SOLOPOS.COM - Srikaya buto ijo (Gilang J/JIBI/SOLOPOS)

Srikaya buto ijo (Gilang J/JIBI/SOLOPOS)

GUNUNGKIDUL–Srikaya dan Gunungkidul seakan sudah tidak terpisahkan. Bila saatnya tepat, Gunungkidul seakan kebanjiran buah manis yang memiliki banyak biji ini. Bahkan hampir di setiap sudut dan ruas jalan kita bisa dengan mudah menemukan srikaya. Tetapi meski menjadi pusat Srikaya, ternyata masih ada satu varietas srikaya yang belum banyak dibudidayakan, yaitu Srikaya Buto yang beratnya bisa mencapai satu kilogram perbuah.

Promosi Safari Ramadan BUMN 2024 di Jateng dan Sulsel, BRI Gelar Pasar Murah

Minggu (17/2/2013) pagi, JIBI/Harian Jogja mengunjungi kediaman Budi Kuncoro di Dusun Ringinsari, Kelurahan Wonosari, Kecamatan Wonosari. Meski berada di tengah kota, Budi ternyata memiliki kebun mungil yang digunakannya untuk mengembangkan benih-benih tanaman varietas baru. Salah satunya adalah Srikaya Buto. Disebut demikian, karena menurut Budi srikaya ini berukuran lebih dari empat kali lipat ukutan srikaya pada umumnya. “Selain itu karena srikaya warnanya hijau jadi nyebutnya Srikaya Buto” ujarnya berseloroh.
Secara fisik, yang tampak mencolok adalah ukuran buah yang besar. Biasanya, berat satu buah srikaya varietas ini berkisar antara 0,8 – 1,3 kilogram. Ukurannya sendiri bisa mencapai seukuran bola untuk sepak takraw. Keunikan lainnya adalah kulit buah yang tipis dan sedikitnya biji di dalam srikaya varietas ini. “Satu buah paling hanya terdapat sekitar 15 biji, kalau yang lokal bisa puluhan,” tambah Budi.
Sebenarnya, srikaya berukuran jumbo itu adalah hasil persilangan antara srikaya Thailand dan srikaya lokal yang digabungkan dengan teknik penyambungan pangkal batang atau okulasi. Bibit srikaya Thailand didapatkan Budi dari temannya yang kerap bepergian ke luar negeri sekitar tahun 2009 lalu. Karena sulit membesarkan tanaman srikaya dari biji, maka Budi menyambungkan tanaman dari luar negeri itu dengan batang srikaya lokal yang banyak tumbuh di Gunungkidul. Bbila berminat, satu batang bibit Srikaya Buto ini bisa ditebus dengan harga Rp30.000. “Kalau sudah jadi bibit seperti ini bisa ditanam dimana saja,” tuturnya.
Saat dipersilakan mencicipi buah ini, kesan pertama yang muncul adalah rasa manis yang dominan. Lebih manis dibandingkan srikaya lokal. Tidak ada rasa berpasir seperti yang terdapat pada srikaya lokal. Selain itu, tekstur daging buahnya lebih kenyal dan legit serta berair. Hampir mirip dengan tekstur buah sirsat tetapi dengan rasa dan aroma khas srikaya. Karena bijinya sangat sedikit, srikaya ini bisa langsung dimakan seperti memakan apel setelah mengupas kulitnya.
Budi mengungkapkan, buah ini sebenarnya sudah dijual di pasar swalayan di Jakarta, tetapi karena masih diimpor, satu kilogram srikaya dibanderol dengan harga yang lumayan mahal, Rp28.000 per kg. Bila dikembangkan di Gunungkidul, Menurut Budi sangat mungkin buah ini bisa menjadi ciri khas daerah. Pria yang sehari-hari bekerja sebagai petugas penyuluh pertanian ini mengatakan, dalam setahun srikaya ini bisa berbuah beberapa kali. Satu pohonnya bisa menghasilkan antara 25-30 buah tiap kali panen. “Saat ini belum banyak dikembangkan, tapi ini potensial,” pungkasnya.

Sutikno, salah satu peminat srikaya Buto mengatakan, dirinya tertarik dengan varietas srikaya ini karena lebih manis dan unik. Selain itu, menurutnya bibit ini akan dapat tumbuh subur di daerahnya di Nglanggeran, Patuk. “Mau saya coba kembangkan di Nglanggeran, karena tanahnya cocok. Selain itu buah ini unik dan rasanya sudah dikenal masyarakat,” tuturnya.

Ekspedisi Mudik 2024

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya