SOLOPOS.COM - Sejumlah pengrajin genteng di Kecamatan Mojolaban, mengantri membeli solar di SPBU Wirun, Kecamatan Mojolaban, Jumat (5/4/2013). Solar tersebut digunakan untuk bahan campuran membuat genteng. (JIBI/SOLOPOS/Farid Syafrodhi)

Sejumlah pengrajin genteng di Kecamatan Mojolaban, mengantri membeli solar di SPBU Wirun, Kecamatan Mojolaban, Jumat (5/4/2013). Solar tersebut digunakan untuk bahan campuran membuat genteng. (JIBI/SOLOPOS/Farid Syafrodhi)

Sejumlah pengrajin genteng di Kecamatan Mojolaban, mengantri membeli solar di SPBU Wirun, Kecamatan Mojolaban, Jumat (5/4/2013). Solar tersebut digunakan untuk bahan campuran membuat genteng. (JIBI/SOLOPOS/Farid Syafrodhi)

SUKOHARJO — Sejumlah pengrajin genteng di Kecamatan Mojolaban, Sukoharjo mengaku kesulitan untuk mendapatkan solar. Bahan bakar tersebut adalah salah satu cairan yang digunakan untuk melumasi tanah liat dan mesin pencetak genteng.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pantauan Solopos.com di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Wirun, Kecamatan Mojolaban, belasan pengrajin genteng antre untuk mendapatkan solar di SPBU. Mereka sudah tiba di SPBU tersebut sekitar pukul 08.00 WIB dengan menenteng sejumlah jeriken besar. Salah satu pengrajin genteng di Desa Wirun, Murtiman, saat ditemui Jumat (5/4/2013), mengatakan sudah sepekan ini ia dan sejumlah pengrajin genteng lainnya mengantri membeli solar. Padahal sebelumnya ia dan pengrajin lainnya jarang mengantri untuk membeli solar. Ia sendiri juga bertanya-tanya mengapa untuk mendapatkan solar saja sangat susah.

Ekspedisi Mudik 2024

Ia mengatakan, setidaknya dalam sehari ia membutuhkan 12 liter solar. Solar sebanyak itu antara lain untuk melumeri mesin pencetak genteng. Selain itu, sambung Murtiman, setiap kali mencetak genteng, bahan tanah liat juga harus dicampur dengan solar.

“Kalau tidak dicampur dengan solar tanahnya lengket di mesin. Jadi mesin dana tanah liat harus dilumasi solar,” ujar Murtiman, Jumat. Ia menerangkan, selain untuk bahan antilengket, solar tersebut juga untuk mempercepat proses pembakaran saat genteng dipanasi di dalam tungku. Untuk menyiasati agar bisa tetap mendapatkan solar, ia menyuruh istrinya juga untuk mengantri di SPBU. Begitu Murtiman selesai mendapatkan sejeriken solar, giliran istrinya mengantri dengan membawa jeriken besar di SPBU.

Lantaran sulit mendapatkan pasokan solar, imbuh Murtiman, sebanyak 8.000 lebih genteng yang sudah dia buat, masih teronggok di dalam rumah. Ia kesulitan untuk memasok genteng ke sejumlah toko material bahan bangunan karena truk yang biasa mengangkut genteng, tidak beroperasi. “Truknya tidak bisa mengambil genteng karena tidak mendapatkan solar juga,” ungkapnya.

Hal serupa juga dialami Darno, pengrajin genteng di Desa Kebak, Kecamatan Mojolaban. Karena sulit untuk mendapatkan solar dalam sepekan terakhir, dia kemudian menyiasatinya dengan cara mengurangi produksi genteng. Selain itu mengurangi jam kerja tenaga buruh yang setiap hari membantunya membuat genteng. Jika tidak datang pagi ke SPBU, ia khawatir tidak kebagian solar. “Kalau tidak mengantri, nanti bisa kalah dengan antrian truk dan mobil yang lain,” paparnya.

Darno mengatakan, selama mengantri berjam-jam di SPBU, dia hanya mendapatkan 10 liter solar. Solar sebanyak itu sebelumnya bisa untuk jatah 2-3 hari. Namun karena keterbatasan solar, maka solar tersebut diirit penggunaannya untuk sepekan ke depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya