SOLOPOS.COM - Ilustrasi sopir truk. (Dok/JIBI/Solopos)

Sejumlah sopir truk duduk mengantre untuk mendapatkan bahan bakar solar bersubsidi di SPBU 44.575.14 Baki, Kamis (4/4/2013) pagi. (JIBI/SOLOPOS/Mahardini Nur Afifah)

Sejumlah sopir truk duduk mengantre untuk mendapatkan bahan bakar solar bersubsidi di SPBU 44.575.14 Baki, Kamis (4/4/2013) pagi. (JIBI/SOLOPOS/Mahardini Nur Afifah)

SUKOHARJO — Pembatasan bahan bakar solar bersubsidi di Jateng dan DIY yang dijadwalkan hingga akhir 2013 ini selain menyulitkan warga juga meresahkan pengelola SPBU. Sejumlah pengawas SPBU yang tidak melayani penjualan solar bersubsidi bagi konsumen berjeriken was-was terhadap pengendalian bahan bakar ini.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Berdasarkan informasi dari sejumlah warga, mereka mulai kesulitan mendapatkan bahan bakar solar bersubsidi di Sukoharjo sejak Senin (1/4/2013) lalu. Lewat tengah hari, warga yang ingin membeli solar bersubsidi tak akan kebagian jatah. Kondisi ini hampir merata di seluruh jalur utama Sukoharjo.

Pengawas SPBU 44.575.15 Puri Gading, Martinus Wahyu, ketika ditemui Solopos.com di kantornya, menilai pembatasan solar bersubsidi di Sukoharjo semenjak Senin (1/4/2013) telah memasuki fase kritis. “Sebenarnya sudah dua pekan yang lalu hampir semua SPBU di Sukoharjo mengalaminya [kesulitan mendapatkan BBM]. Puncaknya libur panjang kemarin [28-31/3/2013] solar subsidi mulai langka. Menurut saya sekarang ini kondisinya sudah kritis,” terangnya.

Menurut Wahyu, pengiriman solar bersubsidi sebanyak 24.000 liter dari Pertamina ke SPBU 44.575.15 Puri Gading terakhir Rabu (3/4/2013) pukul 08.00 WIB. Pada Kamis (4/4/2013) pukul 10.00 WIB, stok solarnya sudah habis.

Menurut Wahyu, SPBU 44.575.15 Puri Gading memberlakukan peraturan larangan pembelian dengan jeriken. “Sekarang stok terbatas, prioritas kami lebih ke sektor transportasi. Sekarang ini juga ada indikasi pembeli jeriken yang menjual secara eceran di jalan. Nanti kami kena tegur. Kami sebenarnya tidak enak hati menahan pembeli berjeriken, tapi kami tidak memiliki maksud menahan solar, ini kaitannya dengan kebijakan,” katanya.

Melihat kondisi pascapembatasan solar bersubsidi yang direncakan hingga akhir 2013 ini, lanjutnya, pihaknya merasa was-was apabila solar subsidi semakin hari semakin sulit didapat.

“Kalau kondisi seperti ini berlangsung lama, kami takut dengan keadaan yang tidak diinginkan. Kita lihat sendiri, sekitar sini banyak industri kecil yang memanfaatkan solar. Kalau solar makin sulit, lama-lama mereka [pelaku UKM] teriak dan kami yang disasar pertama kali,” tegasnya.

Wahyu berharap agar pemerintah segera mengabil kebijakan yang dinilainya mengambang ini. “Putusan ada di tangan Pemerintah. Jadi segeralah ambil keputusan,” tandasnya.

Senada dengan Wahyu, pengawas SPBU 44.575.01, Priyo Setiawan, mengungkapkan pihaknya juga tidak melayani pembelian solar bersubsidi dengan jeriken. “Sejak awal buka kami tidak melayani jeriken. Sedangkan untuk kendaraan besar, pembelian dibatasi Rp200.000/hari dan kendaraan kecil Rp100.000/hari.

“Kebanyakan pembeli solar bersubsidi di sini kendaraan pribadi. Di sini juga tidak banyak industri atau petani,” pungkasnya.

SPBU 41.575.01 terakhir mendapatkan kiriman solar bersubsidi sebanyak 8.000 liter Rabu (3/4/2013) pukul 12.00 WIB siang. Kurang dari empat jam, seluruh stok solar bersubsidinya telah habis terjual.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya