SOLOPOS.COM - ilustrasi hiburan malam (JIBI/Dok)

Solo undercover di tempat hiburan malam diduga melibatkan anak-anak, alias bocah yang berusia di bawah usia 18 tahun.

Solopos.com, SOLO –- Aktivis peduli anak-anak mendesak Pemkot Solo agar menertibkan tempat-tempat hiburan malam yang ditengarai masih melibatkan anak-anak di bawah umur. Keterlibatan anak-anak di bawah umur itu tidak dengan dipekerjakan secara langsung, melainkan menjadi mitra.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

“Saya sering melihat anak-anak di bawah umur yang dilibatkan di sejumlah kafe dan tempat karaoke. Mereka tak dipekerjakan secara langsung, namun terlibat di dalamnya,” ujar Adi Cahyo, aktivis peduli anak-anak Kota Solo sata ditemui Espos di sela-sela aktivitasnya mendampingi anak berhadapan hukum (ABH) di Pengadilan Negeri (PN) Solo, Rabu (18/5/2016).

Aktivis dari Yayasan ATMA ini mengatakan keterlibatan anak-anak tersebut ialah sebagai mitra dengan pemilik usaha hiburan malam. Mereka datang dengan sendirinya, lalu menawarkan jasa sebagai penerima tamu. Pemilik usaha hiburan malam, kata dia, memang tak mempekerjakan anak-anak itu secara langsung, seperti menggajinya. Namun, secara tak langsung ada hubungan saling menguntungkan layaknya mitra karena anak mendapatkan uang dari para tamu.

“Mestinya Pemkot segera menertibkan tempat hiburan malam seperti ini. Dibutuhkan kejelian yang tak sekadar memelototi tertib admninistrsi di permukaan, namun harus melakukan pengamatan secara cermat,” paparnya.

Adi mengaku pernah mengamati aktivitas sebuah lokasi hiburan malam di wilayah Kecamatan Jebres yang melibatkan anak-anak di bawah umur. Modusnya ialah anak-anak tersebut menawarkan jasa sebagai penerima tamu tanpa gaji dari pemilik usaha. “Anak-anak berharap fee dari para tamu atas jasanya itu,” paparnya.

Meski demikian, Adi belum mengetahui secara persis dari mana saja asal anak-anak di bawah umur itu.

Aktivis Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) Solo, Nur Hidayah, mengatakan salah satu korban perdagangan anak di Kaltim kini masih dalam pemulihan psikologisnya. Pihaknya mengaku sangat hati-hati dalam mendampingi korban yang masih berstatus siswa SMP swasta di Kota Solo ini. Menurut Nur, perilaku anak asal Kecamatan Serengan ini terpengaruh lingkungannya. Ditambah kondisi keluarga yang kurang mendukung, baik ekonomi, pendidikan, dan komunikasi, si anak akhirnya menjadi korban child trafficking. “Masalahnya sangat kompleks. Banyak faktor seperti pada umumnya, lingkungan dan faktor keluarga juga,” paparnya.

Nur mengatakan orang tua korban secara ekonomi sangat lemah. Keduanya adalah buruh dan kuli bangunan. “Kami akan tetap intens mendampingi si anak secara pelan-pelan. Takutnya ada apa-apa pada si anak,” tambahnya seraya mewanti-wanti agar media tak mencari identitas si anak demi perkembangan psikologisnya.

“Ini kasus besar, melibatkan sindikat dari berbagai provinsi dan negara. Kami harus hati-hati menjaga korban dan dalam memberi statemen agar pelaku lainnya tak kabur. karena ini masih penyidikan,” tambahnya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya