SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

SRAGEN — Sebanyak 11 orangtua siswa kelas VIII SMP N 1 Sidoharjo menemui Kepala SMP N 1 Sidoharjo, Subakdi, karena merasa tak diajak berembuk perihal program study tour ke Bali. Selain itu mereka menyatakan keberatan karena perkataan salah satu guru terhadap anak mereka perihal pembayaran.

Salah satu orangtua siswa, Suwardi, 48, menuturkan 11 orangtua siswa kelas VIII menemui kepala sekolah untuk mengonfirmasikan program study tour ke Bali yang dilaksanakan Sabtu-Selasa (15-18/12/2012).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Masing-masing membayar Rp490.000. Namun mereka merasa tak pernah diajak berembuk perihal itu. Mendadak, mereka diminta membayar uang sejumlah itu untuk biaya study tour anak-anak. Tak hanya itu, mereka tersinggung karena pernyataan salah seorang guru yang dinilai menyinggung perasaan. Guru tersebut mengatakan seolah-olah anak-anak yang orangtua mereka mengajukan keringanan biaya study tour tergolong warga miskin.

“Dihadapan anak-anak, guru itu mengatakan hal yang tak sepantasnya dikatakan seorang guru kepada anak-anak. Pulang sekolah, anak saya mengadu bahwa dia dikatakan miskin dan lain-lain karena kami meminta keringanan ke sekolah. Kami lebih marah karena program study tour itu tidak dibicarakan dengan kami,” kata Suwardi saat ditemui Solopos.com di sela-sela pertemuan di ruang Kepala SMP N 1 Sidoharjo, Kamis (6/12/2012).

Hal senada disampaikan Nardi, 48. Dia menjelaskan pihak sekolah kurang transparan perihal rincian dana untuk study tour ke Bali.

“Kami hanya diberikan brosur dan tidak ada penjelasan atau pertemuan lebih lanjut. Soal pernyataan dari guru, itu hanya soal cara menyampaikan dan bahasa yang digunakan. Kalau pihak sekolah tidak bisa memberikan keringanan, kami enggak masalah. Tetapi gunakan bahasa yang baik,” ujar dia.

Kepala SMP N 1 Sidoharjo, Subakdi, saat ditemui Solopos.com seusai menemui orangtua siswa menuturkan permasalahan terjadi karena salah paham. Dia menjelaskan program study tour merupakan peninggalan dari kepala sekolah lama. Sehingga pihaknya tak dapat menghentikan proses.

“Ini menjadi pelajaran berharga untuk kami. Kami akan melakukan revisi terkait program itu tahun berikut. Ini hanya salah paham. Kami sudah menjernihkan masalah. Soal keringanan bahkan gratis bagi siswa kurang mampu pun kami berikan. Jadi sebetulnya ini soal komunikasi saja,” jelas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya