SOLOPOS.COM - Harian Solopos edisi Jumat (13/5/2022).

Solopos.com, SOLO — Pemerintah pusat mewajibkan pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) 100% di sekolah dengan tingkat vaksinasi guru dan tenaga kependidikan di atas 80%. PTM dilakukan dalam durasi penuh dengan pembukaan kantin dan kegiatan ekstra kurikuler.

Hal ini berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB Empat Menteri) Nomor 01/KB/2022, Nomor 408 Tahun 2022, Nomor HK.01.08/MENKES/1140/2022, Nomor 420-1026 Tahun 2022 tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

SKB diterbitkan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek). Menteri Agama (Menag), Menteri Kesehatan (Menkes), dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri).

Pada penyesuaian keenam dalam SKB, penyelenggaraan PT dilaksanakan berdasarkan level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang ditetapkan pemerintah pusat. Selain itu, PT berdasarkan capaian vaksinasi pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) serta warga lanjut usia (lansia).

Baca juga: SKB 4 Menteri Keluar, Orangtua Bisa Memilih Anak Sekolah PTM atau PJJ

“Penetapan level PPKM masih diatur melalui Instruksi Menteri Dalam Negeri yang disesuaikan berkala,” jelas Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Sekjen Kemendikbudristek) Suharti di Jakarta, Rabu (11/5/2022), yang dirilis melalui laman kemdikbud.go.id.

Satuan pendidikan (sekolah) yang berada pada PPKM level 1 dan level 2 dengan capaian vaksinasi PT di atas 80% dan lansia di atas 60% diwajibkan menyelenggarakan PTM 100% setiap hari dengan jam pembelajaran (JP) sesuai kurikulum.

Sedangkan satuan pendidikan dengan capaian vaksinasi PTK di bawah 80% dan lansia di bawah 60% juga diwajibkan menyelenggarakan PTM 100% setiap hari dengan durasi pembelajaran paling sedikit enam JP. Selengkapnya di halaman depan Harian Solopos edisi Jumat (13/5/2022).

Bertaruh Keselamatan dalam Kesenangan Sepur Kelinci

BOYOLALI — Duka menyelimuti keluarga Ida Kumala Sari, 30, setelah insiden kereta kelinci maut di jalan Andong-Nogosari Dukuh Tegalrejo, Desa Sempu, Andong, Boyolali, pada Rabu (11/5/2022). Ida meninggal dunia bersama putranya, Tama, yang baru berusia empat tahun, Kamis (12/5/2022).

Rumah orang tua Ida di Dukuh Cepoko, Desa Sangge, Klego, Boyolali, tersebut didatangi warga melayat. Ibunda Ida, tak berhenti menangisi kepergian anaknya. Di teras depan, seorang, laki-laki berkaus hitam menatap kosong orang-orang yang datang. Sesekali dia menangis.

Dia adalah Muhammad Fatoni, suami Ida dan ayah dari Tama. Kereta kelinci menjadi sarana hiburan sekaligus ancaman. Kanit Gakkum Satlantas Poles Boyolali, Ipda Budi Purnomo, mengatakan kereta kelinci maut itu adalah truk boks Isuzu berpelat nomor H-1439-SMG yang dimodifikasi.

Baca juga: Tetap Eksis Meski Dilarang, Benarkah Bisnis Kereta Kelinci Menjanjikan?

“Selain korban dua meninggal dunia, ada pula tiga orang yang mengalami luka ringan,” kata Budi, Rabu. Kasus ini menjadi pengingat bahwa bahaya selalu mengintai kendaraan modifikasi yang jauh dari standar keamanan. Padahal, umumnya kereta kelinci digunakan untuk mengangkut ibu-ibu dan anak-anak, dan jalan kampung hingga jalan raya.

Rabu, kereta kelinci maut itu mengangkut 22 penumpang. Petaka terjadi sat kereta kelinci berjalan dari arah utara ke selatan atau dari Sempu ke jalan kampung. Medan di kawasan itu bergelombang dan berbukit. Sangat rentan bagi kendaraan yang tak sesuai standar.

Maret lalu, Satlantas Polres Boyolali telah melarang kereta kelinci melintas di jalan protokol atau jalan raya. Alasannya jelas, kereta kelinci tidak sesuai dengan standar nasional Indonesia (SND) keselamatan dan keamanan kendaraan. Kecelakaan itu juga kembali menggugah kesadaran akan bahaya kereta kelinci di jalan raya. Selengkapnya di halaman depan Harian Solopos edisi Jumat (13/5/2022).

Perlu Dialog Konsep CFD

SOLO — Kebijakan soal aktivitas yang melibatkan banyak orang seperti car free day (CFD) di Solo mestinya melibatkan publik untuk berdiskusi.

Pengajar Fakultas Seni Rupa dan Desain dari Universitas Sebelas Maret (UNS), Andi Setiawan, menjelaskan idealnya Pemkot Solo dalam menentukan kebijakan publik menyediakan ruang diskusi dengan pihak-pihak berkepentingan, di antaranya pedagang kaki lima (PKL), pemilik kantor di sekitar JI Slamet Riyadi, dan wakil warga sebagai pengguna CFD Solo.

“Nah negosiasi dan diskusi itulah yang menentukan bentuknya seperti apa. Pedagang merasa diakomodasi. Pemilik kantor ada jaminan bahwa PKL di lahan parkir tak merusak (fafilitas). Misalkan anti terjadi sesuatu bagai mana tindak kanjutnya? Apakah Pemkot Solo (bertanggungjawab)? Apakah pedagang? Atau seperti apa?” jelasnya saat dihubungi Solopos, Kamis (12/5/2022).

Baca juga: Lokasi CFD Solo Tak Berubah, Warga Disarankan Pakai Bus BST

Menurut dia, ruang diskusi dan negosiasi sepertinya belum dilakukan Pemkot Solo dengan para pihak berkepentingan Padahal proses itu penting supaya tidak teriadi masalah saat CFD.

“Dalam konteks CFD wajar pedagang punya kekhawatiran. Maka, proses diskusi dan negosiasi harus dilakukan. Penting proses diskusi sebelum kebijakan dilaksanakan,” kata Andi Setiawan.

Dia belum bisa menyebut konsep baru CFD dengan zonasi bakal efektif atau tidak. Andi tidak memiliki pengalaman di CFD sebagai pedagang maupun pengalaman berdiskusi dengan PKL di CFD Solo. Pedagang seharusnya yang memiliki gambaran tersebut.



“Misalkan nanti digulirkan mungkin bisa dievaluasi tiga sampai empat kali gelaran CFD ya. Bayangan saya dengan model itu bisa efektif tergantung zonasinya seperti apa? Apakah berdasarkan jenis dagangan atau apa,” ujar Andi. Selengkapnya di halaman Soloraya Harian Solopos edisi Jumat (13/5/2022).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya