SOLOPOS.COM - Koran Solopos edisi Senin (4/1/2021).

Solopos.com, SOLO--Koran Solopos Hari Ini edisi Senin (4/1/2021) mengulas tentang harga kedelai tetap mahal seusai produsen tahu tempe mogok.

Sebanyak 160.000 produsen atau pengrajin tahu tempe di Indonesia mogok produksi selama tiga hari, Jumat-Minggu (1-3/1/2021). Meski mogok usai, harga kedelai tak kunjung turun.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Asyiknya Jalan-Jalan Ke Batu Love Garden, Taman Wisata Penuh Bunga

Harga per 1 kg kedelai sekarang berkisar Rp9.500. Di laman harga-jateng.org, Minggu, harga kedelai kuning lokal Rp9.600/kg. Sedangkan harga kedelai lokal ini sempat membumbung tinggi hingga Rp12.000/kg pada Oktober 2020.

Selengkapnya baca E-paper Solopos.

Kian Manis di Tengah Gerusan Pandemi

Para pengunjung lalu lalang di lorong Pasar Jamu Nguter. Mereka melewati deretan kios jamu yang menyediakan beragam jenis jamu dengan berbagai merek. Sebagian besar jamu kemasan dipajang di etalase kaca di setiap kios. Sementara empon-empon atau tanaman obat disimpan di keranjang yang terbuat dari anyaman bambu.

Para pedagang menawarkan beragam jenis jamu kepada pengunjung pasar yang melewati kiosnya. Mereka duduk di kursi di depan kios sembari menunggu pembeli yang berbelanja jamu kemasan maupun empon-empon. Permintaan empon-empon sempat melonjak tajam saat awal pandemi Covid-19 pada akhir Maret 2020. Empon-empon seperti temulawak, jahe, dan kunyit mampu meningkatkan imunitas tubuh terhadap virus.

Masyarakat memburu empon-empon yang berkhasiat menjaga sistem imun tubuh dari paparan virus. Dengan meminum ramuan herbal itu, kesehatan tubuh lebih terjaga. Setelah sembilan bulan lebih berjalan kini permintaan empon-empon masih tergolong tinggi kendati tak seperti awal masa pandemi Covid-19.

“Masih banyak masyarakat yang mencari jahe, temulawak dan kencur setiap hari. Mungkin karena pandemi Covid-19 belum berakhir ditambah jumlah pasien positif kian bertambah. Masyarakat ingin menjaga imunitas tubuh dengan mengonsumsi minuman herbal,” kata seorang pedagang jamu dan empon-empon di Pasar Jamu Nguter, Supri, saat berbincang dengan Espos, Sabtu (2/1/2021).

Selengkapnya baca E-paper Solopos.

Contra Flow Bikin Macet Jl.Slamet Riyadi

Sejumlah pengguna jalan mengeluhkan macetnya Jl. Slamet Riyadi saat akhir pekan Sabtu-Minggu (2-3/1/2020).

Penumpukan kendaraan ditengarai akibat jalur contra flow yang mengurangi jumlah lajur kendaraan roda empat. Seorang warga Kelurahan/Kecamatan Serengan, Nur Handayani, 34, mengaku macet terjadi saat jam-jam tertentu dan memanjang hingga 2 kilometer. Ia menilai kebijakan jalur contra flow untuk bus Batik Solo Trans (BST) sangat tidak efektif dan harus dievaluasi.

Bikin Merinding Hingga Bawa Hoki, Ini Mitos Di Balik 5 Jenis Burung

Pemerintah Kota (Pemkot) Solo harus menimbang kajian pemanfaatannya. “Apakah benar bermanfaat? Kalau hanya memutar Kota Solo itu enggak seberapa jauhnya. Penumpang juga saya rasa tidak keberatan menyeberang di Jl. Slamet Riyadi. Jalur ini enggak memangkas waktu yang terlalu banyak juga. Saya lihat penumpangnya juga jarang. Masak harus menunggu terjadinya kecelakaan lalu lintas baru ada evaluasi,” kata dia, kepada Espos, Minggu sore.

Selengkapnya baca E-paper Solopos.

Satgas Berharap Pada Vaksin

Satuan Petugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Solo akhirnya mencatat kumulatif kasus persebaran virus Corona melampaui 5.000 orang, tepatnya 5.060. Penjabarannya, 3.413 pulang/sembuh, 1.114 isolasi mandiri, 266 rawat inap, dan 267 meninggal dunia. Penambahan 190 orang terjadi hanya dalam tempo dua hari tepatnya pada Sabtu-Minggu (2-3/1/2021). Dalam dua hari itu pula terdapat 10 orang yang meninggal dunia.

Ketua Pelaksana Satgas Penanganan Covid-19 Solo, Ahyani, mengaku lonjakan kasus terus terjadi sejak September hingga saat ini. Penambahan dalam sehari yang semula satu digit terus stabil di angka dua digit kemudian di atas seratusan orang atau tiga digit. Ia mengakui tak ada fase gelombang dalam perkembangan kasus Covid-19 di Kota Bengawan. Temuan kasus tidak pernah menunjukkan laju penurunan.

“Kalau di negara lain mungkin ada gelombang pertama, kedua, yang semula melonjak kemudian turun lalu melonjak lagi kan ciri ada gelombang-gelombangnya. Sepertinya di kita, termasuk di Solo tidak ada. Satu-satunya harapan terakhir kami pada vaksin. Selain, masyarakat tetap menerapkan protokol kesehatan. Tapi, semakin lama Pandemi berlangsung, masyarakat justru semakin abai,” kata dia, saat dihubungi Espos, Minggu sore.

Selengkapnya baca E-paper Solopos.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya