SOLOPOS.COM - Harian Solopos edisi Rabu (16/3/2022).

Solopos.com, SOLO 56 tahun lalu, tepatnya 16-18 Maret 1966, Kota Solo mengalami bencana banjir bandang. Kejadian itu menjadi bagian sejarah pilu masyarakat Kota Bengawan. Bencana banjir tersebut disebut sebagai banjir paling parah yang dialami warga Solo.

Sekitar 9 kilometer persegi wilayah Solo tergenang air dengan ketinggian rata-rata dua meter. Berdasarkan Peta Banjir 1966 FS DRIP Kota Surakarta diketahui banjir menggenangi hampir tiga perempat wilayah Solo. Pusat-pusat perekonomian dan pusat pemerintahan lumpuh.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Wilayah terdampak banjir meliputi Kecamatan Pasar Kliwon, Jebres, Serengan, dan Kecamatan Banjarsari. Banjir besar Solo yang terjadi pada 1966 itu nyatanya beberapa kali terulang dalam beberapa tahun berikutnya, meskipun tidak sebesar dan separah peristiwa 1966. 

Setiap kali musim penghujan tiba, warga yang tinggal di dekat Sungai Bengawan Solo maupun anak sungai yang mengalir di perkotaan selalu dilanda kecemasan karena menjadi langganan banjir.

Baca juga: Ngerinya Banjir Besar di Solo Maret 1966, Puluhan Nyawa Melayang

Solopos Media Group menggelar Obrolan Refleksi 56 Tahun Banjir Bandang Solo di Taman Jogo Kali, Kelurahan Pucangsawit, Kecamatan Jebres, saat, Selasa (15/3/2022). Hadir dalam diskusi Mantan Wali Kota Solo, F.X Hadi Rudyatmo (dari kanan);  Penulis skripsi Banjir Bengawan Solo Tahun 1966: Dampak dan Respons Masyarakat Kota Solo dari Jurusan Ilmu Sejarah UNS Solo tahun 2009, Ridho Taqobalallah; Kepala Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu (SNVT) Pelaksanaan Jaringan Sumber Air (PJSA) Bengawan Solo, R. Panji Satrio.

Rudy, sapaan Mantan Wali Kota Solo, merupakan salah satu saksi hidup banjir bandang tersebut. Waktu itu, Rudy menginjak delapan tahun mendiami rumah di Kelurahan Kestalan, Kecamatan Banjarsari. Jarak rumah dengan mulut Kali Pepe sekitar 209 meter 

Banjir yang merendam rumahnya membuat dia mengungsi ke Rumah Sakit Kadipiro yang kini merupakan bangunan mangkrak. Dia mengisahkan kondisi Solo yang mengalami porak poranda. Berita selengkapnya bisa dibaca di halaman depan Harian Solopos edisi Rabu (16/3/2022).

Pemerintah Pilih Subsidi Minyak Murah

JAKARTAPemerintah berencana memberikan subsidi minyak goreng Rp14.000 per liter dan menerapkan harga minyak goreng kemasan sesuai nilai keekonomian. Alih-alih menindak pelaku dugaan praktik kebocoran dan mafia, pemerintah memilih memberikan subsidi.

Namun, belum jelas apakah Rp14.000 per liter itu merupakan harga eceran tertinggi (HET) atau nilai subsidi yang akan diberikan. Hingga saat ini, HET minyak goreng curah ditetapkan senilai Rp11.000 per liter atau di bawah nilai rencana subsidi tersebut.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan, keputusan tersebut memperhatikan situasi global, yaitu kenaikan harga komoditas, termasuk minyak nabati. “Pemerintah akan menyubsidi harga minyak sawit curah Rp14.000 per liter. Subsidi akan diberikan berbasis kepada BPDP-KS [Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit],” kata Airlangga dalam konferensi pers daring di Kantor Presiden, Selasa (15/3/2022). Berita selengkapnya bisa dibaca di halaman depan Harian Solopos edisi Rabu (16/3/2022).

Baca juga: Pemerintah Umumkan Beri Subsidi Minyak Goreng Curah Rp14.000 per Liter

Banjir Berulang dan PR Relokasi

SOLOKota Solo memiliki permasalahan banjir yang tak kunjung usai. Banjir paling parah terjadi pada Maret 1996 yang membuat Kota Solo terendam air khususnya Solo bagian timur dan Kali Pepe.

Ekonomi serta transportasi Kota Solo lumpuh beberapa hari karena lumpur bekas banjir sulit dihilangkan pada waktu itu. Kekhawatiran akan banjir bandang terus menghantui warga Solo sebab terjadi bencana banjir setelah kejadian 1996.

Beberapa kejadian banjir yang tercatat, yakni Maret 1968, Maret 1973, Februari 1974, Maret 1975,  Februari 1993, Desember 2007, pada 2011, 2013, 2015, awal 2016, dan yang terbaru baru Januari 2022.

Sejumlah faktor menjadikan Kota Solo sebagai daerah rawan banjir, yakni letak geografis di wilayah depresi atau cekungan. Dulunya sejumlah wilayah Solo merupakan rawa yang berkembang menjadi kota. 

Baca juga: Eks Wali Kota Rudy Saksi Hidup Banjir Besar Solo 1966, Ini Kisahnya

Selain itu, perubahan iklim yang mengakibatkan hujan ekstrim, perubahan guna lahan untuk pemukiman sehingga resapan air berkurang, sejumlah anak sungai yang melintasi Kota Solo, dan daya dukung lahan kota yang semakin terbatas dengan adanya pembangunan, serta faktor perilaku masyarakat.

Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (BBWSBS) mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan sumber daya air di wilayah sungai yang meliputi perencanaan, pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan dalam rangka konservasi dan pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak air pada sungai, pantai, bendungan, danau, situ, embung, dan tampungan air lainnya, irigasi, rawa, tambak, air tanah, dan air baku serta pengelolaan drainase utama perkotaan tak bisa bekerja sendiri. Berita selengkapnya bisa dibaca di halaman Soloraya Harian Solopos edisi Rabu (16/3/2022).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya