SOLOPOS.COM - Chairman Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan (kanan) bersiap menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (19/4/2016). Aguan diperiksa sebagai saksi terkait kasus pembahasan Raperda tentang rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi DKI Jakarta tahun 2015-2035 dan raperda tentang rencana tata ruang kawasan strategis Pantai Utara Jakarta. (JIBI/Solopos/Antara/Sigid Kurniawan)

Suap reklamasi Jakarta diwarnai perbedaan kesaksian Aguan dengan Ahok soal kontribusi tambahan.

Solopos.com, JAKARTA — Permintaan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang meminta adanya kontribusi tambahan sebesar 15% dianggap tidak memiliki dasar hukum. Pernyataan tersebut diungkapkan oleh terdakwa mantan anggota DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi, dalam sidang lanjutan kaasus suap proyek reklamasi teluk Jakarta di Pengadilan Tindak Pindana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat.

Promosi Safari Ramadan BUMN 2024 di Jateng dan Sulsel, BRI Gelar Pasar Murah

“Kontribusi itu gak ada dasar hukumnya, kalau enggak ada harusnya pemprov buat dong perdanya. Itu [kontribusi tambahan] diminta pemprov karena dianggap emergency, DPRD juga enggak tahu, saya aja baru tahu ini,” ujar Sanusi, Rabu (7/9/2016).

Sebagai saksi dalam persidangan tersebut, pemilik Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan pun mengaku keberatan dengan permintaan pemerintah provinsi DKI Jakarta untuk memberikan kontribusi tambahan sebesar 15%. Kepada majelis hakim Sumpeno, Aguan mengaku keberatan dengan besaran kontribusi tambahan 15% yang diminta oleh Pemprov DKI.

Ekspedisi Mudik 2024

Besarnya kontribusi itu tertuang dalam draf Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis (RTRKS) Pantai Utara Jakarta yang sedang dibahas oleh Pemprov DKI Jakarta dengan DPRD Jakarta. “Untuk bangun rumah susun tidak keberatan. Saya hanya sampaikan, bukan menolak, saya setuju tapi cukup berat (dengan kontribusi tambahan 15%) untuk investasi,” jelas Aguan menjawab pertanyaan Hakim Supeno terkait besaran kontribusi tambahan.

Aguan juga mengaku bahwa pihaknya melalui PT Kapuk Naga Indah (KNI) telah membangun proyek reklamasi di pulau C dan D. “Kita kerjakan dua pulau, pulau C dan D, dikerjakan KNI,” ungkap Aguan kepada Sumpeno.

Saat ini pulau C dan D sudah terbangun dan KNI telah memasarkan sejumlah fasilitas dan bangunan yang telah berdiri di kedua pulau tersebut. Lebih lanjut, Sanusi mengatakan bahwa sejauh ini DPRD DKI Jakarta tidak mengetahui jika Pemprov DKI meminta tambahan kontribusi sebesar 15% tersebut.

Sanusi juga mengatakan wajar jika Aguan merasa keberatan dengan permintaan tersebut karena sejak awal para pengembang tidak pernah tahu dengan adanya permintaan kontribusi tambahan itu. “Mereka [Aguan] tidak pernah tahu ada 15%, yang mereka tahu pernah ada omong-omongan satu juta. Mereka baru tahu pada saat mereka bertemu Nu Tuty [Kepala Bapedda]. Mereka cuma tahu bahwa pertemuan di PIK [Pantai Indah Kapuk], Pantai Mutiara, itu, yang Rp1 juta, bukan tambahan kontribusi,” papar Sanusi.

Secara terpisah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta menegaskan bahwa pengembang pulau hasil reklamasi tidak bisa mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan (IMB) berdasarkan Perda No. 8/1995 tentang Reklamasi dan Tata Ruang Pantura Jakarta.

Kepala Bappeda DKI Tuty Kusumawati menyatakan, peraturan daerah (perda) no 8 tahun 1995 tersebut belum memuat detail tentang rencana tata ruang baru yang sudah disusun oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berdasarkan urban design guidelines dari Perda No 1 Tahun 2012 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Wilayah. “Setelah Raperda (RTRKS) ini disahkan baru IMB bisa diterbitkan,” ujar Tuty.

Diketahui, dalam persidangan sebelumnya terungkap bahwa Aguan telah beberapa kali mengundang dan bertemu dengan sejumlah pimpinan DPRD DKI Jakarta. Pertemuan pertama yang digelar di rumah Aguan, anggota DPRD DKI Jakarta yang hadir antara lain Prasetyo Edi, Mohamad Taufik, Mohamad Sangaji, dan Selamat Nurdin dan Sanusi. Dalam pertemuan kedua di Kantor Agung Sedayu Group, Glodok, Jakarta Pusat, Aguan kembali mengundang Prasetyo, Taufik, Sangaji, Selamat, dan Sanusi.

Sebelum Aguan, Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok juga menjadi saksi dalam sidang Senin (5/9/2016). Dalam kesaksiannya, Ahok mengatakan bahwa Taufik merupakan inisiator dihapuskannya kebijakan tambahan kontribusi sebesar 15% dalam Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis (RTRKS) Pantai Utara Jakarta.

Namun, permintaan dewan itu ditolak mentah oleh Ahok. Pasalnya dalam pertemuan pada 18 Maret 2014, para pengembang seperti Agung Podomoro sudah menandatangani kesepakatan kontribusi tambahan tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya