Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi
Saat ditemui wartawan di Bangsal Anggrek I No 5, Kamis siang, ia tengah ditunggui istri dan anaknya. Tangan kanannya dipasangi infus. Siang itu ia mengenakan kaus dan celana panjang hitam, dan berpeci, sambil menyaksikan tayangan televisi yang terpasang di bagian atas-seberang tempat tidurnya. “Dada saya rasanya sesak. Kaki juga sulit untuk berjalan. Sekarang harus menggunakan bantuan kursi roda,” ujar Sri Sadoyo saat berbincang dengan wartawan sembari berbaring di ruang bangsal.
Menurutnya, selama beberapa tahun terakhir ini mengalami sakit-sakitan karena kadar haemoglobinnya (HB) turun. Ia mengklaim kadar HB-nya saat ini hanya mencapai 6-8. Sedangkan kadar HB normal untuk seorang pria, yakni 13. Siang itu ia juga menanggapi kasus yang menimpanya.
Menurut pria yang kini berusia 69 tahun itu, kasus yang menimpanya itu terasa aneh. Sebab kasus tindak pidana korupsi yang membelitnya itu terjadi pada 2001, saat ia masih menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Karanganyar. Ia juga menilai ada ketidakadilan dalam menangani kasus tersebut. Pasalnya, mantan Ketua DPRD Karanganyar, Sumarso Dhiyono, dan dua mantan Wakil Ketua DRPD yang lain, yakni Suparno HS dan almarhum Suparno, tidak dipidana. Ia pun sudah diputus bebas oleh PN Karanganyar pada 2009 lalu, namun mengapa baru sekarang putusan Mahkamah Agung (MA) itu muncul. “Seharusnya yang lainnya juga harus mendapatkan hal yang sama,” katanya.
Sementara itu, penasihat hukum Sri Sadoyo, Wibowo Kusumo Winoto, Kamis pagi menyerahkan sejumlah berkas rekam medis kliennya sejak 1994-2007, kepada Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Karanganyar, Bambang Tedjo Manikmoyo. Menurut Wibowo, pihaknya memberikan berkas tersebut untuk membuktikan bahwa kliennya benar-benar sakit sejak lama. “Pak Sri Sadoyo sakit bukan karena munculnya putusan MA ini,” katanya. Berkas tersebut, terang Wibowo, antara lain didapat dari pemeriksaan kesehatan di RSUD Moewardi Solo, RS Dr Oen Solo dan RS Telogorejo Semarang.
Menurutnya, siapa pun yang sedang dalam kondisi sakit harus mendapatkan hak perawatan. Dikhawatirkan jika dibawa ke Rutan, di sana tidak ada yang mengurusnya. Apalagi, imbuhnya, pihak keuarga juga mengkhawatirkan kondisi kesehatannya.
Ditemui terpisah, Bambang mengatakan akan menerima laporan berkas riwayat Sri Sadoyo. Kendati demikian, hal itu sama sekali tidak mengubah proses eksekusi. “Saya tidak bisa membaca rekam medis itu. Tapi sedikit banyak jadi pertimbangan apakah benar dia sakit karena mau dieksekusi,” katanya.
JIBI/SOLOPOS/Farid Syafrodhi