SOLOPOS.COM - Tersangka Auditor Utama Keuangan Negara (AKN) III BPK Rochmadi Saptogiri (tengah) meninggalkan Gedung KPK seusai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Rabu (6/9/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Makna Zaezar)

Jaksa kasus suap di Kemendes PDTT mencurigai pembelian aset tanah oleh auditor BPK Rochmadi Saptogiri yang kini jadi terdakwa.

Solopos.com, JAKARTA — Pembelian aset yang dilakukan oleh auditor BPK, Rochmadi Saptogiri, terdakwa penerima suap memancing kecurigaan jaksa penuntut umum.

Promosi Cerita Klaster Pisang Cavendish di Pasuruan, Ubah Lahan Tak Produktif Jadi Cuan

Dalam sidang lanjutan perkara suap terkait laporan hasil pemeriksaan pada Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT), Rabu (31/1/2018), jaksa penuntut umum mengklarifikasi pembelian aset berupa tanah pada 2015.

Fakta persidangan menyatakan bahwa Rochmadi meminta bantuan melalui Arif Fadilah dan menggunakan namanya untuk membeli tanah menggunakan uang tunai. Arif pernah bersaksi bahwa sebenarnya dia dan Rochmadi tidak memiliki hubungan yang dekat. Mereka cuma sekadar menyapa saat bersua di musala.

“Antara saya dan Arif itu kami punya hubungan dekat. Dia sudah saya anggap sebagai adik saya sendiri dan dia sering curhat atau konsultasi tentang masalah agama,” kata Rochmadi di hadapan majelis hakim.

Jaksa kemudian mengonfirmasi mengapa Rochmadi memberi uang tunai kepada Arif untuk membeli aset dan menggunakan nama orang tersebut. Padahal sebelumnya, terdakwa menguraikan bahwa dia memiliki tabungan di bank dan bisa menggunakan fasilitas transfer antar-rekening.

Rochmadi berkilah bahwa karena keterbatasan waktu, dia minta Arif melunasi pembayaran pembelian aset tersebut dan di saat yang bersamaan dia mentransfer uang ke rekening Arif. Fakta persidangan menunjukkan bahwa Arif mengatakan setelah operasi tangkap tangan, ada kerabat Rochmadi yang meminta agar pembelian aset tanah menggunakan bantuan Arif tersebut menggunakan dokumen tertulis.

Seperti diberitakan sebelumnya, Rochmadi Saptogiri, Ali Sadli, Sugito dan Jarot Budi Prabowo diciduk penyidik KPK pada Jumat (29/5/2017) dalam rangkaian operasi tangkap tangan. Sugito dan Jarot diduga melakukan penyuapan dengan harapan laporan keuangan Kementerian Desa PDTT bisa memperoleh opini wajar tanpa pengecualian (WTP).

Pada Maret 2017, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan pemeriksaan laporan keuangan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT). Dalam kesempatan itu, Sugito, Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Des diduga melakukan pendekatan dengan pihak auditor BPK untuk mendapatkan status WTP.

Kedua belah pihak kemudian menyepakati uang komitmen yang harus diserahkan kepada pihak auditor sebesar Rp240 juta. Diduga, pada awal Mei tahun ini, uang sejumlah Rp200 juta telah diserahkan kepada Rohmadi Sapto Giri, auditor utama (eselon I) BPK.

Sisa Rp40 juta kemudian diserahkan pada Jumat (26/5/2017) oleh Jarot Budi Prabowo seorang pejabat eselon III Kemendes PDTT kepada Rohmadi dan Ali Sadli (auditor) di kantor BPK, daerah Gatot Subroto, Jakarta pukul 15.00 WIB. Saat itulah penyidik KPK langsung meringkus ketiganya beserta tiga orang lainnya yakni RS, sekretaris Rohmadi, Sapto seorang petugas keamanan BPK dan seorang sopir dari Jarot Budi Prabowo.

Pada pukul 17.00 WIB, petugas kemudian menyatroni Kantor Kementerian Desa PDTT di Kawasan Kalibata kemdian meringkus Sugito dan menyegel dua ruangan di kantor tersebut. Sebelumnya di kantor BPK, petugas juga menyegel dua ruangan milik Rohmadi Sapto dan Ali.

Selain menjerat keduanya dengan pasal gratifikasi, kedua pejabat tersebut juga dijerat dengan Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Mereka harus membuktikan berbagai Harta yang dimiliki bukan berasal dari tindak pidana korupsi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya