SOLOPOS.COM - Basuki Tjahaja Purnama (kiri) mengenakan jaket merah disaksikan Djarot Saiful Hidayat (kanan) saat pendaftaran Cagub-Cawagub DKI Jakarta 2017 di Kantor KPUD DKI Jakarta, Jakarta, Rabu (21/9/2016).(JIBI/Solopos/Antara/Rosa Panggabean)

Status Ahok sebagai tersangka dinilai bisa menguntungkan Ahok-Djarot, tapi ada syaratnya.

Solopos.com, JAKARTA — Langkah Polri yang menetapkan Basuki Tjahja Purnana (Ahok) sebagai tersangka kasus penistaan agama dinilai membuka sekat-sekat yang selama ini dianggap banyak pihak menjadi bola liar. Efeknya, tudingan terhadap Polri-Presiden gugur dan publikasi tentang Ahok-Djarot menjadi jauh lebih banyak dibandingkan calon lain.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran (PSPK) Universitas Padjadjaran, Muradi, mengemukakan peningkatan status dari penyelidikan ke penyidikan menunjukkan Polri bisa menjaga objektivitas. Apalagi, kasus Ahok dinilai menjadi kasus yang sensitif.

“Hal ini setidaknya memberi penegasan bahwa isu tersebut mendapat perhatian yang serius dan menjadi ujian bagi Polri dalam menangani kasus sensitif dengan himpitan kepentingan politik,” kata Muradi melalui keterangan tertulis, Rabu (16/11/2016).

Dia memaparkan, penetapan Ahok sebagai tersangka berimplikasi pada empat hal. Pertama, penegasan bahwa Polri tidak profesional menjadi gugur karena Polri menekankan bahwa proses hukum atas kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok berlanjut ke penyidikan.

Kedua, tuduhan bahwa Presiden Jokowi melakukan intervensi dalam kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok dengan sendirinya juga gugur. Pasalnya, ujar Muradi, penetapan Ahok sebagai tersangka adalah penegasan bahwa kasus tersebut tidak berkorelasi dengan kepentingan politik Presiden seperti yang dituduhkan sebagian kelompok.

“Presiden dalam konteks ini juga menegaskan bahwa proses hukum harus tetap dijalankan secara mandiri tanpa campur tangan kekuasaan,” lanjutnya.

Ketiga, kanalisasi kasus ini hanya pada proses hukum yang objektif dan adil menegaskan bahwa unsur kepentingan politik tidak lagi saling berkaitan dengan kasus hukum. Untuk itu, dia menilai rencana unjuk rasa yang akan dilakukan pada 25 November 2016 tidak lagi relevan karena proses hukum telah bergerak maju.

“Kalau tetap dilakukan, maka dugaan bahwa aksi-aksi yang akan dilakukan memiliki agenda politik lain, tidak sekedar hanya melakukan penegakan hukum yang adil bagi Ahok. Dalam konteks ini, negara harusnya bisa lebih jeli melihat tujuan dari aksi-aksi tersebut,” tuturnya.

Keempat, penetapan itu tidak serta merta menghilangkan hak politik Ahok sebagai salah satu pasangan calon (paslon). Muradi memaparkan status tersangka tersebut justru bisa menguntungkan bagi paslon Ahok-Djarot apabila bisa dikelola dengan baik.

Secara faktual, ujarnya, pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saeful Hidayat mendapat kesempatan peliputan media dan diperbincangkan oleh publik lebih banyak dibandingkan pasangan lain. Namun, dia menuturkan tim sukses Ahok-Djarot memiliki pekerjan rumah untuk mengelola peliputan dan perbincangan itu.

“Apalagi peluang tersebut makin terbuka apabila kemudian wacana tentang pengadilan yang terbuka dan disiarkan langsung oleh TV dan media lainnya benar-benar dilakukan. Hal ini tentu akan menjadi keuntungan tersendiri bagi Ahok dan pasangannya,” kata Muradi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya