SOLOPOS.COM - Anjing berada di dalam kerangkeng yang siap di jual untuk konsumsi di pasar Tomohon, Sulawesi Utara. (Nurul Hidayat/JIBI/Bisnis)

Komunitas Sahabat Anjing Solo menyebut ada sejumlah aturan yang cukup menjadi dasar Pemkot melarang peredaran daging anjing.

Solopos.com, SOLO — Kalangan pencinta hewan di Kota Solo terus berupaya mendorong Pemkot agar menerbitkan aturan yang melarang peredaran daging anjing di Kota Bengawan. Mereka menyebut ada sejumlah aturan yang bisa dijadikan dasar larangan selain ancaman bahaya bagi kesehatan akibat mengonsumsi daging anjing.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Ketua Sahabat Anjing Solo, Fredy Irawan, mengatakan kini tengah berupaya mendorong Pemkot agar segera menerbitkan regulasi yang mengatur soal larangan mengonsumsi makanan olahan daging anjing. Sahabat Anjing Solo mengusulkan hal itu tidak lain untuk menghindarkan masyarakat dari bahaya kesehatan setelah mengonsumsi makanan olahan daging anjing.

Selain itu, Sahabat Anjing Solo juga ingin mencegah adanya praktik kekerasan terhadap anjing saat dibunuh untuk kebutuhan konsumsi. “Seharusnya pemerintah peduli terhadap masyarakatnya. Adanya ancaman bahaya kesehatan setelah mengonsumsi daging anjing ini semestinya direspons cepat oleh pemerintah untuk dibuatkan regulasi,” kata Fredy saat diwawancarai Solopos.com, Selasa (27/2/2018).

Baca juga;

Fredy menegaskan Sahabat Anjing Solo mengusulkan adanya regulasi larangan mengonsumsi daging anjing bukan semata-mata karena mereka adalah para penyayang atau pemilik anjing. Namun, lebih dari itu, Pegiat Sahabat Anjing Solo ingin menjaga masyarakat pada umumnya agar terhindar dari ancaman bahaya penyakit rabies, cacing hati, cacing pita, hingga hipertensi setelah mengonsumsi daging anjing.

Dia mendesak Pemkot bisa segera menyusun Perda atau minimal Perwali yang mengatur soal larangan konsumsi daging. “Kami sudah menggalang petisi dari masyarakat yang mendukung seruan setop konsumsi daging anjing. Petisi itu segera kami serahkan ke DPRD. Kami akan menuntut adanya regulasi untuk melarang masyarakat mengonsumsi dan memperjualbelikan daging anjing di Solo,” jelas Fredy.

Fredy menerangkan ada juga beberapa aturan yang bisa dijadikan dasar bagi Pemkot untuk menyusun regulasi larangan konsumsi dan jual beli daging anjing di Solo. Beberapa aturan lebih tinggi dari Perda tersebut, antara lain KUHP pasal yang berbeda-beda dikenakan kepada pemasok, penjual, dan pembeli yakni Pasal 1170, 204, 205, 241, 302, 335, 362, 363, 406, 480, 281; UU No. 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, PP RI No. 82/2000 tentang Karantina Hewan, UU No. 16/1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, PP No. 47/2014 tentang Pengendalian dan Penangggulangan Penggunaan Hewan, dan PP No. 95/2012 tetang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan.

Kesejahteraan Hewan

Pegiat Sahabat Anjing Solo lainnya, Devi Moci, menyatakan sudah menjadi rahasia umum soal masih adanya penjagal di Solo yang membunuh anjing untuk dikonsumsi dengan cara disiksa. Hal itu juga yang mendasari Sahabat Anjing Solo mendesak Pemkot segera membuat aturan larangan jual beli hingga konsumsi daging anjing di wilayah Kota Bengawan.

Dia menerangkan ada lima prinsip kesejahteraan hewan yang mesti diperhatikan manusia. Kelima prinsip itu, yakni bebas dari rasa haus dan lapar, bebas dari rasa ketidaknyamanan atau penyiksaan fisik, bebas dari rasa sakit, cedera dan penyakit, bebas untuk mengekspresikan perilaku ilmiah, dan bebas dari ketakutan dan rasa tertekan.

Devi mengatakan para penjagal yang membunuh anjing dengan cara disiksa jelas-jelas telah menyalahi prinsip-prinsip kesejahteraan hewan tersebut. Perilaku menyiksa harus dihilangkan.

Sebelumnyanya, Ketua Badan Pembentuk Peraturan Daerah (BP2D) DPRD Solo, Putut Gunawan, mengatakan masyarakat berpeluang mengusulkan adanya peraturan daerah (perda) terkait peredaran daging anjing di Kota Bangawan. Tetapi, dia menggarisbawahi perda adalah bagian produk pemerintahan yang menerjemahkan peraturan-peraturan di atasnya.

“Sekarang, dasar yang mau dipakai, peraturan yang lebih tingginya ada atau tidak? Perda itu tidak boleh berdiri sendiri,” ungkap politikus PDIP itu.

Putut mengatakan ada prosedur di internal DPRD. Pertama, prosedur pengusulan yang harus melalui kajian dan rapat paripurna. Kedua, internal DPRD harus ada pihak yang mengusulkan.

“Usulan dari masyarakat memang tidak bisa langsung masuk sebagai usulan dari masyarakat. Harus ada yang mengagregasi atau mengambil alih di DPRD yang memberikan usulan,” terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya