MEDAN — Tingginya korupsi yang mengganggu iklim berbisnis di Indonesia antara lain dipengaruhi sulitnya pelaku usaha mendapatkan pasok listrik. Padahal kemudahan mendapatkan listrik itu berpengaruh pada kemudahan berbisnis yang pada gilirannya memacu pertumbuhan ekonomi,
Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi
Sorotan itu dikemukakan Dadang Trisasongko, Sekretaris Jenderal Transparansi Intenasional Indonesia dalam konferensi pers Third Senior Officials’ Meeting (SOM 3) Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) di Hotel Santika Dyandra Medan, Senin (24/6/2013). Konferensi pers itu digelar seiring pelaksanaan SOM 3 APEC, Sabtu (22/6/2013) hingga 6 Juli 2013.
Dadang menyebutkan dalam survei terakhir, peringkat kemudahan berbisnis Indonesia berada pada posisi ke-128 dari ke-185 negara di dunia. Dibandingkan dengan negara Asean, Indonesia hanya lebih baik dari Filipina yang berada pada peringkat ke-138.
Sementara jika dibandingkan dengan Malaysia pada peringkat ke-12, Thailand pada peringkat ke-18 dan Vietnam pada peringkat ke-99, Indonesia jauh tertinggal. Indonesia hanya lebih baik dari Brazil ke-130, dan India ke-132.
“Faktor yang menyebabkan indeks bisnis adalah salah satunya kemudahan mendapatkan listrik. Negara-negara dengan ranking yang lebih baik itu memiliki peluang pertumbuhan ekonomi yang lebih besar karena kemudahan berbisnis,” tuturnya.
Sanksi akibat praktik suap dan korupsi yang dilakukan oleh sektor swasta belum diadopsi oleh Indonesia di dalam UU Tipikor sebagai sebuah tindak kejahatan. Padahal, mendorong sektor swasta agar antikorupsi itu penting.
“Korupsi di swasta seperti apa, misalnya tender, banyak antarswasta saja, banyak sektor swasta yang menjalankan fungsi-fungsi kepentingan publik, praktik suap untuk memenangkan tender antar sektor swasta sendiri,” ujarnya.
Menyadari kemudahan mendapatkan listrik itu berpengaruh pada kemudahan berbisnis yang pada gilirannya memacu pertumbuhan ekonomi, PT PLN menegaskan komitmen untuk memudahkan akses publik mendapatkan listrik.
Direktur Utama PT PLN (Persero) Nur Pamudji mencontohkan terdapat dua macam praktik korupsi yakni korupsi kecil-kecilan dan korupsi besar. Praktik korupsi kecil-kecilan misalnya ketika masuk ke kantor PLN langsung bertemu dengan calo agar urusan bisa diselesaikan dengan mudah.
Namun, dia mengakui, praktik tersebut sudah dihilangkan sejak Dahlan Iskan menjabat sebagai Direktur Utama PLN. Saat ini, PLN sudah membangun teknologi informasi untuk penyambungan listrik dan menyediakan call center 123 agar pengurusan bisa dilakukan secara langsung tanpa perantara.
“Sambungan listrik cukup melalui telepon atau website secara langsung, isi formulir online, biaya juga jelas terpampang secara online,” kisahnya.
Sedangkan praktik korupsi yang tergolong besar di PLN, kata dia, misalnya pembelian trafo dan suku cadang yang harganya bisa mencapai miliaran rupiah. Biasanya pembelian barang tersebut dilakukan melalui perantara.
Menurutnya, pembelian trafo dan suku cadang secara langsung kepada produsennya dinilai lebih murah 30% dari harga melalui perantara. Dia mencontohkan, harga trafo yang ditawarkan RP100 miliar bisa turun menjadi Rp60 miliar bahkan hingga Rp40 miliar bila dilakukan lelang kepada produsen.
“Misalnya ketika pembelian spare part di Sumut, kita hanya memilih dari perusahaan yang memang memproduksi spare part, dengan cara itu maka tentu saya berharap pembelian PLN akan lebih efisien,” tegasnya.