SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Harjana, 65, perlu waktu sembilan tahun untuk menumbuhkan kesadaran warga Dusun Ketingan, Mlati, Sleman, untuk memelihara lingkungan mereka sebagai aset menjadi desa wisata. Kesabarannya tak sia-sia.

Membuka pikiran warga agar sadar wisata memang tidak mudah. Bagi Harjana, hal itu harus dilakukan bertahap hingga bertahun-tahun salah satunya adalah gerakan menjaga kelestarian burung kuntul (bangau) yang menjadi aset Dusun Kentingan sebagai Desa Wisata sejak 2002 lalu.

Promosi Mabes Polri Mengusut Mafia Bola, Serius atau Obor Blarak

Terlahir di Dusun Ketingan 19 Agustus 1946, Harjana melihat jika tempat lahirnya saat ini telah berkembang setelah keberadaan ribuan burung kuntul migran sejak 1997.

Keberadaan burung kuntul inilah yang telah mengundang banyak orang untuk melihat aktivitas burung tersebut yang hinggap di pepohonan, di pekarangan warga dan area persawahan hingga kemudian bertelur.  “Waktu itu ada kunjungan Sri Sultan HB X untuk meresmikan pengerasan jalan yang di danai secara swadaya oleh warga,” tuturnya.
 
Keberadaan burung kuntul ini pun lantas menarik, banyak tamu yang datang untuk menyaksikan burung kuntul, baik secara perorangan maupun dibawa oleh biro perjalanan tanpa permisi. Tak sedikit pula tamu datang dengan niat nakal, untuk sengaja berburu burung dengan cara ditembak.

Melihat kondisi riuh tersebut, muncullah keinginan Harjana untuk memanfaatkan kondisi ini sebagai peluang desanya sebagai objek wisata. Hingga suatu ketika, Dusun Ketingan didatangi Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Bapedalda dan Pusat Studi Pariwisata (Puspar) Universitas Gadjah Mada (UGM) untuk membantu mengembangkan sebagai desa wisata.

“Saya sangat senang ketika mereka [BKSDA, Bapedalda, dan Puspar UGM] datang kemari, ini sebagai momentum yang tepat sebagai peluang desa menjadi daerah wisata,” terang Harjana saat ditemui Harian Jogja di rumahnya pekan lalu.

Kedatangan tim pengembang wisata ke Dusun Ketingan ini, di sambut baik oleh Harjana dan warga. Bersama-sama warga, dirinya mencoba untuk memberikan pelayanan terhadap para pengembang wisata yang telah jauh hari ingin meneliti mengenai keberadaan burung kuntul di Ketingan.

“Saya mencoba berembug bersama warga untuk bersama-sama memberikan pelayanan homestay dan sambutan terhadap kedatangan tamu yang meneliti Dusun Ketingan, ternyata mereka cukup senang,” tambah Harjana.

Suatu gebrakan yang baru di lakukan oleh Harjana bersama warga Dusun Ketingan. Dirinya mencoba untuk memberikan fasilitas kepada tamu layaknya wisatawan yang berkunjung ke desa, dengan memberikan rumah peristirahatan yang diberikan secara sederhana.

Akhirnya 29 September 2002, Dusun Ketingan resmi di jadikan sebagai tempat pelestarian burung kuntul, karena merupakan satwa yang dilindungi dan tidak boleh ditembak. Serta pelayanannya yang baik dari warga sekitar menjadikan Dusun Kentingan sebagai Desa Wisata.

Komunikasi
Bersama-sama warga, Harjana memanfaatkan media komunikasi yang rutin di gelar setiap selapan atau 35 hari sekali di Balai Dusun Ketingan. Awalnya memang tak mudah. Namun pelan-pelan dalam setiap pertamuan warga, Harjana memberitahukan kepada warga cara-cara untuk memperlakukan tamu dengan berbagai ilmu yang diperolehnya dari berbagai sumber dan media.

“Selalu saya tekankan kepada warga untuk melakukan tiga S, senyum, salam, dan sapa. Ini adalah cara paling mudah yang dapat warga lakukan agar tidak kagok jika ada tamu yang berkunjung,” jelas Harjana.

Tak hanya itu saja, Harjana kerap menjadi jembatan antara warga dengan pihak yang ingin memberi kontribusi ilmu pariwisata di Dusun Ketingan. “Banyak mahasiswa yang lagi skripsi atau KKN yang datang ke sini, langsung saja saya pertemukan dengan warga di sini. Ternyata mereka dapat memberikan ilmu yang sangat berguna,” tambah Harjana.

Tali pertemanan serta komunikasi yang terjalin dengan baik ternyata sangat membantu mempromosikan desanya hingga luar Pulau Jawa. Cara yang diterapkan oleh Harjana ini di nilainya sangat efektif dalam menjaring tamu yang akan berkunjung ke Ketingan untuk berlibur.

Melalui pertemanan ini, tamu yang datang pun datang dengan jumlah yang cukup banyak. Bahkan dirinya pernah menerima tamu hingga mencapai angka 250 orang yang menjadi tamunya.

Saat ini sebagai Ketua Pengelola Desa Wisata Ketingan, Harjana di percaya untuk memilah masukan yang nantinya akan dipergunakan dalam program wisata. “Ya ini sudah menjadi tanggungjawab saya untuk mengemban amanah sebagai Ketua Pengelola, hal ini harus di jalankan dengan penuh rasa ikhlas, tanpa ada rasa kepentingan pribadi,” ungkap Harjana.

Inovasi
Di tengah persaingan pariwisata yang kian ketat, Harjana menyadari jika Ketingan harus berinovasi di dalam memberikan pelayanan dan fasilitas agar tetap dapat mempertahankan pasar dalam menjaring tamu.

Salah satunya adalah dengan cara pengenalan tradisi yaitu Kenduri, Jatilan, Wiwit, serta Gejok Lesung di gelar guna memberikan nuansa baru kepada tamu yang berkunjung agar terhibur. Selain itu, pengunjung pun dapat menikmati panorama sawah dan turun langsung bertindak sebagai petani.

“Di tengah persaingan, Dusun Ketingan harus berinovasi dalam pariwisata. Banyak aset tradisi yang masih dapat dimanfaatkan,” jelas Harjana.

Tak hanya itu saja, Harjana juga merancang beragam program pariwisata antara lain outbond di areal persawayan dan tanam pohon. Harjana memberikan kesempatan kepada pengunjung untuk menanam langsung tamanan, yang nantinya akan diadopsi oleh warga Kentingan.

Melalui inovasinya, di 2008, Harjana mendapatkan penghargaan Menteri Kehutanan RI, sebagai Kader Konservasi Alam Terbaik Tingkat Provinsi dalam rangka Lomba Penghijauan dan Konservasi Alam.

Saat ini Harjana juga mewacanakan untuk membuat jaringan pariwisata yang letaknya berdekatan dengan Ketingan. Diawali dari kedatangan tamu yang berkunjung di wisata fauna di Ketingan, kunjungan akan di lanjutkan untuk memcari oleh-oleh kerajinan bambu di Dusun Sendari.

Setelah mendapatkan kerajinan di tempat yang tidak terlalu jauh, kemudian tamu dapat melanjutkan wisata ikan air tawar di daerah Mina Kepis, yang kemudian di teruskan mampir ke Jodag untuk menikmati keunggulan batik khas daerah Sleman. Program kunjungan itu ditarget Harjana terlaksana pada 2012. Berkat inovasi serta kegigihannya, Harjana juga dipercaya sebagai Ketua Paguyuban Desa Wisata di Kabupaten Sleman. Hampir sebanyak 36 Desa Wisata yang ada di Sleman saat ini, berada di bawah pantauannya.(Wartawan Harian Jogja/Garth Antaqona)

HARJO CETAK

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya