SOLOPOS.COM - Terdakwa yang merupakan Dirut PT Technofo Melati Indonesia, Fahmi Darmawansyah, menjalani sidang lanjutan kasus suap Bakamla di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (20/3/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Hafidz Mubarak A.)

Kasus suap proyek Satelite Monitoring Bakamla diduga melibatkan anggota DPR.

Solopos.com, JAKARTA — Kasus suap proyek satelite monitoring (satmon) di Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla) menyebut nama-nama politikus DPR. Uang Rp24 miliar dari Direktur PT Merial Esa, Fahmi Darmawansyah, dan diserahkan kepada politikus PDIP Ali Fahmi untuk melancarkan proyek itu disebut juga mengalir ke sejumlah anggota DPR.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Di BAP Saudara No. 31 huruf c tanggal 18 Januari 2017, Saudara memberikan keterangan ‘Dari penyampaian saudara Ali Fahmi alias Fahmi Habsy bahwa peruntukan uang sebesar 6 persen dari nilai proyek satmon sebesar Rp400 miliar, yang saya berikan kepada Ali Fahmi alias Fahmi Al Habsy adalah untuk mengurus proyek satmon Bakamla tersebut melalui Balitbang PDI Perjuangan Eva Sundari, anggota Komisi XI DPR RI dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Bertus Merlas, anggota Komisi I DPR RI dari fraksi Partai Golkar Fayakun Andriadi, Bappenas dan Kementerian Keuangan’ itu keterangan saudara?” tanya jaksa penuntut umum KPK Kiki Ahmad Yani dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (7/4/2017).

“Betul,” jawab Fahmi yang menjadi saksi untuk terdakwa marketing/opreasional PT Merial Esa, Hardy Stefanus, dan bagian operasional PT Merial Esa, Adami Okta.

Ekspedisi Mudik 2024

Dalam dakwaan disebutkan Adami dan Hardy memberikan 6 persen dari anggaran awal proyek satmon senilai Rp400 miliar, yakni Rp24 miliar kepada Ali Fahmi pada 1 Juli 2016 di Hotel Ritz Carlton Kuningan. Ali Fahmi adalah orang yang menawarkan kepada Fahmi untuk bermain proyek dengan harus mengikuti arahan Ali Fahmi supaya dapat menang dengan memberikan fee sebesar 15 persen dari nilai pengadaan.

“Tapi rincian berapa ke orang-orang ini saudara tidak mengerti?” tanya jaksa Kiki. “Saya tidak tahu,” jawab Fahmi.

“Kapan diserahkan dan di mana diserahkan oleh Ali Fahmi tidak mengerti?” tanya jaksa Kiki. “Saya tidak tahu,” jawab Fahmi.

Menurut Fahmi, Ali lah yang bertanggung jawab untuk mengatur pengadaan satmon saat dianggarkan. “Ali Fahmi apakah memberi tahu bahwa itu nanti untuk penganggaran?” tanya jaksa.

“Pernah Pak. Setelah saya tanya, waktu saya nagih itu Pak dia beralasan panjang itu bahasanya, buat 11. Saya jawab saya tidak ada urusan sama mereka. Lu yang tangguung jawab,” jawab Fahmi.

“11 itu apa?” tanya jaksa. “Komisi 11,” jawab Fahmi.

“Siapa saja DPR itu?” tanya jaksa. “Kalau saya tidak tahu pastinya, kalau dari Ali Fahmi menyebutkan ada namanya Doni. Doni itu anggota 11, Nasdem apa gitu. Saya lupa partainya, takut salah kan pak,” jawab Fahmi.

Dalam perkara ini, Fahmi, Adami, dan Hardy didakwa menyuap mantan Deputi Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi dan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) TA 2016 sebesar 100.000 dolar Singapura, 88.500 dolar AS, 10.000 euro; Direktur Data dan Informasi Bakamla merangkap Pejabat Pembuat Komitment (PPK) Bambang Udoyo sebesar 105.00 dolar Singapura.

Suap juga masih diberikan kepada Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan 104.500 dolar Singapura; dan Kasubag TU Sestama Bakamla Tri Nanda Wicaksono Rp120 juta sehingga total suap adalah 309.500 dolar Singapura, 88.500 dolar AS, 10.000 euro dan Rp120 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya