SOLO—Penetapan tanggal 8 Juni sebagai Hari Solo Menyapu disambut positif oleh warga. Mereka meminta seluruh warga Solo dilibatkan dalam acara tersebut. Namun, ada juga warga yang menganggap kegiatan Solo Menyapu ini masih minim sosialisasi.
Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda
Seorang warga Pajang, P. Sriyatmo, dalam sesi Dinamika 103 SOLOPOS FM yang disiarkan setiap pukul 08.05-09.00 WIB, Minggu (9/6/2013) mengungkapkan, “Kalau tanggal 8 Juni ditetapkan sebagai Hari Menyapu, sangat setuju. Tapi sayang, sosialisasi minim.”
Dia menambahkan budaya gotong-royong dalam bentuk kerja bakti di lingkungannya juga berjalan meskipun ada pula yang memilih untuk membayar iuran. “Bagi yang tidak suka gotong-royong dan hanya mengandalkan uang untuk membayar, silakan saja. Tapi ingat, manakala terjadi musibah jangan harap bantuan orang lain.”
Sementara warga lainnya, Dullah, di Gentan mengusulkan agar Solo Menyapu diadakan rutin setiap pekan secara serentak. “Solo Menyapu, bagaimana kalau diadakan tiap CFD, jangan cuma seremonial saja.”
Sosialisasi diakui masih menjadi kendala terlaksananya kegiatan gotong-royong ini. Seperti diakui mahasiswa sebuah universitas di Solo, Dimas Swasti, Dimas, sebagai penghuni rumah indekos menyambut baik apabila ada kerja bakti di lingkungannya.
“Saya kan ngekos di Solo, tapi yang disayangkn perangkat desa saya di sini berjanji akan mengadakn kerja bakti, tapi tidak terlaksanakan berkali-kali dan tidak tersosialisasi dengan baik.”
Sedangkan seorang pendengar lain bernama Budhi Laksito mengatakan budaya gotong royong seperti yang ditunjukkan dalam gerakan Solo Menyapu perlu ditingkatkan. “Budaya gotong-royong perlu ditingkatkan. Saya setuju. Kota Solo sudah kotor, perlu dibuat pilot project semacam itu.”
Dia juga mengusulkan jalan protokol seperti Jl Slamet Riyadi bebas dari warung liar, bangunan mangkrak dan lahan yang tidak terurus.