif agar tak diganggu dan beralih fungsi,” ujarnya.

Baca Juga: Terjebak Pinjol, Harta Perempuan Boyolali Ludes Ratusan Juta Rupiah

Ketua Kontak Tani Nasional Andalan (KTNA) Sukoharjo, Sukirno, menyatakan lahan pertanian produktif harus dilindungi untuk menjaga surplus padi setiap tahun.

Ia menilai sektor pertanian menjadi pengaman ketahanan pangan masyarakat di tengah pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya hilang. Para petani didorong menerapkan konsep pertanian modern guna menggenjot produksi padi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya