SOLOPOS.COM - Pengunjung melewati display Solo Great Sale yang terpasang di gerbang masuk Solo Paragon Lifestyle Mall, Kamis (1/2/2018). (Sunaryo Haryo Bayu/JIBI/SOLOPOS)

SGS yang berlangsung selama 4 tahun masih sebatas branding.

Solopos.com, SOLOEvent Solo Great Sale (SGS) 2018 dinilai mampu menarik minat orang untuk datang ke Solo kendati dampak itu belum signifikan. Pada tahun keempat ini, event SGS masih dalam tahap branding.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Menurut Ketua II SGS 2018, David R. Wijaya, ada target yang jauh lebih penting dari kolaborasi program trade and tourism itu yang bukan hanya sekadar pemenuhan angka transaksi.

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Solo, selaku penggagas SGS merasa masih perlu memaksimalkan peran pelaku bisnis dan penggerak SGS di luar kota seperti Jakarta, Semarang, Bekasi, bahkan Lombok.

Peran mereka penting untuk membuat aneka program yang lebih merangsang orang untuk datang ke Solo pada Februari yang merupakan saat low season. (baca juga: SOLO GREAT SALE 2018: Imlek dan SGS 2018 Dongkrak Potensi Ekonomi Solo)

“Misalnya pebisnis Solo yang punya jaringan di Jakarta dan luar kota lainnya, saat SGS seperti ini mereka bisa bantu dengan sebar voucher, voucher hotel misalnya. Kemudian hotel juga bisa kerja sama membuat bundling harga dengan maskapai agar lebih menarik orang untuk datang ke Solo. Cara-cara seperti ini yang akan kami optimalkan untuk SGS selanjutnya,” kata David kepada wartawan di Kantor Kadin Solo, Senin (26/2/2018).

Di tahun kelima mendatang, Kadin Solo akan membuat kajian dampak SGS terhadap gairah ekonomi Solo secara komprehensif dengan melibatkan akademisi.

“SGS tahun keempat ini kan masih tahapan branding, meskipun belum signifikan mendatangkan tamu, tapi kecenderungannya sudah mulai terlihat cukup baik. Setidaknya dibandingkan SGS tahun-tahun sebelumnya,” kata David.

Ketertarikan orang untuk datang ke Solo karena event SGS diklaim juga terlihat dari beberapa agenda pertemuan di Solo yang dimajukan pada Februari ini.

“Memang tidak banyak yang demikian. Tapi ada. Seperti kawan-kawan saya di industri mebel, dari rencana pertemuan meeting Maret diajukan Februari karena pas ada momen SGS.

Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Solo, Abdullah Suwarno, mengemukakan tidak banyak pelanggan meeting incentive convention and exhibition (MICE) yang memajukan agenda menjadi Februari, saat hotel ramai-ramai menawarkan promo SGS. Namun, jika dibandingkan Februari periode tiga tahun lalu, okupansi hotel Februari tahun ini jauh lebih baik.

“Tiga tahun lalu, kalau Februari biasanya rata-rata okupansi hotel hanya 28%-30%. Februari ini kami perkirakan bisa lebih dari 40%. Agenda MICE belum banyak, tapi okupansi banyak disumbang sektor bisnis dan leisure,” kata Abdullah.

Abdullah tak memungkiri kenaikan okupansi itu bukan sepenuhnya karena SGS 2018. Ada event lainnya yang kemudian mendorong orang untuk datang ke Solo.

“Karena SGS menyinergikan event dengan program sale. Tentu kenaikan okupansi hotel bisa jadi adalah dampak dari kegiatan yang ada di Solo selama Februari, misalnya perayaan Tahun Baru Imlek, event budaya Grebek Sudiro, dan event lainnya. Bahkan untuk famtrip Bengawan Solo Travel Mart mendatang, yang biasanya digelar April akan diadakan Februari bertepatan dengan SGS,” terang dia.

Ketua Kadin Solo, Sri Haryanto, menilai program SGS mampu mendatangkan wisatawan ke Solo terlihat dari tingginya transaksi di sektor transportasi, terutama PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan maskapai penerbangan.

“Hampir semua maskapai ikut SGS. PT KAI juga punya program diskon 20%. Transaksinya cukup tinggi, bahkan transaksi di sektor transportasi itu mencatat nilai tertinggi kedua setelah sektor otomotif, jadi itu menandakan orang yang datang ke Solo cukup banyak,” tutur Gareng, sapaannya.

Gareng menyebut dari ribuan peserta SGS dari berbagai sektor usaha, ada lima sektor pemegang transaksi terbesar, yakni otomotif, transportasi, pasar tradisional, mal, dan hotel. Otomotif tak bisa dimungkiri karena satu harga mobil bisa mencapai ratusan juta rupiah. Transaksi di pasar tradisional juga cukup tinggi karena diikuti 44 pasar tradisional di Solo.

Tolok ukur yang menandakan SGS tahun ini jauh lebih baik dibandingkan sebelumnya adalah kenaikan transaksi dan jumlah tenant SGS. Dia mengakui belum seluruh sektor bergerak. Hal inilah yang menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi penyelenggara SGS selanjutnya.

Hingga Senin pukul 14.00 WIB, total peserta SGS mencapai 5.629 tenant dengan jumlah customer mencapai 48.110 pembeli. Realisasi transaksi tercatat Rp433,5 miliar atau melebihi target Rp425 miliar. Angka itu, kata David, baru sebagian kecil dari potensi perdagangan di Solo.

Menurut Ketua Harian Kadin Solo, M. Farid Sunarto, masih banyak cluster ekonomi potensial di Solo yang belum dimaksimalkan partisipasinya dalam SGS.

“Contoh, cluster batik di Laweyan dan Kauman. Selain itu ada beberapa sektor, contohnya ritel, yang memang masih perlu didorong agar event SGS ini benar-benar signifikan menggairahkan bisnis sektor itu,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya