SOLOPOS.COM - Panitera Pengganti Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Santoso memakai rompi tahanan Komisi Peberantasan Korupsi (KPK) usai diperiksa secara intensif oleh penyidik KPK, Jakarta, Jumat (1/7/2016). Santoso resmi ditetapkan KPK sebagai tersangka usai Tim Satgas KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) yang diduga menerima suap terkait penanganan perkara perdata yang tengah bersengketa di PN Jakpus. (JIBI/Solopos/Antara/Reno Esnir)

Suap panitera PN Jakpus akhirnya benar-benar menyeret Eddy Sindoro, mantan petinggi Lippo yang menjadi bos PT Artha Pratama Anugerah.

Solopos.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menandatangani surat perintah penyidikan (sprindik) terhadap bekas petinggi Grup Lippo Eddy Sindoro dalam kasus suap terhadap bekas panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Edy Nasution.

Promosi Oleh-oleh Keripik Tempe Rohani Malang Sukses Berkembang Berkat Pinjaman BRI

Komisioner KPK La Ode M. Syarief mengatakan penandatanganan tersebut sudah dilakukan beberapa waktu yang lalu, tepatnya sebelum jaksa bersidang di pengadilan. Menurutnya, hal itu sekaligus mengklarifikasi soal kesimpangsiuran kabar tersebut.

“Itu kan kemarin sudah dikatakan dalam persidangan ya, karena sudah dikatakan di persidangan, kami sekaligus mengklarifikasi bahwa KPK memang sudah menandatanganinya,” ungkap Syarief di Jakarta, Selasa (22/11/2016).

Kabar penetapan tersangka terhadap Eddy Sindoro tersebut sebelumnya sempat disembunyikan oleh penyidik lembaga antikorupsi. Kabar tersebut baru terungkap dalam sidang pembacaan tuntutan terhadap Edy Nasution, Senin (21/11/2016) kemarin.

Syarief menjelaskan, meski bekas petinggi Lippo tersebut belum pernah diperiksa oleh penyidik antikorupsi, namun barang bukti yang disita penyidik bisa menjadi alat bukti untuk menjerat Eddy Sindoro. Tak hanya itu, Syarief membenarkan bahwa saat ini Eddy Sindoro masih berada luar negeri.

Namun demikian, penyidik masih melakukan sejumlah langkah supaya dia bisa dimintai keterangan oleh penyidik KPK. “Kami berbuat sekuat tenaga, kami juga masih mengupayakan pemulangan yang bersangkutan. Tetapi tak perlu dibicarakan apa yang bakal kami lakukan,” jelasnya.

Ditandatanganinya sprindik milik Eddy Sindoro menambah daftar tersangka dalam perkara tersebut. Sebelum Eddy Sindoro, KPK telah menetapkan panitera PN Jakpus Edy Nasution dan anak buahnya yakni Doddy Aryanto Supeno. Khusus Doddy, dia telah divonis empat tahun oleh majelis hakim tindak pidana korupsi. Sedangkan Edy Nasution dituntut delapan tahun penjara.

Dalam kasus itu, sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Eddy Sindoro pernah dipanggil oleh penyidik sebanyak tiga kali. Namun tanpa alasan yang jelas dia tak menampakan batang hidungnya kala itu.

Adapun dalam perkara itu, dia disebut sebagai orang yang memerintahkan dua anak buahnya yakni Wresti Kristian Hesti dan Doddy Aryanto Supeno untuk mengurus dua sengketa yang sedang dia tangani. Dua perkara itu yakni sengketa perdata antara PT. Metropolitan Tirta Perdana dengan Kwang Yang Motor Co Ltd serta perkara milik Across Asia Limited.

Dalam kesaksiannya beberapa pekan lalu, Wresti yang merupakan anak buah Eddy di PT Artha Pratama Anugerah membeberkan peranan bosnya tersebut. Menurut dia, semua praktik lobi yang dia lakukan kepada panitera PN Jakpus Edy Nasution selalu atas sepengetahuan bosnya.

Tak hanya itu, dia juga menjelaskan dalam setiap pengurusan perkara di MA, Eddy Sindoro selalu memerintahkannya untuk mencantumkan nama sosok promotor. Promotor itu adalah bekas Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi. Nurhadi dan Eddy Sindoro diduga memiliki hubungan dekat. Secara terpisah, Eddy Sindoro tak menjawab pesan singkat maupun sambungan telepon.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya