SOLOPOS.COM - Ilustrasi physical distancing. (Freepik)

Solopos.com, SOLO – Imbauan jaga jarak fisik (physical distancing) dan sosial yang disampaikan pemerintah Indonesia pada kenyataannya sulit diterapkan. Apalagi bagi masyarakat yang tinggal di pedesaan, khususnya di Jawa.

Langkah social distancing (pembatasan sosial) yang terakhir berubah nama menjadi physical distancing (pembatasan fisik) berdampak besar bagi aktivitas masyarakat. Jaga jarak sosial berarti seseorang harus membatasi kegiatan bersosial dengan masyarakat sekitar.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Itulah sebabnya sejak awal pemerintah mengubah kegiatan belajar mengajar dari tatap muka ke kelas online. Bahkan para pekerja diimbau bekerja dari rumah.

Tiba di Kota Solo, Pemudik Akan Langsung Dikarantina

Pada intinya physical distancing menghendaki masyarakat menghindari aktivitas yang menimbulkan kerumunan. Tetapi, masih banyak orang yang melakukan aktivitas di luar rumah, bahkan ikut berkerumun.

Sosiolog UNS Solo, Dr. Drajat Tri Kartono, mengatakan social distancing bermakna memisahkan individu dari kerumunan. Istilah social distance biasa dipakai sosiolog untuk menekankan status sosial individu.

Bupati Wonogiri: Lockdown Kampung Bukan Solusi Cegah Corona

“Nah istilah social distancing ini muncul dan digunakan oleh mereka yang bergerak di dunia kesehatan untuk menghimbau masyarakat terkait dengan wabah Covid-19. Supaya masyarakat bisa memberikan jarak antar individu dan penularan bisa dicegah” terang Dr. Drajat dalam siaran pers yang dikutip Solopos.com, Senin (30/3/2020).

Drajat menilai langkah jaga jarak sosial atau pembatasan fisik (physical distancing) yang merupakan imbauan resmi dari WHO perlu disosialisasikan dengan baik. Sebab, tingkat kesadaran dan budaya masyarakat Indonesia tidak sama dengan rakyat negara lain.

Ini Wujud APD Jas Hujan Karya FK UNS Solo

Budaya Pekewuh

Menurutnya, latar belakang budaya Indonesia yang kuat membuat langkah jaga jarak sosial sulit diterapkan. Dia mencontohkan budaya pekewuh yang mendarah daging di kultur masyarakat Jawa, khususnya di Kota Solo, menjadi salah satu kendala.

“Sikap pekewuh yang melekat dalam mayoritas warga Solo membuat mereka tetap menghadiri kegiatan berkelompok. Salah satunya kegiatan rewang, atau hajatan di desa,” sambung Drajat.

Jekek: Pemudik Wonogiri Belum Tentu Bawa Virus Corona

Selain itu, beberapa ritual ibadah masih dilakukan bersama tanpa jaga jarak sosial dengan memegang teguh kepercayaan akan dilindungi Tuhan. Padahal pemerintah sudah mengimbau warga melakukan semua kegiatan di rumah.

Dr Drajat menilai peran tokoh masyarakat sangat berpengaruh untuk menyosialisasikan langkah jaga jarak sosial. Dia menegaskan kebijakan itu bakal sukses jika ada solidaritas di kalangan masyarkat.

“Solidaritas menjadi hal penting untuk saat ini. Tim medis berupaya untuk mengobati. Pemerintah berusaha melakukan pencegahan dengan berbagai kebijakan dan tindakan. Serta masyarakat yang proaktif mendukung kebijakan,” tandasnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya