SOLOPOS.COM - Kaled Hasby A (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Kabupaten Sragen berhasil meraih predikat kabupaten layak anak (KLA) dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada 22 Juni 2022. Kategori yang diradih adalah nindya. Di atas pratama dan madya meski masih di bawah utama.

Penghargaan ini memang patut dibanggakan karena tidak semua daerah bisa mendapatkan, namun muncul pertanyaan benarkah Kabupaten Sragen pantas mendapatkan predikat kabupaten layak anak?

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Sebuah kabupaten/kota mendapat predikat layak anak jika mampu merencanakan, menetapkan, serta menjalankan seluruh program pembangunan dengan orientasi hak dan kewajiban anak. Tujuannya anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

Ada beberapa kriteria menilai sebuah kabupaten/kota layak anak atau tidak. Kriteria tersebut adalah penguatan kelembagaan, hak sipil dan kebebasan, serta hak lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif.

Kemudian, hak kesehatan dasar dan kesejahteraan, hak pendidikan dan kegiatan seni budaya, dan hak perlindungan khusus. Dari enam kriteria itu, ada setidaknya dua kriteria yang belum benar-benar dipenuhi Kabupaten Sragen.

Pertama, penguatan kelembagaan. Kedua, hak lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif. Penguatan kelembagaan menyangkut ketersediaan regulasi dan efektivitasnya dalam pemenuhan dan perlindungan khusus anak. Kenapa penguatan kelembagaan ini belum terpenuhi?

Salah satu parameter adalah tingginya angka kasus anak berhadapan dengan hukum. Lebih fokus lagi pada kasus kekerasan seksual dengan anak sebagai korban. Menurut data Polres Sragen, terjadi kenaikan signifikan jumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak pada 2021 ketimbang pada 2020.

Pada 2021, terjadi 12 kasus kekerasan seksual terhadap anak yang dilaporkan. Sepuluh kasus di antaranya berhasil diselesaikan. Dengan menggunakan rata-rata berarti sepanjang 2021 setiap bulan ada satu anak yang menjadi korban kekerasan seksual.

Jumlah ini meningkat lebih dari 100% dibandingkan pada 2020 yang dilaporkan hanya ada empat kasus. Sangat mungkin jumlah kasus sebenarnya melebihi itu karena ada korban maupun keluarga yang tidak melapor karena sejumlah alasan. Biasanya karena menganggap kasus kekerasan seksual sebagai aib, takut, atau di bawah ancaman.

Kasus kekerasan seksual yang terjadi pada 2021 kebanyakan adalah pencabulan dengan perkosaan yang mencapai tujuh kasus. Lima kasus lainnya adalah pencabulan tanpa perkosaan.

Apa dan di mana kebijakan yang katanya melindungi anak-anak di Kabupaten Sragen? Melihat tren yang mengemuka jangan-jangan jumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak pada 2022 ini angkanya lebih tinggi.

Di antara sejumlah kasus kekerasan seksual di Kabupaten Sragen, ada satu yang hampir dua tahun kasusnya belum selesai. Itu adalah kasus pemerkosaan seorang bocah SD oleh tetangganya di Kecamatan Sukodono.

Kasus itu dilaporkan pada 2020, namun hingga Juni 2022 belum ada kejelasan bagaimana proses hukumnya. Keluarga korban mulai putus asa dengan aparat penegak hukum. Ayah korban berencana melaporkan kasus itu ke kapolr karena meski sudah jadi perhatian Polda Jawa Tengah namun kasus ini tak jelas nasibnya.

Pergaulan Bebas

Korban dan keluarga merasa tak tenteram. Pelaku adalah tetangga sendiri dan kerap mengancam korban beserta keluarganya. Pelaku disebut-sebut memiliki afiliasi dengan suatu perguruan silat dan cukup terpandang.

Hingga kini polisi belum menetapkan tersangka, apalagi sampai menangkapnya. Pelaku bebas memengaruhi kondisi psikis korban dan keluarganya.  Kriteria lain yang jadi sorotan atas predikat kabupaten layak anak yang diterima Kabupaten Sragen adalah ihwal hak lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif.

Kriteria ini menyangkut sejumlah hal. Salah satuhnya persentase perkawinan anak. Angka pernikahan dini di Kabupaten Sragen dalam kurun 2019-2021 meningkat signifikan. Pada 2019, Pengadilan Agama Kabupaten Sragen menerima 151 permohonan dispensasi nikah.

Pada 2020 angkanya meningkat jadi 349 permohonan. Pada 2021 menjadi 363 permohonan. Artinya, pada 2021 tiap bulan rata-rata ada 30 anak di bawah umur di Kabupaten Sragen yang  menikah.

Data Pengadilan Agama Kabupaten Sragen menunjukkan salah satu faktor pendorong pernikahan anak adalah pergaulan bebas. Di luar itu, belum ada laporan atau penelitian soal penyebab tingginya angka pernikahan dini di Kabupaten Sragen.

Lazimnya ada faktor ekonomi dan pendidikan yang melatarbelakangi. Dari angka-angka tersebut terlihat sejauh mana efektivitas kebijakan dan regulasi yang dijalankan Pemerintah Kabupaten Sragen untuk menekan angka pernikahan dini.

Berdasarkan hasil studi, pasangan yang menjalani pernikahan dini rentan masalah. Mulai dari masalah kesehatan hingga ekonomi dan sosial. Hasil studi menjelaskan pasangan muda rentan mengalami gangguan mental karena ketidaksiapan menjalani beban dan tanggung jawab sebagai suami atau istri.

Dari segi kesehatan, kehamilan pada usia dini berisiko mengalami berbagai komplikasi yang membahayakan ibu dan janin. Anak berisiko mengalami stunting. Perkawinan anak juga meningkatkan risiko timbulnya masalah ekonomi yang berujung pada munculnya keluarga miskin baru.

Fenomena tingginya angka pernikahan dini tentu tak bisa diabaikan karena dampaknya bisa merambah ke banyak hal. Dari sini bisa ditarik benang merah bahwa pekerjaan Pemerintah Kabupaten Sragen untuk mewujudkan kabupaten yang benar-benar layak anak masih banyak.

Tentu ini butuh dukungan semua pihak, terutama aparat penegak hukum. Berilah hukuman seberat-beratnya kepada pelaku kejahatan seksual terhadap anak tanpa pandang bulu.



(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 20 September 2022. Penulis adalah jurnalis Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya