SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Mungkin tidak ada lagi anak zaman sekarang yang masih suka sodoran alias gobak sodor. Ketika kecil, saya memang paling suka sodoran dengan kawan-kawan, baik ketika sore hari di rumah, maupun ketika istirahat siang di sekolah.

Berkali-kali ketika masuk ‘brok’ lewat ‘pintu’ mainan itu, karena saya berhasil melewati garis-garis yang dijaga ketat, tanpa  tersentuh’ tangan teman yang sedang dadi alias ‘tugas jaga’, maka teriakan ‘sodor!’ pun keras menggema, “Sodor…!, Sodor…!, Sodor…!”

Promosi Moncernya Industri Gaming, Indonesia Juara Asia dan Libas Kejuaraan Dunia

Demikian sebaliknya, kalau seorang rekan yang dadi berhasil ‘menyentuh’ saya yang berusaha lari masuk, serta-merta teriakan ‘sodor’ pun bergema. Artinya pula, saya dan anggota tim bergiliran ‘dadi’.

Terus terang saja, dulu saya tidak pernah mengerti persis apa yang dimaksud ‘sodor’ itu sampai saya benar-benar dewasa, saat permainan gobak sodor sudah saya tinggalkan.

Nah, dari dimensi linguistiknya, bentuk kebahasaan itu merupakan bentuk tutur gampangan Jawa, dari bentuk asli go back to the door —frasa dalam bahasa Inggris yang maknanya ‘kembali ke pintu’. Artinya, tentu saja, pintu masuk permainan ‘sodoran’ itu.

Permainan lain yang perlu saya sebutkan dalam catatan bahasa ini adalah dhakon atau congklak, yang ternyata juga berdimensi linguistis. Permainan anak-anak usia 5-10 tahun itu lazimnya dimainkan anakanak perempuan di masa lampau.

Ternyata dhakon juga berdimensi sosiologis, sama dengan yang disebutkan di depan itu. Dari dimensi kebahasaannya, dhakon memiliki sejumlah sebutan, misalnya ‘congklak’ atau ‘congkak’ di Malaysia dan Sumatera yang bahasanya diistilahkan cara mlayu—demikian eyang putri saya yang sudah meninggal dulu menyebutnya.

Cara berbahasa itu disebut cara mlayu— karena kata eyang—bentuk yang digunakan seperti mlayu-mlayu’. Artinya tentu saja ora las-lasan, seperti halnya bahasa Jawa yang dilafalkan lambat gamblang wijang-wijang.

Nah, cara berbahasa di luar bahasa Jawa, entah asing entah daerah, dulu lazim disebut cara mlayu. Demikian pula dhakon, yang dalam bahasa Sulawesi konon disebut makaotan, maggaleceng atau anggalacang. Semua sebutan di luar bahasa Jawa itu, ‘tempoe doeloe’ disebut sebagai sebutan cara mlayu.

Ternyata, baru setelah lama tidak mendengar cara mlayu, saya mengerti bahwa cara mlayu artinya adalah ‘berbahasa Melayu’, yang selanjutnya ‘bahasa Indonesia’ hingga kini. Yeah, permainan ‘tempoe doeloe’ memang memukau, dan ternyata banyak pula hakikat permainan itu yang tidak tersingkap dengan lengkap hingga kini.

Para sosiolog dan antropolog, umumnya dari negeri seberang, banyak yang berusaha mengungkap nilai hakiki permainan itu. Hakikat permainan itu adalah untuk mengukuhkah kebersamaan, mengingat bagi orang yang berbudaya timur, dimensi kebersamaan itu merupakan nilai hakiki.

Demikian pula ketika Anda berbasa-basi menyapa teman, bahkan yang sudah sangat dekat dengan Anda sekalipun, tujuan pokoknya ‘mengajak mereka’ agar mereka hadir bersama Anda, dalam ‘kebersamaan’ dengan diri Anda.

Jadi, permainan ‘tempoe doeloe’ tersebut hakikatnya adalah ‘mengukuhkan kebersamaan’ atau ‘mengagungkan kebersamaan’. Persis sama dengan sapaan fatis priye kabare, apik tho, piye mas, atau piye bu atau yang lainnya, ketika Anda sedang berada di tempat kerja, tujuannya sama saja, yakni ‘mengukuhkan dan mengagungkan kebersamaan’.

Dengan seorang rekan, saya sering menyapa fatis ayo lik atau priye lik atau mungkin lik. Tujuan saya satu saja, ‘mengukuhkan kebersamaan’ dengan sosok yang sedang saya sapa itu. Akan tetapi sayang, akhir-akhir ini permainan dan sapaan ‘kebersamaan’ itu makin langka.

Di era ‘maya’ sekarang ini, semua orang bak dituntun masuk dalam ‘kesendirian’, sehingga mereka pun ‘asyik-masyuk’ berjam-jam bermain dalam ‘kemayaan’ dan ‘kesendirian’ itu.

Dalam kesendiriannya, orang makin jarang bersapa fatis untuk sekadar memupuk kebersamaan. Itu artinya, bahasa makin diawafungsikan! Persis sama dengan sodoran, yang kini juga telah total terabaikan!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya