SOLOPOS.COM - Petugas mengganti jaringan kabel terbuka dengan kabel tertutup di simpang Manahan, Solo, Rabu (5/3). Penggantian tersebut dilakukan agar jaringan listrik lebih aman dan tahan terhadap cuaca buruk. (Dok/JIBI/Solopos)

Subsidi listrik diwacanakan untuk dikurangi, namun mendapatkan penolakan berbagai lembaga di DIY

Harianjogja.com, JOGJA– Upaya pemerintah mengurangi subsidi listrik untuk pengguna daya 450 VA dan 900 VA pada 2016 mendatang, mendapat tentangan dari sejumlah pihak.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Tidak hanya Lembaga Konsumen Yogyakarta (LKY), penolakan serupa disampaikan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jogja dan Ombusdman Republik Indonesia (ORI) DIY.

Koordinator Advokasi dan Anggota Dewan Pengurus LKY J. Widijantoro mengatakan, subsidi listrik yang kurang dari 3% dari APBN dinilai relatif kecil dan tidak membebani Negara, dibandingkan subsidi BBM [bahan bakar minyak].

Ekspedisi Mudik 2024

Kalau alasan pemerintah mengurangi subsidi karena rawan penyimpangan dan tidak tepat sasaran, katanya, ia berharap agar pemerintah lebih dulu melakukan audit kinerja PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) secara menyeluruh.

“Ini penting dilakukan. Apakah persoalan dasar ada pada pengelolaan dana subsidi oleh PLN atau yang lain. Sebab, jika inefisiensi itu terletak pada manajemen PLN, adalah tidak adil apabila pertanggungjawabannya dibebankan pada pengguna atau konsumen,” kata Widi di sela-sela kegiatan Forum Group Discussion (FGD) Subsidi Listrik Tepat Sasaran di UC UGM, Sleman, Senin (26/10/2015).

Dia menggaris bawahi, PLN sebagai pihak penghasil listrik, lebih banyak menggunakan bahan bakar dari fosil. Penggunaannya mencapai hampir 88%, di mana 44% dari batubara, 23% BBM dan 21% gas alam.

Padahal, penggunaan bahan tersebut membutuhkan biaya yang besar. Sementara, penggunaan bahan bakar non-fosil dengan biaya yang rendah seperti panas bumi, matahari, hydro dan lainnya, baru mencapai 13,7%.

Berdasarkan banyak pertimbangan, kata Widi, LKY menolak rencana pemerintah untuk mengurangi subsidi listrik bagi pelanggan 450 VA dan 900 VA. LKY juga mendorong pemerintah dan PLN untuk mengoptimalkan kinerja mereka dalam penyediaan listrik bagi masyarakat, termasuk dalam hal penyediaan dana dan efisiensi di tahap produksi listrik.

“Optimalisasi dan efisiensi harus dilakukan terlebih dulu di semua sektor. PLN juga harus mengurangi kebergantungan bahan bakar fosil dan terus mengoptimalkan penggunaan energi terbarukan [non-fosil],” usulnya.

Sementara, Kepala ORI DIY Budi Masturi berpendapat, banyak persoalan yang mencuat dari layanan PLN yang sebaiknya diperbaiki lebih dulu sebelum melakukan upaya pencabutan subsidi. Budi mengkritisi sejumlah masalah, mulai dari layanan listrik prabayar (token), keberpihakan kepada difabel dan lansia, hingga persoalan yang menjurus pada kasus perdata dan pidana.

“Kami banyak menerima laporan terkait layanan PLN. Ini yang seharusnya diperbaiki. Pencabutan atau pengurangan subsidi listrik, justru berdampak pada persoalan baru terutama kalangan dari keluarga yang rentan miskin,” kata Budi.

Sementara, Ketua LBH Jogja Syamsudin Nurseha juga mengkritisi kebijakan PLN dalam menghadapi keterlambatan pembayaran listrik dengan pelanggan. “PLN hanya menyediakan dua opsi, putus atau bayar denda. PLN tidak melihat faktor lain kecuali dua opsi itu. Belum lagi soal data kemiskinan, tidak ada data penduduk miskin yang valid di DIY,” kata Syamsudin.

Menanggapi penolakan terkait kebijakan pengurangan subsidi untuk pengguna daya 450 VA dan 900 VA, Humas PLN Distribusi Jateng dan Jogja Haris mengatakan, hasil FGD tersebut akan disampaikan ke pemerintah pusat. “PLN hanya operator di lapangan. Jadi tidaknya kebijakan [pencabutan] subsidi ini tergantung kebijakan pusat,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya