Solopos-fm
Minggu, 9 Juni 2013 - 15:14 WIB

SOLO MENYAPU: Warga Keluhkan Minimnya Sosialisasi

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Walikota Solo FX Hadi Rudyatmo dan Wakil Walikota Achmad Purnomo bersama pegawai Pemkot Solo, TNI serta polisi mengikuti kegiatan Resik-Resik Kutho membersihkan kawasan Benteng Vastenburg Solo, Sabtu (8/6). Pada kegiatan tersebut Walikota menetapkan tanggal 8 Juni sebagai Hari Resik-Resik Kutho Solo atau dijuluki juga sebagai Hari Solo Menyapu. (Burhan Aris Nugraha/JIBI/SOLOPOS)

Walikota Solo FX Hadi Rudyatmo dan Wakil Walikota Achmad Purnomo bersama pegawai Pemkot Solo, TNI serta polisi mengikuti kegiatan Resik-Resik Kutho membersihkan kawasan Benteng Vastenburg Solo, Sabtu (8/6). Pada kegiatan tersebut Walikota menetapkan tanggal 8 Juni sebagai Hari Resik-Resik Kutho Solo atau dijuluki juga sebagai Hari Solo Menyapu. (Burhan Aris Nugraha/JIBI/SOLOPOS)

SOLO—Penetapan tanggal 8 Juni sebagai Hari Solo Menyapu disambut positif oleh warga. Mereka meminta seluruh warga Solo dilibatkan dalam acara tersebut. Namun, ada juga warga yang menganggap kegiatan Solo Menyapu ini masih minim sosialisasi.

Advertisement

Seorang warga Pajang, P. Sriyatmo, dalam sesi Dinamika 103 SOLOPOS FM yang disiarkan setiap pukul 08.05-09.00 WIB, Minggu (9/6/2013) mengungkapkan, “Kalau tanggal 8 Juni ditetapkan sebagai Hari Menyapu, sangat setuju. Tapi sayang, sosialisasi minim.”

Dia menambahkan budaya gotong-royong dalam bentuk kerja bakti di lingkungannya juga berjalan  meskipun ada pula yang memilih untuk membayar iuran. “Bagi yang tidak suka gotong-royong dan hanya mengandalkan uang untuk membayar, silakan saja. Tapi ingat, manakala terjadi musibah jangan harap bantuan orang lain.”

Sementara warga lainnya, Dullah, di Gentan mengusulkan agar Solo Menyapu diadakan rutin setiap pekan secara serentak. “Solo Menyapu, bagaimana kalau diadakan tiap CFD, jangan cuma seremonial saja.”

Advertisement

Sosialisasi diakui masih menjadi kendala terlaksananya kegiatan gotong-royong ini. Seperti diakui mahasiswa sebuah universitas di Solo, Dimas Swasti, Dimas, sebagai penghuni rumah indekos menyambut baik apabila ada kerja bakti di lingkungannya.

“Saya kan ngekos di Solo, tapi yang disayangkn perangkat desa saya di sini berjanji akan mengadakn kerja bakti, tapi tidak terlaksanakan berkali-kali dan tidak tersosialisasi dengan baik.”

Sedangkan seorang pendengar lain bernama Budhi Laksito mengatakan budaya gotong royong seperti yang ditunjukkan dalam gerakan Solo Menyapu perlu ditingkatkan. “Budaya gotong-royong perlu ditingkatkan. Saya setuju. Kota Solo sudah kotor, perlu dibuat pilot project semacam itu.”

Advertisement

Dia juga mengusulkan jalan protokol seperti Jl Slamet Riyadi bebas dari warung liar, bangunan mangkrak dan lahan yang tidak terurus.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif