SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Hanya satu-dua kartu ucapan Natal dan Tahun Baru yang hadir di rumah saya. Biasanya berbarengan dengan parcel. Tidak seperti tahun sebelumnya, akhir-akhir ini wadah saling berucap salam dan selamat itu telah tergantikan. Beberapa tahun lalu ucapan itu masih banyak yang saya terima lewat email.

Kini, hampir semuanya hadir lewat telepon genggam. Yeah, dunia teknologi informasi memang luar biasa cepat bergerak maju, sekalipun perkembangan itu mungkin belum secepat perkembangan di Eropa. Sekitar sepuluh tahun lalu ketika saya berada di Eropa, hampir setiap orang memegangi telepon genggam ke mana-mana. Model telepon genggam mereka tipis-tipis seperti yang belakangan banyak digunakan orang Indonesia. Nah, sepuluh tahun itu pula, telepon genggam di Indonesia masih relatif terbatas.

Promosi Tragedi Bintaro 1987, Musibah Memilukan yang Memicu Proyek Rel Ganda 2 Dekade

Lazimnya juga, bentuknya masih besar dan tebal, berat-berat lagi. Maka orang Jawa bilang, nggo mbandhem kirik alias untuk melempar anjing. Sepertinya, kala itu warga Eropa juga sudah biasa saling berkirim ucapan salam dan selamat via telepon genggam. Saya tidak tahu persis perkembangan yang terjadi sekarang di Eropa. Yang jelas, kelaziman yang sepuluh tahun lalu berkembang di Eropa, kini baru banyak terjadi di Indonesia.

Artinya, kemajuan kita, dalam hal-hal tertentu—suka atau tidak suka—harus dikatakan berada di belakang negara maju. Mungkin juga Amerika Serikat dan Australia, serta sebagian negara maju di Asia, perkembangan teknologi mereka pasti jauh lebih awal dibandingkan Indonesia. Mengapa saya mengaitkan geliat teknologi informasi itu dengan aktivitas saling berucap salam dan selamat di seputar Natal dan Tahun Baru ini? Jawabnya, karena ungkapanungkapan fatis yang dulu banyak ditorehkan indah dalam kartu, kini hampir total tergantikan dengan tulisan yang sangat beragam via pesan singkat telepon genggam.

Umat Kristiani mungkin paham betul dengan kunjungan Maria kepada Elizabeth, wanita tua yang sedang mengandung saat itu, yang dilakukan secara langsung dengan cara berjalan kaki. Artinya, kehadiran sosok fisik seseorang memang sangat dikedepankan di masa silam. Ketika kecil, saya juga sering diboncengkan ibu saya di bregengsi sepeda tua, karena saya diajak berkunjung ke rumah saudara yang jaraknya berkilo-kilo. Nah, dari model-model media saling berucap salam dan selamat seperti disampaikan di depan, semuanya ternyata bermuara pada satu hal, yakni untuk mengukuhkan hubungan pertemanan, persaudaraan, dan kekerabatan.

Kembali pada ucapan salam dan selamat, ”Sugeng warsa enggal” di depan tadi, tujuan pokoknya juga semata-mata meneguhkan relasi antarmanusia dalam konteks kebersamaan di tengah masyarakat luas. Orang Jawa menyebut kehidupan bersama di tengah masyarakat demikian itu bebrayan ageng. Adapun jika bebrayan saja yang digunakan, yang ditunjuk sesungguhnya adalah kehidupan bersama dalam wadah keluarga sendiri. Jadi, ungkapan fatis Sugeng warsa enggal itu utamanya ditujukan untuk saling menguatkan kebersamaan hidup di tengah bebrayan alit dan bebrayan ageng itu.

Berkaitan dengan itu, maka kalau suatu saat Anda berangkat ke sawah, atau ke tempat kerja yang lainnya, dan kebetulan Anda bertemu dengan seseorang yang sudah Anda kenal baik, sedang berdiri di depan pintu rumah yang berada di dekat jalan, lalu dia berkata, ”Badhe tindak pundi?”, maka maksud sesungguhnya bukanlah ‘ingin mengetahui persis hendak kemana Anda pergi’. Pertanyaan itu semata-mata digunakan untuk menyampaikan ungkapan fatis. Jadi, pasti terdapat unsur basa-basi dan dimensi kesantunan di dalamnya. Maka, jangan sampai Anda menjawab ungkapan fatis, misalnya dengan mengatakan, ”Wis ngerti meh neng sawah kok takon”, glosnya dalam bahasa Indonesia, ”Sudah tahu hendak pergi ke sawah kok masih nanya”.

Saya pernah mengalami hal serupa ketika masih kecil di bawah sepuluh tahun rasanya ketika itu. Saat itu, saya menyapa seorang teman yang sudah lebih dewasa, yang kebetulan baru saja mengalami kecelakaan dengan sepeda motornya. ”Mas, wis mari po lengene?” Malahan saya dijawab dengan kasar, ”Uwis! Kon ngantemi kowe po piye?” Saat itu memang saya tidak mengerti apa-apa dengan ucapan kasar dari seorang teman yang sudah dewasa itu pada diri saya.

Tahunya, saya takut dan tidak habis mengerti dengan jawaban teman itu. Maksud saya menyapa baik-baik, tapi malah mau dipukuli. Sekarang saya mengerti, bahwa kadangkala, orang tidak sepenuhnya mengerti maksud tuturan fatis itu. Kali lain ada seorang mantan guru yang menjawab, ”Sehit!” ketika saya berbasa-basi bertanya ihwal kesehatannya, ”Rak sehat-sehat kemawon tho Pak?” Orang Jawa yang paham betul dengan tuturan fatis pasti akan menjawab, ”Njih, pangestunipun, penjenengan dos pundi?”, bukan ”Sehit!” seperti yang ditunjukkan di depan itu.

Maka harus dicatat baik-baik di sini bahwa ungkapan fatis memang tidak perlu dijawab sesuai dengan makna kata yang sebenarnya. Artinya, dalam ungkapan itu memang ada unsur basa-basi dan sopan-santunnya, yang kadang memang tidak berhubungan langsung dengan makna leksikal kata atau kekata itu. Dari ratusan ucapan salam dan selamat yang masuk di telepon genggap saya, tidak ada  satu pun yang saya maknai leksikal.

Semuanya saya anggap sama, yakni sama-sama berucap salam. Aneh rasanya kalau pada saat sekarang ini masih ada orang yang memberi makna ungkapan selamat itu dengan makna leksikal dari sebuah kata atau kekata itu. Maka dengan pemahaman yang baik ihwal ungkapan fatis itu, silakan Anda bermurah senyum dan bermurah sapa dengan sesama. Saya harap tidak ada lagi orang disapa santun, ”Selamat pagi, Pak!”, malahan dijawab kasar,

”Pagi… pagi! Ini kan sudah agak siang! Ngawur kamu!” Atau, agaknya absurd kalau orang memberi empati tetangga, mungkin karena kesripahan, dengan ungkapan, ndherek belasungkawa, mboten sah dipun penggalih lebet-lebet. Nah, untuk mengakhiri catatan ini, harus saya tegaskan lagi bahwa maksud pokok tuturan fatis— tuturan yang dalam ilmu bahasa tidak digolongkan dalam kelas kata manapun—adalah meneguhkan relasi antarsesama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya