Solopos.com, JAKARTA — Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsidair 2 bulan kurungan kepada terdakwa mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih atas kasus suap proyek PLTU Riau-1.
Eni dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 B ayat 1 Undang-Undang (UU) No 31/1999 sebagaimana diubah dalam UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi
“Mengadili, menyatakan terdakwa Eni Maulani Saragih telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama,” Kata Ketua Majelis Hakim Yanto saat membacakaan amar putusan, di PN Tipikor, Jumat (1/3/2019).
Eni terbukti menerima suap dari pengusaha sekaligus pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd Johanes Budisutrisno Kotjo senilai Rp4,75 miliar serta gratifikasi senilai Rp5,6 miliar dan SG$40.000 dari sejumlah direktur perusahaan minyak dan gas (Migas).
Hakim menyebut Eni menerima gratifikasi masing-masing Rp250 juta dari Direktur PT Smelting Prihadi Santoso, Rp100 juta dan SG$40.000 dari Direktur PT One Connect Indonesia (OCI) Herwin Tanuwidjaja, Rp5 miliar dari pemilik PT Borneo Lumbung Energy & Metal Samin Tan, dan Rp250 juta dari Presiden Direktur PT Isargas Iswan Ibrahim.
Hakim juga meminta Eni Saragih membayar uang pengganti senilai Rp5,087 miliar dan SG$40.000. Apabila tidak disanggupi dalam satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), KPK berhak menyita harta benda dan pidana 6 bulan kurangan jika harta benda tersebut belum mencukupi.
Tak hanya itu, Majelis Hakim juga mencabut hak politik Eni selama 3 tahun, yang dihitung sejak Eni selesai menjalani pokok pidana. Vonis ini sebetulnya lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum KPK yakni 8 tahun penjara dan pidana denda Rp300 juta, subsider 4 bulan kurungan, pidana tambahan sejumlah uang pengganti Rp10,35 miliar dan SG$40.000 serta pencabutan hak politik 5 tahun.