SOLOPOS.COM - Henokh Aldebaran Ngili

Henokh Aldebaran Ngili

Sejak usia 7 bulan, Henokh Aldebaran Ngili sudah “terpikat” wayang kulit. Di usia 2,5 tahun, ia memecahkan rekor MURI sebagai dalang termuda. Usia 3 tahun, ia meraih penghargaan Worlds of Wonders dari UNESCO. Tapi sesungguhnya, cita-citanya bukan menjadi dalang. 

Promosi Mabes Polri Mengusut Mafia Bola, Serius atau Obor Blarak

Penampilannya sederhana. Rambut gondrong, berbadan tegap dan besar. Kesan pertama kali bertemu Henokh, ia lelaki yang sudah sangat dewasa dan menyeramkan. Begitu bersalaman, ia ternyata hangat dan humoris. Usianya baru 17 tahun. Henokh bersekolah di SMA Kolese De Britto, Jogja, kelas 3.

Dulu, nama Henokh dikenal sebagai dalang cilik. Pentasnya bisa disaksikan di layar televisi lokal maupun nasional pada 1998-2004. Meski lahir di Jakarta, namun sebagian besar masa kecilnya dihabiskan di tanah kelahiran ibunya, Magelang.

Di sanalah, putra tunggal pasangan Dixzon Jonathan Ngili dan Wahyu Mahatmaningrum ini mulai mengenal wayang kulit. Konon, ketika usia 7 bulan, saat sakit demam, ia diantar pakdenya ke dokter.

Kebetulan lewat alun-alun yang sedang ramai pentas wayang kulit. Tangisnya hilang ketika mendengar dalang melakonkan wayangnya. “Begitu diajak jalan lagi, katanya aku rewel dan badanku panas lagi,” kisah Henokh tertawa.

Umur 2 tahun, ia kemudian mulai dikenalkan dalang Budi Sitepu yang hingga kini masih mengajarkan ndalang. Henokh belajar menggunakan wayang kardus. Meski masih kecil saat itu, Henokh sudah lancar membaca dan menghafalkan naskah wayang berbahasa Jawa.

Hingga usianya 2,5 tahun, ia berhasil memecahkan rekor MURI sebagai dalang termuda Indonesia. “Aku ingat, pas audisi sama Joshua [Joshua Suherman, penyanyi dan presenter cilik kala itu]. Sampai sekarang masih sering kontak dia,” tuturnya.

Sejak itu, Henokh mulai tenar. Ia manggung di berbagai daerah lokal Magelang hingga Jakarta. Di usia 3 tahun, penghargaan kembali disabet yakni World Of Wonders dari UNESCO pada 1998 sebagai pelestari kebudayaan Indonesia. Tak berhenti sampai di situ, pada 2000 kembali memecahkan rekor MURI sebagai dalang cilik pertama mengolaborasi wayang kancil dan wayang purwa.

Waktu itu aku belum paham penghargaan itu. Baru setelah SD, aku baca lagi, oh ini dari PBB berarti Internasional. Mamaku bilang, iki sangumu buat sekolah besok [ini uang sakumu untuk sekolah nanti],” kenangnya seraya menirukan perkataan ibunya. 

Berhenti

Lantaran ibunya bekerja sebagai wirausaha di Singapura, Henokh pindah sekolah saat kelas 2 SD ke Tanjung Pinang, Riau. Di sana, kegiatan mendalang berhenti total. Ia tidak bisa mengembangkan bakatnya karena lingkungan kurang mendukung.

Namun, dengan begitu ia mengaku betapa hidupnya merdeka tanpa popularitas. “Ternyata jadi anak sekolah biasa iu asyik, enggak diwawancarai wartawan, enggak masuk Televisi.”

Kelas 4 SD, ia pindah lagi ke Batam, yang notabene lebih dekat dengan Singapura. Di sana, Henokh mulai mengasah kembali keahliannya dengan masuk sanggar kesenian. Ia belajar karawitan. Karena prestasinya “dicium” beberapa teman, Henokh mulai merasa diasingkan teman-temannya. Ia pun berpindah haluan, fokus pada dunia taekwondo.

Hingga tamat SMP, Henokh sama sekali lepas dari dunia kesenian. “Aku sempat jadi jagoan di sekolah karena badanku besar,” katanya, tertawa lepas. 

Bebas

Demi kecintaannya pada dunia seni, Henock terbang ke Jogja melanjutkan studinya di SMA Kolese De Britto. Di sana, jiwa seninya kembali menyala-nyala. “Kenapa aku milih sekolah ini, karena di sini rambut bisa gondrong, boleh pakai kaos. Santai,” ujarnya, masih dengan senyumnya yang ramah.

Henokh langsung ikut kegiatan ekstrakurikuler karawitan. Mengetahui ia bisa ndalang, para guru memotivasinya supaya kembali bergiat di dunia pewayangan.

Pintu berkesenian terbuka lebar. Henokh berpentas di seluruh pelosok Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Pertengahan September 2012, ia akan pentas di lereng Merbabu mengusung lakon Dewa Ruci. “Lakon yang menjadi favorit saya, sebab Dewa Ruci tidak sembarangan dipentaskan, karena ceritanya menelanjangi orang. Lakon wejang.”

Kemahirannya mendalang ini memang tak diragukan lagi. Tapi ngomong-ngomong, apa cita-cita Henokh? “Aku ingin jadi dokter umum. Untuk itu aku ambil jurusan IPA. Dalang itu pelengkap. Belum tentu bisa menghidupi orang lain. Dalang bukan mata pencaharian, tapi untuk menghibur diri sendiri dan orang lain,” jawabnya tegas.

Menurutnya, menjadi dalang bukan soal dibayar kemudian selesai pentas. Tapi, ada sisi dimana dalang itu layaknya seorang guru memberikan wejangan, agar penonton memperoleh kepuasan batin. Ia memetik hikmah dari wayang, jika mengajarkan sesuatu pada orang lain, maka harus bisa menempatkan pada diri sendiri terlebih dahulu.

Dengan berprofesi sebagai dokter, aku punya gaji, sekaligus mengenalkan wayang pada banyak orang tanpa harus total menjadi dalang,” tutup Henokh, yang bersiap melanjutkan studi di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) ini. 

BIODATA:

Nama : Henokh Aldebaran Ngili



Lahir : Jakarta, 26 Mei 1995 

Orangtua:

Dixzon Jonathan Ngili

Wahyu Mahatmaningrum 

Pendidikan:

Kelas 3 IPA 3, SMA Kolese De Britto Jogja 

Pengalaman:

– Peraih Rekor MURI Dalang Termuda usia 2,5 tahun (1997)

– Peraih Rekor MURI sebagai dalang cilik pertama mengolaborasi wayang kancil dan wayang purwa (2000)

– Peraih Penghargaan World of Wonders dari UNESCO kategori pelestari kebudayaan Indonesia (1998)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya