SOLOPOS.COM - Sekelompok pengemis terlihat di pertokoan kawasan Jl Kapten Mulyadi, Pasar Kliwon, Solo, beberapa waktu lalu. Penanganan para pengemis seperti ini tidak bisa hanya sekadar melalui penertiban, namun juga perlu menyentuh banyak aspek seperti pengentasan kemiskinan, pendampingan untuk pemberian motivasi dan sebagainya. (JIBI/SOLOPOS/Sunaryo Haryo Bayu)

Solopos.com, SOLO-—Pemerintah Kota (Pemkot) Solo mulai gerah dengan terus bermunculannya pengemis, gelandangan dan orang terlantar (PGOT) di jalan-jalan perkotaan.

Hal ini lantaran Kota Solo masih dianggap sebagai surga bagi kaum PGOT hingga keberadaan mereka cukup banyak meski secara rutin dilakukan razia.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Demikian disampaikan Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans), Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsonakertrans), Sumartono Kardjo ketika dijumpai Solopos.com di Balai kota, Rabu (27/8/2014).

Sumartono mengakui jumlah PGOT di Kota Solo dari hari ke hari terus bertambah. Padahal pihaknya sudah berulang kali menggelar razia secara rutin. Namun hal itu belum juga member efek jera bagi para PGOT tersebut.

Ekspedisi Mudik 2024

“Setiap terjaring razia kami pulangkan ke daerah asal. Karena sebagian besar bukan Wong Solo. Tapi ternyata datang lagi dan lagi,” ujarnya.

Menurut dia, sebagian PGOT mengais rezeki di Kota Solo lantaran berpandangan menerima jauh lebih besar dibanding jika mereka beroperasi di daerah lain sekitar Solo.

Dia menuturkan berbagai upaya untuk menangani PGOT sebenarnya sudah dilakukan, di antaranya memberi pelatihan ketrampilan kepada pengemis dan pengamen.

Sedangkan untuk gelandangan yang mengidap gangguan jiwa, dititipkan ke Griya Palang Merah Indonesia (PMI) untuk memperoleh perawatan hingga sembuh sebelum dipulangkan.

Sedangkan untuk yang sakit fisik, dia menambahkan dititipkan ke Rumah sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Moewardi.

“Kami bahkan telah membentuk empat grup musik keroncong yang digawangi para pengamen yang semula beroperasi di perempatan jalan,” terangnya.

Sementara lainnya, dia menuturkan penanganannya dengan memberikan pelatihan berbagai jenis ketrampilan. Hanya saja, peminat bidang ketrampilan, diakui Sumartono masih jauh dari harapan, dengan berbagai dalih.

“Jadi sebagian besar ngakunya karena tidak diterima kerja di mana-mana. Sedangkan dengan di jalan mereka sudah bisa dapat uang banyak. Nah ini yang jadi fenomena sosial di masyarakat. Kan tidak ada larangan orang boleh atau tidak memberi di jalan,” katanya.

Dia mengatakan terus melakukan koordinasi dengan Satpol PP sebagai penegak peraturan daerah (Perda). Petugas perlindungan masyarakat (Linmas) pun telah dikerahkan di titik-titik perkotaan untuk mengawasi keberadaan PGOT tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya