SOLOPOS.COM - Sejumlah mobil listrik terparkir di kawasan Mangrove Tahura Ngurah Rai saat uji coba guna mendukung transisi energi ke energi baru dan terbarukan yang menjadi salah satu pilar dalam Presidensi G20 Indonesia di Bali, Rabu (9/11/2022). Kementerian Sekretariat Negara bekerja sama dengan beberapa perusahaan mobil menyediakan mobil listrik sebanyak 962 unit sebagai kendaraan resmi yang digunakan dalam pelaksanaan KTT G20 di Bali pada 15-16 November 2022 mendatang. ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/wsj.

Solopos.com, JAKARTA– Rencana pemerintah memberikan subsidi bagi pembelian motor listrik menuai pro dan kontra. Pasalnya, nilai insentif yang digadang mencapai Rp7,8 triliun dikabarkan akan berasal dari APBN.

Hingga saat ini, pemerintah masih mengkaji skema subsidi, sumbernya dan berapa besar kucuran anggaran yang dibutuhkan. Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin menyampaikan saran untuk sumber insentif kendaraan listrik ini bisa diambil dari cukai kendaraan yang menghasilkan karbon tinggi.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

“Komitmen pemerintah Rp7,8 triliun itu akan kami sangat hargai, tapi akan lebih bagus setelah itu kita set up regulasi yang tidak membebani APBN, anggaran tadi jangan diambil dari APBN, melainkan dari cukai yang tidak memenuhi standar karbon,” ujar Ahmad dalam FGD Zero Carbon Emission Vehicle, Rabu (14/12/2022).

Baca Juga Berhitung Daya Beli Mobil Listrik

Pria yang biasa disapa Puput itu menyarankan agar pemerintah untuk segera menerapkan detail mengenai standar karbon kendaraan bermotor baik yang sudah diproduksi atau dipasarkan di Indonesia. “Karena standar karbon itulah yang akan dijadikan acuan untuk memberikan insentif dan disentif, insentif yang digunakan untuk mengurangi harga jual rndah kerbon, kemudian cukai disentif untuk kendaraan yang melampaui standar karbon,” terangnya.

Lebih lanjut, menurut Puput ini sangat adil. Mengingat Indonesia telah mengadopsi prinsip pembangunan berkelanjutan pada 1992 di Rio de Janeiro. Salah satu prinsipnya adalah prinsip Polluter Pays Principle, yang artinya siapa yang telah menghasilkan pencemaran lebih banyak harus bisa membayar atas dampak yang diberikannya.

“Saya pikir adil ya, toh kita sudah mengadopsi prinsip pembangunan berkelanjutan 1992 yang ditandatangani di Rio de janeiro, itu salah satu prinsip polluter pays priciple siapa yang membuat polusi yang membayar,” tambahnya.

 

Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul Subsidi Kendaraan Listrik Bebani APBN, Pemerintah Lebih Baik Terapkan Cukai Karbon

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya