SOLOPOS.COM - Harian Solopos edisi Selasa (14/12/2021).

Solopos.com, SOLO – Dalem-dalem pangeran yang berstatus bangunan cagar budaya (BCB) dinilai memiliki fungsi tambahan yang bisa disesuaikan dengan perkembangan zaman.

Harian Solopos edisi Selasa (14/12/2021) mengusung headline terkait perlunya inovasi dalam mengelola dalem pangeran di lingkungan Keraton Solo.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dalem Pangeran Butuh Inovasi

SOLO-Pemilik dalem-dalem (rumah) pangeran di lingkungan Keraton Solo didorong mengembangkan aset tersebut secara kreatif dan inovatif. Rencana renovasi aset terkadang terkendala masalah prosedur hingga konflik internal.

Dalem-dalem pangeran yang berstatus bangunan cagar budaya (BCB) dinilai memiliki fungsi tambahan yang bisa disesuaikan dengan perkembangan zaman. Pengembangan fungsi bangunan sebagai penginapan klasik, museum, galeri seni, hingga kafe dimungkinkan sepanjang tak mengubah struktur utama bangunan.

Selain menjadi daya tarik wisata tersendiri, upaya itu dapat menghidupi dan menjadi sumber biaya untuk pengelolaan dalem secara swadaya sehingga bangunan tetap terawat.

Baca Juga: Ini Sebaran Lokasi 18 Dalem Pangeran Keraton Solo

Juru bicara Mahamenteri Keraton Solo K.G.P.H.P.A. Tedjowulan, K.P. Bambang Pradotonagoro, mengatakan manajemen internal pengelola dalem pangeran menjadi kunci sejauh mana bangunan tersebut tetap lestari.

Hal itu menanggapi kondisi sejumlah dalem pangeran yang kurang terawat. Diketahui, sebagian dalem pangeran kini tak lagi dalam pengelolaan keluarga keraton, melainkan swasta atau perorangan.

“Perlu komitmen untuk menghidupkan aktivitas di dalem pangeran lewat sejumlah kreativitas, Banyak jalan untuk itu apabila pemilik punya iktikad baik,” ujar Bambang saat berbincang dengan Espos, Senin (13/12/2021).

Baca Juga: Mahamenteri Keraton Solo Dorong Komitmen Pemilik Rawat Dalem Pangeran

Bambang mencontohkan Dalem Purwohamijayan yang kini semakin mentereng setelah direnovasi oleh pemiliknya. Selain berfungsi untuk edukas sejarah, bangunan yang dulu bernama Dalem Brotodiningratan itu menjadi gedung resepsi serta penginapan.

Di Halaman Soloraya, Harian Solopos mengusung headline terkait rencana pembukaan Pasar Legi Solo setelah selesai dibangun.

Rencana Pindah 31 Desember

SOLO-Pedagang oprokan Pasar Legi yang biasanya berjualan di luar bangunan diminta menempati lantai atap. Hal ini menyusul adanya larangan berjualan di luar pasar oleh Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka.

Kepala Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Solo, Heru Sunardi, saat ditemui wartawan, Senin (13/12/2021), mengatakan total pedagang di Pasar Legi berjumlah 3.009 orang. Sebanyak 350 orang merupakan pedagang oprokan yang biasa berjualan di area luar gedung saat pagi, sore, maupun malam.

Nantinya, mereka semua harus menempati lantai atap pasar. Sementara, pedagang yang tidak masuk dalam data pemerintah tidak akan mendapatkan jatah kios atau los. Mereka juga dilarang berjualan di area luar pasar.

Baca Juga: Dilarang Jualan di Luar, Oprokan Pasar Legi Solo Dapat Lantai Atap

“Ya sepakat tidak sepakat, ini aturan yang harus diikuti. Makanya nanti malam [Senin malam] ada sosialisasi. Kalau yang ngeyel berjualan di luar, nanti kami serahkan ke Satpol PP,” kata Heru.

Bangunan Pasar Legi yang baru terdiri atas tiga lantai, yakni semibasement, lantai dasar, dan lantai atap. Area semibasement bakal digunakan untuk mobilitas kendaraan dan loading barang, sementara lantai dasar dan atap untuk kios dan los.

Heru menambahkan sebelumnya Dinas Perdagangan telah mengundang paguyuban pasar terkait zonasi penempatan dan jadwal pindahan. Sempat ada diskusi alot, namun akhirnya para pedagang sepakat dengan solusi dari Dinas Perdagangan.

Baca Juga: Pasar Legi Solo Kurang Dilengkapi Guiding Block untuk Difabel Netra

Beberapa permintaan pedagang sudah diakomodasi, misalnya menempati kios atau los sesuai dengan posisinya di pasar lama. Pedagang juga meminta pedagang kecil dan pedagang distributor besar dipisahkan.

“Pedagang minta untuk mengembalikan sejarahnya, misal dulu di lantai bawah menghadap ke barat, sekarang juga harus begitu. Beberapa bisa kami akomodasi, tapi tidak semua. Karena secara teknis, tidak semua posisi kios atau los sama seperti dulu. Kami ini kan tidak meng-copy bangunan seperti dulu,” terangnya.

Masih di Halaman Soloraya, Harian Solopos menyajikan berita terkait banyaknya permintaan teh racikan atau oplosan khas Solo di Pasar Gede.

Teh Racikan Khas Solo yang Ngangeni

Teh racikan atau oplosan yang dikemas dalam plastik menjadi salah satu oleh-oleh baru khas Kota Solo yang diburu para pelancong dari luar kota. Racikan teh oplosan ini bisa didapatkan di berbagai pasar tradisional, salah satunya Pasar Gede Hardjonagoro.



Teh oplosan atau racikan itu menjadi salah satu dagangan yang laris manis di Pasar Gede Solo sejak tiga hingga lima tahun terakhir “Teh niku kathah sing remen. Kadhang enten sing tumbas ngantos 20 bungkus [teh oplosan im banyak yang suka. Kadang ada yang membeli hingga 20 bungkus],” kata Sartini, salah satu pedagang teh oplosan di Pasar Gede Solo saat ditemui Solopos.com, Jumat (10/12/2021).

Baca Juga: Cita Rasa Tiada Tanding, Teh Oplosan Khas Solo Banyak Diburu Pelancong

Teh racikan itu berupa campuran tiga merek teh yang dikemas dalam satu wadah plastik bening. Ada berbagai jenis teh terbaik yang dikombinasikan para pedagang menjadi teh racikan khas Solo.

Mulai dan merek Gopek, Sintren, Gardoe, Dandang, Poci, 999, dan aneka merek teh lainnya. Pembeli bebas memilih kompisisi teh atau rasa yang mereka inginkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya