SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Sebagai musisi, Stephanus Setiadji Anugrah Hendranoto sangat menghargai arti sebuah karya. Ia mengaku miris jika setiap melihat karya seni tak dihargai oleh penonton. Di Kota Solo, pria yang akrab disapa Adji ini sangat menyayangkan sejumlah pertunjukan seni yang digratiskan. Menurut Adji, karya seni yang digratiskan sama halnya tak mendidik masyarakat untuk menghargai karya.

“Orang yang tak menghargai karya itu, sebenarnya sama saja dengan membunuh perlahan karya tersebut. Dan dampaknya, karya-karya akan punah,” kata Adji, pekan lalu.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Ia menjelaskan, misalkan lagu-lagu ciptaan yang kemudian dibajak. Para pembeli kaset bajakan, kata Adji, sebenarnya sama saja dengan membunuh masa depan eksistensi pencipta musik.

“Lama-lama, karya dari pencipta juga redup karena rendahnya penghargaan oleh penikmat. Coba, karya mereka dihargai, ini akan memicu karya yang lebih hebat lagi,” jelasnya.

Sejumlah pertunjukan di Kota Solo, seperti Matah Ati, Solo Batik Carnival, Solo International Ethnic Music (SIEM) Festival, Solo International Performance Arts (SIPA), kata Adji, sangat disayangkan karena digratiskan. Mestinya, pertunjukan tersebut tetap memakai sistem tiket, meski ada diskon bagi warga Solo.

“Bukan digratiskan total. Orang jadi tak menghargai karya seni,” imbuhnya.

Inilah sebabnya, melalui pertunjukan Rock In Solo, Adji ingin memberikan edukasi kepada masyarakat akan arti pentingnya menghargai karya. Penghargaan terhadap karya seni sama saja dengan menghidupi masa depan karya. Sebaliknya, tak adanya penghargaan atas karya seni, misalnya menonton dengan gratis, sama halnya dengan membunuh secara perlahan masa depan kesenian.

“Pertunjukan Rock In Solo selalu memakai tiket. Penontonnya juga banyak dari berbagai daerah. Kesadaran mereka sudah terbangun,” paparnya.

Apalagi, sambungnya, untuk membikin sebuah pertunjukan musik rock berkelas, tak sedikit biaya yang dibutuhkan. Bahkan, Adji bersama rekan-rekannya merugi ratusan juta rupiah dalam dua tahun belakangan ini.

“Karena enggak ada sponsor misalnya, sehingga kami tomboki semua demi menyuguhkan pementasan yang berkualitas. Kami enggak mau pentas setengah-setengah,” paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya