SOLOPOS.COM - Kamtini, 58, pedagang pecel asal Sukodono, Sragen, menangis kecewa dengan kebijakan Bupati Sragen yang kukuh melarang PKL berjualan di Alun-alun Sragen, Senin (19/2/2018). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Bupati Yuni tetap tak mengizinkan PKL berjualan di Alun-alun Sragen.

Solopos.com, SRAGEN — Sebanyak 10 orang pedagang kaki lima (PKL), penyedia jasa mainan anak, dan juru parkir di Alun-alun Sasana Langen Putra Sragen keluar dari ruang kerja Bupati Sragen sembari gigit jari dan menangis, Senin (19/2/2018).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Kendati mereka merengek-rengek dan bercucuran air mata, Bupati tetap tak mengizinkan mereka berjualan di Alun-alun Sragen.

Semula PKL berencana berunjuk rasa seperti yang mereka lakukan pada pekan lalu di depan Kantor Dinas Bupati Sragen. Keinginan mereka untuk demo pun dicegah karena Bupati Kusdinar Untung Yuni Sukowati dan Wakil Bupati (Wabup) Dedy Endriyatno bersama pimpinan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait bersedia menerima perwakilan para PKL di Kantor Dinas Bupati Sragen.

“Siapa pun yang bertamu dengan baik-baik pasti saya terima dengan baik. Kalau datang dengan demo yang menganggu ketertiban umum, saya tidak mau menerima meskipun saya ada di kantor. Bahkan sampai malam pun tidak mungkin saya terima,” ujar Yuni, sapaan Bupati.

“Kami minta maaf bila demo pekan lalu tak berkenan di hati Ibu Bupati. Kami hanya ingin bisa berjualan lagi di Alun-alun,” kata Sugimin, perwakilan PKL Alun-alun Sragen. (baca: Bersihkan Alun-Alun Sragen dari PKL, Bupati Yuni Kembali Ajak Dialog)

Permintaan maaf pun disusul dari Yatin, 48, pedagang sepatu asal Ngepringan, Jenar, Sragen. Ia mengeluh sudah tujuh bulan tak bisa berjualan sejak alun-alun divakumkan lantaran ada pavingisasi. Setelah proyek senilai Rp900 jutaan itu rampung mereka tak mendapat kabar untuk bisa berjualan lagi di Alun-alun.

“Kami mohon kelonggaran hati Ibu Bupati. Anak-anak saya butuh makan, butuh sekolah dan kuliah. Kami mohon bisa berjualan di Alun-alun. Kami memiliki beban utang di bank. Dulu kemi berjuang memilih Ibu, sekarang kami hanya memohon untuk berjualan di Alun-alun lagi,” ujar Yatin dengan suara terisak-isak seraya menyatukan kedua telapak tangannya seperti orang sembah sungkem.

Kamtini, 58, pedagang pecel asal Desa Weru, Sukodono, Sragen, hanya bisa menangis sejak memasuki ruang kerja Bupati. Air matanya seperti tak habis-habis selama hampir 30 menit berdialog dengan Bupati.

Keinginannya hanya bisa berjualan di alun-alun seperti tujuh bulan yang lalu. “Mohon ya Bu! Kami bisa berjualan di Alun-alun,” katanya singkat.

Tangis demi tangis didengar Yuni tapi dia tetap bergeming. Dia menyatakan Alun-alun Sasana Langen Putra Sragen harus tetap steril dari PKL, permainan anak, dan lainnya.

“Alun-alun akan ditata jadi ruang terbuka. Saya mohon maaf tidak mengumpulkan pedagang tetapi saya sudah mengundang pengurus paguyuban yang saya kira bisa menyampaikan kebijakan Pemkab kepada pedagang lainnya. Semua PKL dan permainan anak harus pindah ke utara dan selatan Stadion Taruna. Semua fasilitas disiapkan karena sudah ada dana Rp750 juta di APBD 2018,” ujar Bupati.

Bupati memerintahkan Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperkim) Sragen Zubaidi yang hadir untuk mempercepat pekerjaan penataan PKL di Stadion Taruna. Target penyelesaian pekerjaan yang dijadwalkan Mei maju menjadi 20 April 2018 sudah bisa ditempati.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya