SOLOPOS.COM - Wahyudi Anggoro (JIBI/Harian Jogja/Tri Wahyu Utami)

Wahyudi Anggoro (JIBI/Harian Jogja/Tri Wahyu Utami)

Kepedulian Wahyudi Anggoro Hadi terhadap dolanan anak di Dusun Pandes, tak hanya berimbas pada pelestarian, tapi juga peningkatan ekonomi warga. Sebagai investasi, ia mendirikan sekolah berbasis sampah untuk anak pra-TK. Baginya, anak dudu dolanan, tapi anak kudu dolanan [anak bukan mainan, anak harus bermain]. 

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sebuah pagi yang cerah, awal Juni lalu, keriuhan menghiasai bangunan beratap daun tebu, bertiang bambu. Dari kejauhan, lirih terdengar nyanyian gundul-gundul pacul cul gembelengan….” Lagu itu dilantunkan anak-anak sambil tepuk tangan diiringi keceriaan.

Setiap pagi, 46 anak itu belajar berhitung, bernyanyi, menari, menggambar dan membuat mainan tradisional. Mereka memang sengaja diajak kembali pada dunia anak sesungguhnya, yakni bermain. Konsep belajar Kelompok Bermain Among Siwi di Dusun Pandes, Panggungharjo, Sewon Bantul ini tak lepas dari peran pendirinya, Wahyudi Anggoro Hadi.

Yudi, begitu sapaan akrabnya, menyapa ramah Harian Jogja pagi itu. Yudi lalu mulai bercerita tentang Pandes, tanah kelahirannya. Pada pertengahan abad ke-18, Pandes dikenal sebagai penghasil dolanan (mainan tradisional) berbahan bambu dan kertas. Hasilnya dijual keliling ke Purworejo, Klaten dan Kebumen. Sebagian besar perekonomian masyarakat ditopang dari dolanan anak. “Saya pernah diajak jualan orangtua ke Purworejo, sampai nginep dua minggu,” kenangnya.

Tahun 1980-an, plastik dan elektronik masuk Pandes, menyisihkan dolanan anak. Perajin mulai surut. “Karena sepotong hidup kita dibiayai dari aktivitas membuat dolanan anak, kemudian hilang, eman-eman sekali,” kisahnya.

Sejak itulah, Yudi bertekad mengembalikan aktivitas itu dengan berbagai cara. Prosesnya dimulai sejak 1999, dengan sosialisasi. Tapi hasilnya kurang maksimal. Pasca gempa bumi 2006, kesadaran kolektif masyarakat tentang dolanan anak kembali muncul. Yudi berusaha mendorong warga melakukan perbaikan fisik dan mental. Di sela-sela itu, ia menyisipkan nilai pentingnya dolanan anak.

Tahun 2007, Yudi merangkul muda-mudi mendirikan Komunitas Pojok Budaya, yang pembangunan sekretariatnya menempati tanah kas desa. Komunitas ini memiliki beberapa sasaran penting terkait dolanan anak.

Pertama, menjadikan aktivitas dolanan anak sebagai destinasi wisata khusus edukasi. Hingga kini Pandes telah dikunjungi 4.000 orang dari sekolah hingga perguruan tinggi dari berbagai kota bahkan Tokyo, Jepang dan Amerika Serikat. “Kalau suatu saat nanti warga Pandes yang tidak peduli lagi dengan dolanan anak, paling tidak di tempat lain masih ada kegiatan seperti ini,” kata Yudi.

Kedua, redesign, memodifikasi dolanan anak dengan kreativitas melalui pendekatan alam. Misalnya dolanan otok-otok, tidak lagi dicat dengan pewarna sintetis, tapi murni dari bahan bambu berwarna natural.

Terakhir, revitalisasi. Komunitas merunut sejarah Pandes. Penelusuran ini mencengangkan, sebab dolanan anak tidak saja mengandung unsur kegembiraan, tapi terkait roh geografis, kreativitas, kemandirian dan kecerdasan. “Simbah-simbah kita sangat cerdas. Mereka menciptakan dolanan anak untuk menggembirakan, mengedukasi dan mengajarkan moral baik, terutama pada lagu-lagu dolanan, ini luar biasa,” ujar Yudi bersemangat. 

Sekolah Bayar Sampah

Yudi menilai, kelestarian dolanan anak ini mesti diteruskan hingga akhir hayat. “Kalau untuk seluruh orang di negara ini tidak mungkin, untuk dewasa sekitar Bantul saja rasanya sulit. Makanya, kita buat sistem pendidikan untuk usia dini, mereka disiapkan untuk 40 tahun ke depan.”

Komunitas tidak ingin membebani orangtua murid. Yudi kemudian memunculkan gagasan, dimana anak bisa belajar sambil bermain tapi dengan pembiayaan murah. Akhirnya ditentukan, sampah menjadi pengganti biaya sekolah.

Selain bernilai ekonomis bagi rumah tangga, lingkungan bersih, anak dekat dengan alam. Setiap anak diberi tiga kantong kresek, untuk menyimpan sampah kertas, plastik dan logam. Secara periodik, anak membayar iuran sekolah dengan sampah itu. Sampah lalu dikumpulkan, dijual oleh pengelola sekolah, hasilnya untuk biaya operasional dan bahan  alat peraga edukasi.

“Kami tidak menargetkan anak harus membawa sampah seberapa dan hari apa. Takutnya nanti malah mengajari mereka memulung atau sengaja membeli air mineral untuk dapat botol bekas,” kata Yudi.

Meski dengan dana minim, namun murid usia 2-4 tahun ini tetap dididik oleh guru profesional lulusan PGTK. Setiap minggu sekali, didatangkan tokoh seperti polisi, dokter, kiayi, romo, reporter, penari, pemusik, dosen hingga penyandang difabel dan pemulung sampah. Anak-anak dari berbagai daerah ini belajar keragaman supaya kaya perspektif.

Setiap hari, murid diajak menyantap makanan tradisional dan jus buah-sayur. Hari Sabtu, orangtua murid ikut masak besar misalnya opor, gulai, untuk dimakan bersama-sama. “Melatih mulut, anak-anak biar adaptasi dengan sesuatu yang baru,” kata bapak dua putri ini.

Tahun ini, kelompok bermain yang menempati pekarangan rumah Yudi ini meluluskan 15 anak. Yudi berencana membangun TK, mengingat biaya belum cukup, keinginan itu diurungkan sementara.

Yudi menilai keseriusan menggarap anak demi masa depan ini adalah proses. Meski tanpa dukungan pemerintah sekalipun, ia bersikeras tetap tegak berdiri di pojokan sejarah, jauh dari popularitas dan finansial. “Saya mencoba melakukan perlawanan terhadap industrialisasi pendidikan. Sampai kapan? Yang pasti saya mengikuti naik turun dinamika yang saya maknai sebagai proses,” tutup lelaki anti-televisi sejak 1996 ini.

BIODATA

Nama   : Wahyudi Anggoro Hadi

Lahir    : Bantul, Juli 1979

Istri     : Umi Haniyah



Anak    :

Nilna Arumi Lu’lu’i Alnida (3,2 tahun)

Nala Ulupi Fatia Elrahma (23 bulan)

Alamat    : Pandes, Panggungharjo, Sewon, Bantul

Pendidikan:

SD-SMA di Sewon Bantul

Fakultas Farmasi UGM (2008)

Kesibukan:

Pemilik Apotik Sewon (1996-sekarang)

Koordinator Komunitas Pojok Budaya Pandes (2007-sekarang)

Pendiri Kelompok Bermain Among Siwi (2011-sekarang)

Motto hidup:  “Aku harus melanjutkan hidup yang tidak dapat kulanjutkan ini, ibu menantikanku”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya