SOLOPOS.COM - subsidi BBM.dok

subsidi BBM.dok

JOGJA-Peneliti Kebijakan Subsidi bahan bakar minyak (BBM) dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Rimawan Pradiptyo menilai ketegasan dan keputusan pemerintah mengenai subsidi  BBM menjadi hal terpenting untuk mengatasi persoalan minyak dalam negeri.

Promosi Digitalisasi Mainkan Peran Penting Mendorong Kemajuan UMKM

“Hal yang utama yakni ketegasan dan juga keputusan pemerintah, jika tidak alternatif apa pun yang dilaksanakan akan tidak maksimal,” katanya dalam Diskusi Publik bertemakan Meretas Kompleksitas Jalan Alternatif Subsidi BBM, Sabtu (23/2/2013).

Rimawan mengungkapkan saat ini, pola konsumsi BBM di Indonesia yakni compensated consumtion. Dimana, dirinya menganalogikan fenomena ini seperti orang tua yang memberikan credit card kepada anaknya yang ABG dan si-anak dibebaskan membeli barang apapun di sebuah mall mewah dan orang tua akan membayar berapapun konsumsi yang dilakukan oleh si anak.

Menurutnya, menurunkan alokasi subsidi BBM, dengan meminimalkan dampak negatif kebijakan ke pendapatan rumah tangga miskin akan lebih sulit untuk dicapai di Indonesia.

Hal ini dikarenakan tidak adanya Single Identity Number (SIN) dalam pemasaran BBM sehingga tidak ada price discrimination antara BBM bersubsidi dan BBM non-subsidi.

“Pilihan yang kita hadapi bersama terkait dengan subsidi BBM bukanlah pilihan antara ‘enak’ dan ‘tidak enak’, namun lebih tepat adalah pilihan antara ‘tidak enak’ dan ‘lebih tidak enak’,” tambahnya.

Diantara pilihan tersebut, katanya, hanya ada tiga opsi yang bisa dilaksanakan yakni peningkatan harga secara gradual atau naik bertahap Rp500 per liter dan pengurangan subsidi serta premix digunakan sebagai pengganti premium.

“Kalau alernatif lain seperti pengaturan dan pembatasan dampaknya justru akan semakin banyak, misalnya saja untuk memonitoring, dana yang akan dikeluarkan justru lebih banyak,” tambahnya.

Sebagaimana diketahui Kuota BBM pada 2013 diperkirakan mengalami kelebihan sebesar 2,5 juta kilo liter (KL), atau senilai Rp12 triliun.

Sementara untuk kuota BBM bersubsidi di tahun yang sama, sebesar 46,01 juta KL, dengan besaran subsidi sebesar Rp193,8 triliun.

Berbagai alternatif kebijakan untuk mengurangi subsidi BBM telah dilontarkan antara lain melalui pembatasan konsumsi, pengaturan, pengaturan dengan Radio Frequency Identification Device (RFID), konversi ke BBG, pengenalan Premix (Ron 90) untuk mengganti Premium (Ron 88) dan peningkatan harga BBM bersubsidi secara gradual.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya