Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sragen, Tasripin, mengungkapkan kebijakan itu dilakukan karena seorang anak seharusnya belum boleh bekerja, tapi belajar di sekolah. Oleh karena itu, Disnakertrans menarik anak-anak dari rumah tangga sangat miskin (RTSM) yang bekerja di berbagai sektor industri, lalu dikarantina satu bulan untuk mendapatkan pemahaman pentingnya menuntut ilmu. “Setelah itu, mereka disekolahkan atau pun diikutkan pada kursus keterampilan,” jelasnya kepada Solopos.com.
Kepala Bidang Bina Lindung Tenaga Kerja Disnakertrans Sragen, Sunindar, menjelaskan pekerja anak adalah mereka yang berusia 18 tahun ke bawah. Menurut undang-undang, mereka belum boleh bekerja. Tapi kenyataannya banyak anak yang kini sudah bekerja. Kebanyakan mereka berasal dari keluarga miskin, sehingga harus membantu orangtuanya mencari nafkah. Mereka yang tahun ini disekolahkan atau diikutkan kursus adalah anak yang terdata dalam Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang diketuai Wakil Presiden, Boediono. Kegiatan ini didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) senilai Rp930 juta.
Dari 210 anak tersebut, kata dia, 95 anak disekolahkan di pendidikan formal, 43 anak diikutkan program kejar paket dan 87 anak mengikuti kursus keterampilan. Pendidikan formal yang diikuti meliputi jenjang SD, SMA, SMK. Beberapa anak tidak hanya sekolah, tapi juga ikut kursus. “Sebenarnya jumlah anak Sragen yang bekerja lebih banyak dari 210 orang,” ujarnya. Oleh karena itu ia berharap program serupa bisa dilaksanakan lagi tahun depan. Harapannya semakin banyak anak miskin yang bisa sekolah.
Tasripin menambahkan program pengurangan pekerja anak tidak hanya membantu anak bersekolah. Setelah lulus sekolah, Disnakertrans juga akan berusaha menyalurkan anak agar mendapatkan pekerjaan yang layak.