SOLOPOS.COM - Harian Solopos Edisi Rabu (27/10/2021).

Solopos.com, SOLO — Kasus meninggalnya salah satu mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) setelah mengikuti diklat yang diselenggarakan Resimen Mahasiswa (Menwa) menunjukkan ada sistem yang tidak beres dalam organisasi itu.

Harian Solopos edisi Rabu (27/10/2021) mengangkat headline terkait perlunya penghapusan militerisme di dunia kampus.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Hapus Militerisme di Kampus

SOLO-Wajah Resimen Mahasiswa (Menwa) dalam sorotan setelah kasus meninggalnya Gilang Endi Saputra, peserta diklat Korps Mahasiswa Siaga (KMS) Batalyon 905 Jagal Abilawa UNS. Polisi menemukan tanda-tanda kekerasan.

Peristiwa ini dinilai menunjukkan ada sistem yang tidak beres dalam organisasi itu. Hal itu disampaikan Kepala Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian Universitas Gadjah Mada (UGM), Najib Azca, kepada Espos, Selasa (26/10/2021). Najib mengatakan Menwa di masa depan perlu diletakkan dalam kerangka pendidikan kampus.

Ekspedisi Mudik 2024

Baca Juga: Dosen UGM Komentari Kasus Menwa UNS Solo: Hapus Militerisme di Kampus!

Menwa, imbuh Najib, tak bisa lagi mempertahankan pendekatan militeristik seperti halnya saat Orde Baru. “Organisasi bercorak militeristik sudah tidak relevan dengan konteks menghidupkan iklim kampus yang demokratis,” ujar pengajar senior di Departemen Sosiologi UGM itu.

Pascareformasi, posisi Menwa sebenarnya telah dibebaskan dan iklim militeristik dengan keluarnya Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri, yakni Menteri Pertahanan Keamanan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, serta Menteri Dalam Negeri. Kebijakan itu membuat Menwa menjadi unit kegiatan mahasiswa (UKM) di bawah penguasaan kampus.

Namun, pendekatan militeristik dalam Menwa dihidupkan kembali oleh Kementerian Pertahanan pada 2015. Organisasi itu kembali di bawah komando tentara. Najib mengatakan Menwa perlu mengembangkan kegiatan yang nirkekerasan jika masih ingin mendapat tempat di kampus maupun masyarakat umum.

Baca Juga: Tuntut Usut Kasus Diklat Maut Menwa UNS, Mahasiswa Gelar Aksi 100 Lilin

“Kalau tidak segera berbenah, saya khawatir keberadaan Menwa justru melestarikan budaya kekerasan dan otoritarianisme,” paparnya.

Masih di halaman depan, Harian Solopos menyajikan berita terkait syarat tes PCR bagi pelaku perjalanan.

Tarif Tes PCR Rp300.000, Belum Menyelesaikan Masalah

JAKARTA — Syarat wajib tes PCR bagi pelaku perjalanan terus dikritik meski Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan penurunan tarf menjadi Rp300.000. Selain memberatkan, wajib tes PCR dinilai tak berbasis riset dan rawan permainan.

Epidemiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Bayu Satria Wiratama mengkritik penggunaan uji usap antigen dan PCR sebagai syarat perjalanan domestik. Pasalnya, uji antigen ataupun PCR tidak efektif apabila dilakukan tanpa pemeriksaan lanjutan, misalnya pelacakan kontak erat.

Baca Juga: Jadi Syarat Naik Pesawat, Jokowi Minta Harga Tes PCR Jadi Rp300.000

“Bagi saya, itu langkah sia-sia dan selama ini Satgas [Penanganan Covid-19] tidak pernah juga melakukan evaluasi atau studi untuk membuktikan bahwa penggunaan antigen atau PCR itu efektif mencegah penularan [Covid-19] lintas daerah,” jelasnya, Selasa (26/10/2021).

Persyaratan uji antigen dan PCR tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) No. 53/2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Dalam aturan tersebut, penumpang pesawat wajib melakukan uji PCR sebelum melakukan perjalanan. Sementara itu, penumpang transportasi darat dan laut mesti melakukan uji usap antigen.

Bayu mengungkapkan uji usap antigen ataupun PCR tidak memastikan seseorang tidak terinfeksi Covid-19, meskipun hasilnya negatif. Ini karena efektivitas pengujian masih cukup lemah.

Baca Juga: Tes PCR Bakal Jadi Syarat Wajib Semua Transportasi, Segini Harganya

“Karenanya yang lebih penting adalah vaksin dan memakai masker serta sirkulasi udara yang baik,” jelasnya seperti dilansir melalui laman ugm.arc.id.

Efektivitas aturan tersebut juga berhubungan dengan minimnya riset mengenai risiko penularan Covid-19 saat menggunakan transportasi publik.

Sementara di halaman Soloraya, Harian Solopos mengusung berita terkait perlunya kewaspadaan terhadap potensi banjir seiring datangnya musim hujan.

Ganjar Minta Daerah Siapkan Patroli Sungai

SOLO—Sejumlah daerah di wilayah pegunungan tengah Jawa Tengah diminta mewaspadai potensi bencana menyusul datangnya musim penghujan. Sementara itu, para sukarelawan bencana diimbau terus mengedukasi masyarakat untuk siaga menghadapi curah hujan yang diprediksi sangat tinggi pada akhir tahun ini.

Upaya mitigasi juga bisa dilakukan guna mengawal situasi dan mengurangi risiko. Hal itu disampaikan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, saat Rakor Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana bersama PMI se-Jawa Tengah di Politeknik Akbara Solo, Selasa (26/10/2021).

Baca Juga: Ganjar Pranowo Nonton Bareng Film “The Mentors” di Solo Baru



“Saya meminta unsur pemerintah, seperti BBWSBS [Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo] dan Dinas Sumber Daya Air untuk patroli sungai di daerah langganan banjir. Salah satunya di Grobogan. Mereka mulai mengeruk sungai, sedimennya ini ditaruh di pinggir sungai, lalu disiapkan karung-karung. Mereka mengambil sedimen ini untuk bikin karung pasir kalau-kalau ada beberapa titik yang jebol,” kata dia.

Daerah di pegunungan bagian tengah diminta mewaspadai tanah longsor, utamanya wilayah lereng. Ganjar menyampaikan berdasarkan informasi dan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), musim penghujan kali ini perlu kewaspadaan karena fenomena La Nina yang berpotensi memunculkan bencana hidrometeorologi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya